5. Merayu
"Maaf, Kak. Aku angkat telepon dulu," sela Vera ketika ponselnya berbunyi. "Istrimu nelepon," katanya lagi sambil meninggalkan kamar.
Arya tidak bisa menebak dengan jelas apa yang dibicarakan istrinya dengan Vera. Sekilas Arya mendengar Vera mengatakan bahwa Arya sudah sampai sekitar lima belas menit lalu.
"Aku pinjam dulu suamimu, ya," seru Vera mengakhiri obrolan singkatnya dengan Vina diikuti senyum penuh makna. Arya sempat menoleh ke arah Vera ketika dia mengatakan itu.
"Vina ngomong apa sama kamu tadi?" tanya Arya ketika Vera senyum-senyum masuk ke kamar.
"Biasalah, nanya apa suaminya sudah sampai ke mari," jawab Vera.
"Terus kenapa kamu bilang pinjam suaminya?" Vera tidak menjawab melainkan hanya tertawa kecil. Arya tersenyum melihat ulah Vera dan tampangnya yang lucu menggemaskan.
"Kak, aku boleh tanya sesuatu?" kata Vera sambil berdiri berhadapan dengan Arya dan menatap dalam ke matanya.
"Boleh aja. Emang mau nanya apa?"
Sambil menyapu rambutnya yang tergerai ke arah samping, Vera bertanya, "Kakak kenapa sih suka liatin dadaku?" Vera mulai mengarahkan pembicaraan ke arah yang dia mau. Arya agak kaget, tetapi segera menguasai dirinya untuk tetap tenang dan bersikap santai meski dia deg-degan mendengar pertanyaan Vera barusan yang terasa menghujam.
"Kamu mau aku jawab jujur?" tanya Arya dan dibalas anggukan oleh Vera sambil tersenyum.
"Dadamu seksi," jawab Arya terus terang. "Aku ini lelaki normal yang suka mengagumi tubuh perempuan. Bagiku, kamu itu seksi terutama itu." Arya sengaja menjawab terus terang dan ingin melihat reaksi Vera.
Vera tersenyum lebih lebar mendengar jawaban Arya yang terkesan nakal. Tangannya bergerak meloloskan tiga kancing atas blusnya lalu tangan kanannya menarik sisi blusnya ke arah kanan. Tampaklah sebagian buah dada Vera sebelah kanan. Buah dada itu kelihatan montok dan menantang.
Darah Arya terasa berdesir. Rangsangan itu semakin kuat merasuki tubuhnya. Lagi-lagi Arya berusaha menguasai dirinya untuk tidak gegabah bertindak dan menunggu kelanjutan permainan Vera.
"Kakak boleh pegang kalau Kakak mau," tantang Vera sambil tersenyum dengan tatapan penuh arti.
Arya meladeni tantangan Vera dengan menjulurkan tangannya ke buah dada Vera yang masih terbungkus BH. Arya bisa menerka ukuran cup BH Vera satu ukuran lebih besar dibandingkan punya Vina.
Tangan Arya meremas-remas lembut milik Vera dan perlakuan lembut Arya itu membuat tubuh Vera bergetar. Dagu Vera sedikit terangkat sambil matanya terus memandang mata Arya. Sebuah nafsu terpancar dari pandangan Vera. Nafsu untuk menyalurkan hasratnya yang lama tertahan tanpa penyaluran yang memadai. Perlahan kedua tangan Vera bergerak melepaskan tangan Arya yang sedang asyik melancarkan aksinya.
"Bentar. Aku tutup pintu dulu." Vera berbalik menuju pintu kamarnya lalu menutupnya. Dia lalu kembali lagi ke hadapan Arya yang masih berdiri di tempatnya semula. Tangan Vera melepaskan dua kancing blusnya yang tersisa lalu menjatuhkannya ke lantai.
Kini bongkahan sepasang buah dada indah yang masih terbungkus BH itu terpampang jelas di depan mata Arya. Dia begitu menikmati pemandangan itu. Dengan berani Arya membuka kait BH Vera yang terletak di bagian depan. BH itu terbuka tanpa kesulitan sama sekali. Arya melepaskan BH yang masih tergantung di pundak Vera dan membuangnya ke lantai. Tindakan beraninya ini dilanjutkan dengan meremas-remas lembut milik Vera itu. Kedua puncaknya yang berwarna cokelat bersih tak luput dimainkan oleh jemari Arya. Itu dilakukannya sambil menatap mata Vera yang semakin tampak dibakar gelora nafsu berahinya. Tubuh Vera menggelinjang ringan ke sana ke mari menikmati sensasi permainan Arya di dadanya. Gelora nafsu menjalar ke sekujur tubuhnya tanpa bisa ia tahan.
Arya tentu saja juga terangsang dengan pemandangan di depan matanya dan sensasi remasan tangannya di salah satu area terlarang Vera. Benda itu terasa kenyal tak jauh berbeda dengan milik Vina. Hanya saja ukurannya sedikit lebih besar dan tampak lebih menantang.
Arya merasakan bagian sensitifnya menegang penuh merasakan sensasi yang diharapkannya itu. Pikiran mesum yang mengganggunya sejak kemarin pagi kini bisa terwujud dan bukan sekedar fantasi belaka. Miliknya itu seolah memberontak di balik celana jeans Arya.
Vera bertindak semakin berani dan tak ingin hanya pasrah dengan perlakuan Arya terhadapnya. Tangannya mulai nakal menjamah area sensitif Arya yang masih terbalut celana jeans. Vera menambahkan keberaniannya dengan melepaskan ikat pinggang Arya, membuka kancing celana jeans-nya, menurunkan ritseitingnya, lalu mendorong celana itu ke bawah. Tangan Vera mulai meraba milik Arya dari luar celana dalamnya. Mengelus-elusnya lembut yang menimbulkan rangsangan yang semakin kuat bagi Arya.
Diangkatnya dagu Vera dan diciumnya bibir Vera dengan lembut. Ciuman itu dibalas Vera dengan lebih bernafsu. Ciuman itu semakin panas dengan permainan lidah keduanya.
Vera merasa sudah sangat terangsang dan merasa basah di bawah sana. Sambil terus berciuman, Vera melepas kait rok mininya yang langsung jatuh ke lantai ketika ritsietingnya diturunkan. Tangan Vera meloloskan satu demi satu kancing kemeja lengan pendek Arya lalu menjatuhkan kemeja itu ke lantai. Selanjutnya Arya menghentikan ciuman dengan Vera untuk membuka kaus dalamnya sendiri. Kini hanya celana dalam yang melekat di tubuh keduanya.
Arya berinisiatif mengarahkan Vera menuju tempat tidur. Vera mengerti apa yang diinginkan Arya lalu bergerak mendudukkan pantatnya ke tempat tidur. Dengan kaki menjuntai ke lantai Vera membaringkan tubuhnya terlentang. Arya duduk bertumpu dengkulnya menghadap dengkul kaki Vera. Dijulurkannya tangannya untuk melepaskan celana dalam Vera yang membantunya dengan mengangkat sedikit pantatnya agar celana dalam itu bisa diloloskan Arya. Lalu Arya memisahkan kedua kaki Vera dan masuk mendekati selangkangannya. Arya terpesona dengan apa yang tampak di hadapan matanya yang menanti untuk dijamah.
Arya memajukan posisinya dan kepalanya mendekat ke area sensitif Vera. Dia mulai menjalankan aksinya menjelajah area itu dengan saksama. Seakan tak ada satu senti pun yang tak terjamah. Vera mulai menggeliat dan pantatnya sedikit terangkat ketika ujung lidah Arya menyentuh pusat sentifinya. Mulutnya tanpa sadar melenguh pelan tertahan karena tak ingin lenguhannya terdengar ke luar kamar. Arya semakin gencar melancarkan serangannya tanpa ampun.
Klek ....
Perlahan pintu kamar terbuka. Keduanya kompak berbarengan menoleh ke arah pintu kamar. Tubuh seorang perempuan masuk menyelinap ke dalam kamar tanpa membuka pintu secara penuh.
Waktu seakan terhenti bagi mereka berdua. Tatap mata keduanya tak lepas menuju arah pintu yang kini semakin terbuka. Tubuh itu semakin jelas terlihat. Wajah Arya semakin tegang ketika sosok wanita itu semakin utuh di pandangan matanya. Tubuhnya seakan mengeras hampir tanpa gerakan sama sekali.
Seuntai senyum manis tampak menghias wajah sang perempuan. Meskipun demikian, itu tak membuat tubuh Arya berkurang ketegangannya. Rasa malu, bersalah, berkhianat, dan takut bercampur baur menjadi satu di pikirannya. Dia merasa seakan dirinya adalah seorang maling yang terpergok sedang menjarah barang curiannya.
