Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Part 8 : Cemburu

"Selamat pagi Kanz." sapaan ceria Inka pada Kanz dan satu teman prianya.

Kanz terperangah dengan penampilan Inka hari ini, Inka sungguh luar biasa sangat cantik.

"Selamat pagi juga Inka," Kanz membalas sapaan Inka setelah dirinya tersadar jika sudah terlalu lama mengangumi Inka.

"Apa aku terlambat di hari pertamaku bekerja?" tanya Inka cemas, karena ia memang sangat sulit untuk bangun pagi dan belum lagi berdandan.

Kanz menggeleng. "Tidak Inka, lagian juga kita mulai buka jualannya agak siangan."

Kepala Inka manggut-manggut sambil mulutnya menggerakkan huruf O.

"Oh iya, kenalkan ini temanku. Namanya, Bio." ujar Kanz memperkenalkan temannya.

"Hai, aku Bio." teman Kanz memperkenalkan dirinya seraya mengulurkan tangan ke arah Inka.

"Bio-Biodata?" kekeh Inka merasa geli mendengar nama teman Kanz ini.

"Bisa jadi," gurau Bio yang tak mempermasalahkan hal itu.

"Aku, Inka Maharani. Ehmm, kau bisa memanggilku Inka saja."

"Baiklah Inka, senang bertemu denganmu dan-sepertinya kita bisa menjadi teman dekat."

"Ya, kenapa tidak." jawab Inka tertawa.

Bio melepaskan tautan tangannya dan Inka. "Sekarang aku harus apa?" tanya Inka merasa bingung.

"Memilih-milih buat yang segar untuk di jual."

"Terus buah yang mulai membusuk?"

"Ya, di buang." jawab Kanz cepat seraya fokus memilah buah-buahan yang segar untuk di oleh menjadi jus.

"Apa kalian tidak rugi?" Kanz dan temannya saling menatap.

"Kenapa rugi?"

"Karena kalian tidak mencampurkan sedikit buah-buahan yang agak lebam alias mendekati busuk."

"Terus?" Kanz bingung jadinya.

"Bukankah biasanya para penjual suka mencampurkan bahan-bahan yang busuk dengan yang segar." ucap Inka polos, karena Inka memang pernah beberapa kali kerap mendapatkan fakta seperti itu.

Kanz dan temannya tertawa mendengar ucapan Inka. Tapi, memang tak di pungkiri Kanz dan temannya jika para teman penjual yang sama seperti mereka memang ada sebagian yang melakukan kecurangan.

"Inka, kau mau ikut denganku?" tanya Kanz menawari Inka agar fokusnya teralihkan mengenai buah yang segar dan busuk itu.

"Kemana?"

"Ke pasar membeli buah, kau mau ikut?"

"Mau," jawab Inka antusias.

Kanz menghidupkan mesin sepeda motor miliknya setelah memakai helm-nya. Kanz mengulurkan helm satunya lagi untuk Inka agar ia pakai.

Inka naik ke boncengan sepeda motor Kanz seraya memeluk tubuh Kanz dari belakang. Refleks darah Kanz berdesir merasakan sentuhan kedua tangan Inka yang memeluknya dari belakang.

"Kenapa diam?" tanya Inka heran melihat Kanz yang hanya diam tak menjalankan sepeda motornya.

"Eh, iya maaf." kaget Kanz tersadar kemudian menjalankan sepeda motornya.

Inka mengeratkan pelukan tangannya di perut Kanz, karena sejujurnya ia sedikit takut jika di bonceng menggunakan sepeda motor seperti ini.

Sedikit banyaknya Kanz sebenarnya sangat senang karena bisa berduaan dengan Inka. Apalagi seperti ini, hhhhh, andaikan saja suasananya saat ini malam. Pasti akan menambah ke romantisan di antara mereka.

"Katakan, apa yang kau rasakan Inka." tanya Kanz yang fokus melihat jalanan.

"Aku sangat senang sekali!!" jawab Inka sedikit berteriak.

Kanz tertawa mendengar jawaban Inka, mulai hari ini hari-harinya akan berubah menjadi ceria penuh tawa. Ia sangat bersyukur dengan kehadiran Inka di hidupnya.

********

Mohan mendengus sebal seraya memukul pelan stir mobilnya, merasa sangat kesal karena dirinya terjebak macet yang panjang. Padahal Mohan terburu-buru siang ini karena ada janji temu dengan kliennya di luar.

Lagu yang berputar dari kaset pun tak mampu menghilangkan kejenuhan Mohan selama menunggu macet selesai. Mata Mohan melirik ke sana-sini dan tanpa sengaja matanya melihat ke arah yang tiba-tiba membuat dadanya bergemuruh marah.

Bagaimana tidak? Di ujung sana ia melihat Inka sedang tertawa lepas bersama seorang pria di dalam food truck.

Dari jarak Mohan saat ini dengan Inka memang tak terlalu jauh. Mohan terus menatap ke arah Inka yang masih belum berhenti tertawa lepas.

Tunggu dulu, kenapa Inka bisa ada di sana? Apakah ia sekarang bekerja sebagai penjual jus keliling menggunakan truk makanan itu?

Dan pria itu? Siapa dia? Bukankah dia pria yang-ah iya, Mohan ingat sekarang. Pria itu kan, pria sok tampan dan genit yang berusaha mendekati Inka saat di cafe seminggu yang lalu.

Pria itu juga yang menjadi sumber kemarahan Mohan, hingga terjadinya keributan yang Mohan buat sendiri.

Inka dan Kanz memang terlihat terlibat obrolan yang tak ada habisnya. Terkadang mereka tertawa cekikikan, tertawa ngakak maupun sekadar menebarkan senyum.

Entah kenapa sekarang suasana di antara mereka kini tak lagi terasa canggung, Inka dan Kanz sama-sama santai dalam berkerja sama maupun berkomunikasi.

Mohan merasa CEMBURU melihat itu, ia merasa iri dengan pria yang kini sangat dekat dengan Inka. Bahkan jarak mereka yang terlihat sangat dekat, sedangkan dia?

Jangankan mendekat, melihat wajahnya saja maka Inka akan langsung mencaci maki dan pergi. Mohan ingin ada di posisi itu, berduaan bersama Inka seperti dulu. Bercanda tawa, dan melalui hari-hari selalu bersama.

Tak sadar airmata Mohan mengalir deras dengan sendirinya, selama ini ia bukanlah pria cengeng yang akan menangisi segala hal. Tapi jika mengenai Inka, maka Mohan akan sangat rapuh.

Mohan sadar dengan apa yang telah ia lakukan pada Inka dulu. Ia memang pria berengsek, bajingan yang memang tak pantas untuk di maafkan.

Tapi, apakah ia tak boleh mendapatkan kesempatan kedua dari Inka. Ia ingin kembali pada Inka, ia ingin masuk kembali ke dalam hidup Inka.

Sekali saja, berikan Mohan pengampunan.

TINNNNN... TINNNNN...

Suara klakson mobil di belakang yang terus berbunyi menyadarkan Mohan dari segala pikirannya mengenai Inka.

Mohan menghapus air matanya yang meleleh di pipi, kemudian fokus kembali pada tujuan awalnya.

Aku akan memperjuangkan mu kembali Inka, suka atau tidak, aku tidak peduli! batin Mohan terasa sesak dan panas.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel