Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Part 12 : Membujuk Inka yang merajuk

Bio mengkode pada Inka jika Mohan sudah pergi, secepat kilat Inka melepaskan pelukannya pada Kanz, menendang kaki Kanz serta mendorong tubuhnya. Membuat Kanz yang tak siap pun terjengkang jatuh terhempas ke belakang.

"Awhh!" ringis Kanz kesakitan saat punggungnya jatuh menyentuh tanah dan nyeri pada kakinya yang di tendang Inka.

"Rasakan itu!" ledek Inka kesal pada Kanz.

Kanz dengan cepat bangkit berdiri susah payah dan langsung meraih memegang tangan Inka, tapi dengan cepat pun Inka menepisnya.

"Jangan sentuh aku, dasar pembohong!" umpat Inka menatap nyalang Kanz.

Bio hanya terdiam di tempatnya tanpa bisa membantu ataupun menengahi suasana yang terjadi antara Kanz dan Inka.

"Dengarkan aku dulu Inka-"

"Tidak!"

"Aku bisa jelasin semuanya-"

"Tidak!" sentak Inka cepat dan selalu memotong ucapan Kanz.

Hhhhh. Kanz menghela nafasnya berat seraya menghembuskan nafasnya kasar.

"Kau bilang, jika kau terlahir dari keluarga tak mampu dan serba kekurangan. Tapi nyatanya-kau berbohong Kanz, apa yang kau ucapkan padaku beberapa hari yang lalu itu kebohongan." lirih Inka tak menyangka jika Kanz tega bercerita berbohong padanya.

Kanz memijit pelipisnya yang terasa pusing, sungguh ia tak bermaksud bohong pada Inka dengan bercerita kosong seperti itu. Saat itu Inka bertanya mengenai keluarga dan latar belakang hidupnya, tentu saja Kanz yang panik malah langsung mengatakan hal itu.

Saat itu Kanz pikir belum saatnya Inka mengetahui segala sesuatunya tentang dirinya. Kanz akan berbicara jujur secara empat mata pada Inka jika waktunya sudah tepat.

Dan Kanz tidak menyangka jika ada orang lain yang dengan iseng serta kurang kerjaan malah membongkar semua privasinya. Kanz tak habis pikir, darimana orang-orang itu mendapatkan profil dan fakta mengenai dirinya.

"Kau diam?!" tanya Inka membuat Kanz tersentak.

"Aku bisa jelasin semuanya," ucap Kanz berharap.

"Gak perlu Kanz! sekarang aku baru ngerti, ternyata orang kaya itu sama aja. Aku juga ngerti kalau kamu dekati aku dengan menyamar sebagai orang miskin, karena kamu ingin memanfaatkan pertemanan kita. Kamu ingin merasakan bagaimana sih berteman dengan orang miskin itu, iya kan?" tuduh Inka.

Kanz menggeleng kuat. "Itu tidak benar Inka!"

"Omong kosong, pembohong! Aku benci kamu Kanz, ternyata kalian berdua sama." umpat Inka seraya berbalik badan dan pergi.

"Inka!!" teriak Kanz yang ingin mengejar tapi di cegah Bio.

"Biarkan saja dia, kalau kau terus mendesaknya agar mau mendengar penjelasanmu. Maka aku yakin Inka malah berpikir jika kau berbohog lagi."

Kanz menuruti perkataan Bio, dan kembali beberes serta memilah buah-buahan yang akan di jual seperti biasa.

******

Sudah tiga hari ini Inka tak datang bekerja di tempat food truck Kanz dan Bio. Sepertinya gadis itu sungguh sangat marah pada Kanz.

Kanz sungguh menyesali semuanya, ia ingin meminta maaf pada Inka. Hingga malam tiba, Kanz nekat datang ke rumah Inka demi menemui gadis itu.

Rasa bersalah bercampur rindu menjadi satu semakin menguatkan niat Kanz untuk datang menemuinya ke rumah. Kanz sudah sampai di rumah Inka, kini pria itu tengah berdiri di depan pintu rumah Inka.

Ragu-ragu antara ingin mengetuk pintu itu atau tidak, namun kenyataannya tangan Kanz tetap terulur dan mengetuk pintu rumah Inka.

Cklek...

Seseorang membuka pintu rumah, wajah Kanz tersenyum ceria saat wajah ibu Inka lah yang terlihat membuka pintu dan tersenyum padanya.

"Eh, nak Kanz-"

"Kanzeel bu," ucap Kanz menyebutkan namanya pada ibu Inka yang ternyata lupa namanya.

"Ah iya, nak Kanzeel. Ada apa kesini? Mau ketemu sama Inka ya?" Kanz pun mengangguk cepat.

"Sebentar ya, ibu panggilnya. Eh, masuk dulu, ibu sampai lupa menawari mu masuk." kekeh ibu Ina menepuk jidatnya seraya mempersilakan Kanz masuk.

"Ibu panggilkan Inka dulu ya." pamit bu Ina seraya melangkah masuk ke kamar putrinya.

Sambil menunggu Inka datang, Kanz duduk di sofa ruang tamu rumah Inka yang tak terlalu mewah dan jauh dari kata mahal itu. Kanz menelusuri setiap sudut rumah Inka, dan beberapa foto-foto Inka beserta keluarganya yang terpajang di dinding.

Kanz tersenyum menatap satu persatu deretan foto Inka, dari saat gadis itu kecil hingga beranjak remaja dan semakin tumbuh dewasa seperti ini.

Inka sedari dulu memang sudah cantik dari lahir, terbukti dari foto kecilnya yang sangat imut dan menggemaskan. Kanz patut bangga akan hal itu, karena Inka bukanlah tipe wanita yang cantik karena oplas, Kecantikannya alami dari lahir.

Asyik memandangi foto-foto Inka, Kanz tak sadar jika Inka sudah ada di ruang tamu. Memperhatikan Kanz dengan kesal, untuk apa Kanz datang ke rumahnya?

"Eheemm," Inka berdeham agar mengalihkan perhatian Kanz.

Kanz menoleh ke arah Inka dan-seperti biasa tersenyum manis. Inka? Tentu saja wanita itu kembali jutek dan terkesan garang.

"Mau apa datang ke rumahku?" tanya Inka ketus.

"Mau meminta maaf."

"Minta maaf untuk apa?"

"Karena aku sudah berbohong padamu." ucap Kanz serius.

"Sudahlah lupakan!"

Kanz menggeleng. "nggak mau."

"Lhaa, kenapa?"

"Kau tidak memaafkan ku, kan?"

"Entahlah!"

Kanz meradang mendengar jawaban singkat Inka, bukan itu jawaban yang ingin Kanz dengar.

"Aku bisa menjelaskannya padamu Inka." ucap Kanz berharap Inka mau.

Inka terdiam tak menjawab ucapan Kanz. "Inka-"

"Pergilah!"

"Aku akan pergi, tapi jika kau berjanji akan datang besok berjualan bersama. Bagaimana!"

"Kenapa mengancam?"

"Aku tidak mengancam, aku hanya ingin kau berjanji padaku."

"Kenapa aku harus berjanji padamu? Kalau aku tidak datang lagi itu tandanya aku sudah berhenti bekerja dengan kalian, bodoh!" sentak Inka kesal sekali.

"Tidak mau! pokoknya kau harus berjanji dulu baru aku pergi. Kalau tidak, aku akan tetap disini dan kalau perlu menginap di rumah mu."

"Dih, apa-apaan!"

"Gak peduli!" ucap Kanz santai dan kini kembali mendaratkan bokongnya duduk kembali di sofa.

Inka kesal setengah mati melihat tingkah menjengkelkan Kanz.

"Hhhh, baiklah. Aku akan datang besok!" keputusan final Inka yang sudah tak tahan menghadapi tingkah Kanz.

Kanz pun bersorak gembira dan bangkit berdiri dari duduknya. "Terima kasih Inka,"

"Stop!" Inka mencegah Kanz yang mendekat ke arahnya.

Kanz nyengir saat Inka mengetahui gerakannya yang ingin memeluk gadis itu.

"Baiklah, kalau begitu. Aku pamit pergi, titip salamku pada keluargamu." Kanz melambaikan tangannya seraya keluar dari rumah Inka setelah Inka menganggukkan kepalanya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel