Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 8

"Begini ye Deva yang tampan mirip mang-mang encong dipinggiran sawah, Erin dah dipindahkan keruang VVIP untuk melakukan perawatan lebih lanjut karena hasil pemeriksaan dokter ,kakinya Erin mengalami lumpuh sementara dan oleh karena itu bonyoknya Erin meminta untuk anaknya segera diberikan penanganan yang lebih baik lagi agar cepet sembuhnya, dan perihal ortu gue dan ortu nya Erin ikutan ngilang itu karena mereka ikut nyusul lah ,dan kalau gue kenapa masih tetap disini itu juga gue bingung kenapa masih aja mau bertahan dikondisi yang sungguh menguji kesabaran sang Kean yang tampan nya melebihi Justin Biber"

"Oh~ ya halo?" Jawab Deva menjawab telepon dari seberang

...........

"Segera kirimkan tim yang lainnya, pastikan dia gak bisa ngelak , dan jangan biarkan dia lari apalagi jangan sampai orang-orang terdekatnya tau akan hal ini, mengerti?"

.............

"Bagus"

Tut....

"Sia~anjing lu Dev" teriak Kean dengan nada frustasi menghadapi sahabatnya yang begitu kejam terhadap nya.

Tidak mau berlama-lama di ruangan kosong yang sudah tidak ada siapa-siapa lagi, Kean segera keluar dan mencari ruangan Erin dipindahkan.

Saat sedang asiknya bersiul manja Kean tidak sengaja  mendengar percakapan dua orang yang tidak ia kenal, mau tidak mau Kean pun memilih berhenti untuk menguping percakapan tersebut.

"Tadi kan sebelum ke sini aku nemu kucing ditengah jalan lagi nyari anak nya"

"Trus?" Sahut lawan bicaranya kalau tidak salah adalah suami dari Ibu-ibu yang sedang bercerita itu.

"Aku bawa dong ke kantor polisi untuk ngelaporkan anak hilang, eh polisi nya malah ninggak ditempat" Dilihat dari wajahnya ibu itu seperti sedang berfikir keras dengan apa yang ia alami tadinya, lain halnya dengan sang suami malah berusaha menahan tawanya agar tidak menggangu seluruh pasien.

"Udah nyoba bawa ke panti asuhan?" Tanya sang suami setelah tawanya reda.

"Udah" ujar sang istri

"Tapi aku malah di bilang gila" sambung sang istri dengan raut wajah yang berubah menjadi sedih.

Pecah sudah tawa dari sang suami yang mengakibatkan security menegurnya agar tidak menggangu ketenangan pasien dirumah sakit itu.

Kean hanya geleng-geleng kepala melihatnya, ada-ada saja percakapan orang tua tersebut, setelahnya kean melanjutkan langkahnya dengan gaya angkuh andalannya.

"Pa, gimana? Kaki Erin gak kenapa-kenapa kan pa?" Tanya Kean dengan beruntun.

"Gpp, hanya lumpuh sementara sekitar dua tiga bulan kakinya akan sembuh kembali namun dengan melakukan kemoterapi yang rutin agar hasilnya maksimal" Bukan papa Kean yang menjawab melainkan Brayen~ papi Erin.

"Benar, jadi kamu tidak usah khawatir dengan kondisi Erin dia akan baik-baik saja, tugas kamu adalah merawatnya saat kami tidak bisa merawat Erin" timpal  Renaldi~Papa Kean penuh pengertian.

Kean manggut-manggut tanda mengerti akan penjelasan kedua lelaki beda generasi darinya tersebut.

"Jadi kalian semua mau kembali ke Tuhan gitu?"

Tanpa ba-bi-bu Aina~mama Kean langsung menjewer sang anak.

"Kamu mendoakan kami cepet meninggal gitu? dasar anak nakal" ujar Aina tak habis pikir dengan jalan pikiran sang anak.

"Aww, sakit ma. Aku cuma bertanya untuk memperjelas ucapan papa tadi"  ucap Kean membela diri.

Renaldi geleng-geleng kepala mendengar pembelaan kean "Yang papa maksud bukan kembali ke Tuhan, tapi kembali ke kantor untuk melanjutkan pekerjaan kami, kamu ini ada-ada saja mana mungkin kembali ke Tuhan kalau bisa memilih  kami tidak akan pernah mau sampai kami siap untuk kembali" jelas Rinaldi diakhiri kekehannya.

"Papa bicaranya setengah-setengah kan aku jadi salah paham, mana jeweran mama sebelas dua belas sama jeweran Ibu kost kalau nagih utang lagi" mengusap-usap telinganya setelah tangan Aina lepas.

"Yasudah kamu mau keluar kamu jagain Erin selama kami keluar nanti, jangan sampai ada orang yang ingin berbuat jahat kepadanya" kata Renaldi yang sudah berdiri dari tempat duduknya.

"Oh ya Om juga sudah memerintahkan seluruh bodyguard untuk membantu kamu menjaga Erin" timpal Brayen yang ikutan berdiri.

"Jaga Erin baik-baik ya" pinta Mega~ mami Erin dengan raut wajah yang masih memancarkan raut kesedihan.

"Kalau Erin sampai Kenapa-kenapa mama potot titit kamu jadi dua" ancam Aina setengah berbisik, yang membuat Kean mendengus.

"Selama ada Kean, Erin tidak akan kenapa-kenapa" ucap Kean dengan sombongnya.

Dengan baik hatinya Aina mematahkan kesombongan dari sang anak. "Silimi idi ikiin irin tidik Ikin kinipi-kinipi" ejek Aina menirukan ucapan dari sang anak.

"Buktinya Erin sekarang dirawat dirumah sakit, so yang kamu katakan semuanya adalah salah" sambung Aina dengan tawa jahatnya.

Renaldi Brayen dan Mega hanya tertawa mendengarnya percakapan kedua orang tersebut.

"Jangan begitu, setidaknya Kean bertanggung jawab untuk membawa Erin ke rumah sakit" bela Mega dengan senyuman manis darinya.

"Betul itu" ucap Kean dengan senang

"Bukan Kean yang membawa Erin ke sini, tapi ambulance" sahut Aina yang masih ingin membuat sang anak frustasi.

"Ibu durhaka ya gini" gumam Kean yang masih bisa didengar Renaldi.

Renaldi terbahak mendengar gumaman Kean "Tidak sopan, bintang satu" ucap Renaldi dengan menjewer telinga Kean.

"Aww, komplit sudah derita gue" ucap Kean dengan bibir cemberut yang membuat Aina bersemangat membully sang anak.

"Sakit?" Tanya Aina lembut

Kean mengangguk tanda ia membenarkan pertanyaan mamanya.

Aina tersenyum dengan melirik Renaldi sang Suami, Ranaldi yang mengerti akan lirikan dari sang istri pun memikirkan kata untuk merespon anggukan sang anak tadi "Minum oskadon espe"

Pecah sudah tawa mereka berempat, seperti Dejavu security rumah sakit datang untuk menegur bedanya adalah yang security tegur tersebut adalah orang tuanya dan orang tua sahabatnya.

"Kalian kapan perginya?" Tanya Kean berniat mengingatkan, tidak! lebih tepatnya berniat mengusir, bukan tanpa alasan. Kean menginginkan agar mereka segera pergi dan ia bisa sedikit tenang dari Bullyan kedua orang tua absurd nya ini.

"Baiklah jika kau berniat mengusir kami" ucap Aina sembari merapikan rambutnya yang sedikit berantakan "Kami akan pergi hanya sebentar besok kami akan kembali"

"Sebelum itu tidak baik jika tidak meninggalkan wejangan untuk kamu" imbuh Brayen dengan senyum smirik dibibir nya.

"Apa tuh" tanya Aina bersemangat.

"Om benar-benar akan potong titit kamu kalau Erin kenapa-kenapa" memandang keempat orang tua berbeda generasi darinya tanpa minat.

"Mungkin hanya Tante Mega yang waras dari mereka" ucap Kean dalam hati.

"Benar Tante pun berniat memenggal kepala kamu kalau itu sampai terjadi" salah! Mereka berempat tidak ada yang waras.

Aina terpingkal-pingkal mendengar ucapan dari kedua teman laknatnya.

Kean memandang Renaldi berharap papa nya mau memberikannya sedikit ketenangan "Jangan lihat papa, karena papa juga akan mendukung mereka" ucap Renaldi yang mengerti tatapan sang anak.

Aina semakin tertawa keras melihat ekspresi sang anak yang seperti tidak memiliki semangat hidup.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel