Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Dua Sosok Berjubah Putih

Bab 2 :

Li Wei terpesona. Tapi yang ada hanya perasaan takutlah yang muncul.

Tatapan mata sosok bertudung itu seolah-olah menyihirnya. Li Wei terasa terhipnotis kekuatan aneh, perasaannya tenggelam di dalam satu energi sihir unik. Semua ilusi sosok bertudung hitam itu.

Suiitt! angin berhembus pelan. Pemandangan menakjubkan lain terlihat.

Li Wei sekali lagi tersentak. Dia terkaget. Ada dua bayangan lain. menyambar cepat, turun dari langit seakan-akan malaikat pencabut nyawa.

Di tangan masing-masing bayangan itu, mereka memegang pedang panjang. Warnanya berkilauan - kilap antara perak dan buramnya warna platinum. Sesekali ketika memantulkan sinar Rembulan atau Bintang-bintang pedang itu terlihat mengerikan. Jubah putih mereka berkibar-kibar, besar melebar seakan-akan dua sayap merpati raksasa.

Ketika Li wei diam terkagum-kagum , tiba-tiba dua sosok berjubah putih mengayunkan pedang - gerakan indah seperti tarian, tapi berbahaya! Semua tidak menimbulkan suara sama sekali, mengancam sosok bertudung itu.

Li Wei hampir menjerit ketika dua sosok jubah putih itu menebas dengan cepat ke sosok lain, dia yang bertudung hitam.

Li Wei tidak bersuara, tapi tatapan horornya, juga ekspresi ketakutan, terbaca oleh si tudung hitam.

Dia seperti mengerti arti sorot mata ngeri. Li Wei. Tanpa menoleh, dan dengan sekali menutulkan kaki, dia melayang dengan indah.

Wush!

Si tudung hitam mengembangkan kedua tangannya lurus, presisi 180 derajat. Mengiringi gerakan indah itu, tebasan dua pedang panjang kelompok jubah putih, jatuh di tempat kosong.

Duar!

Angin tebasan pedang kelompok jubah putih, menghantam bubungan rumah. Atap rumah di sekitar terbongkar berantakan. Suaranya menimbulkan kegaduhan.

Keadaan mulai kacau.

Xin Yue dan Li Hua, dua pramuria itu menjerit ketakutan. Keras lolongan mereka, sampai-sampai menimbulkan kehebohan.

Jendela-jendela semua toko dan rumah di sepanjang jalan sepi itu mendadak terbuka. Sorot mata penasaran, terlihat mengintip dari balik tirai, dengan takut. Beberapa yang berani, keluar di jalanan lalu menonton pertunjukan cuma-cuma di langit dengan antusias.

"Jangan lari !" Suara salah satu sosok berjubah putih itu membentak. Suara lengkingan itu jelas dia perempuan.

Jubah putih yang lain ikut menutulkan kaki, tubuhnya melayang mengejar si tudung hitam. Pedang terhunus di tangan, siap menembus punggung tudung hitam. Anehnya, pedang di tangan pria jubah putih seperti memiliki nyawa. Bergerak meliuk mengikuti arah terbang tudung hitam!

Arrgh!

Li Wei tanda sadar mengeluh. Dia menahan nafas, karena ngeri membayangkan pedang panjang jubah putih akan menembus punggung si tudung hitam. Entah mengapa di dalam hatinya, Li Wei bersimpati dan memihak kepada sosok bertudung hitam dalam pertarungan itu.

"Jaga punggung!" Teriak Li Wei dengan keras.

Xin Yue dan Li Hua dua pramuria itu sudah sejak tadi terbirit-birit, lari meninggalkan tempat kejadian.

Pria bertudung hitam mendengus dingin, dengan kepala meneleng, dia melirik ke belakang. Tudung hitam melambaikan tangan dengan gerakan lembut. Lalu serangkaian senjata rahasia berupa paku kecil-kecil melesat ke arah sosok berbaju putih, si pengejar dengan pedang di tangan.

Wush!

Tidak kurang dari 10 paku senjata rahasia itu terbang cepat, mengunci 10 nadi mematikan di tubuh pria jubah putih.

"Xiao Yao! Senjata rahasia"

Perempuan jubah putih yang lainnya berteriak memberi kode bahaya.

Tapi pria jubah putih kawannya itu seperti terkena pengaruh hipnotis, dia tidak sadar kalau ada gerombolan Xiao Yao, menukik mengancam nyawanya.

Perempuan berjubah putih itu melakukan gerakan darurat. Dia menggerakkan kaki, dan tubuhnya melesat cepat seperti peluru ditembakkan.

Dengan pedang diputar cepat tahu-tahu saja dia sudah di belakang kawannya.

"Dasar Siluman!" Pedang perempuan jubah putih itu terayun, dan satu demi satu Xiao Yao - senjata rahasia paku rontok ke tanah.

Tapi sayang sekali. Ini sudah digariskan Langit. Dari 10 Xiao Yao yang dilontarkan sosok tudung hitam, hanya 8 Xiao Yao yang ditepis gadis jubah putih.

Sisanya dua senjata rahasia paku menerobos cepat, menembus tubuh keduanya - gadis dan pria muda berjubah putih itu.

Aaah!

Tubuh mereka seketika jatuh seperti karung basah yang dihempaskan ke tanah.

Bunyinya keras, terdengar makin membuat kacau. Sosok bertudung hitam menyungging senyum tipis, dia menertawakan dua orang berjubah putih. Mendadak...

Crack!

Mata si tudung hitam menyala. Dia terdengar mengeluh pelan. Dia tak menyangka sama sekali, bahwa di akhir kematiannya gadis berjubah putih itu masih sempat melempar pedang panjang yang dengan gerakan presisi, pedang panjang itu menembus punggungnya.

Rasanya ingin menyesal, tapi sudah terlambat. Akibat kekurangan rasa waspada - akibat merasa di atas angin sehingga tudung hitam tidak berjaga-jaga untuk serangan akhir.

Sosok bertudung hitam itu tampak melayang limbung, oleng ke kiri dan ke kanan. Menyusul suara keras terdengar ketika dia terjatuh.

Entah di sudut mana di deretan pertokoan yang kini mulai ramai dia terjatuh. Jalanan semakin ramai, penuh dengan orang-orang yang takjub melihat pertunjukan jago-jago pedang itu.

"Mereka adalah jago-jago pedang dan ahli sihir dari dunia kaum petarung"

"Kita beruntung menyaksikan pertunjukan cuma-cuma pada malam ini!"

Ketika orang-orang masih bertahan di jalanan, sibuk berdiskusi akan pertunjukan tadi, Li Wei buru-buru meninggalkan tempat kejadian dengan perasaan yang kurang nyaman.

Dia masih terkesan dengan pertarungan tadi. Si tudung hitam itulah yang membuatnya terkesan. Keinginan semakin menggebu, Li Wei berjanji akan mengunjungi Sekolah Beladiri Jalur Merpati besok nanti.

++++++

Ini adalah waktu kentongan keempat Thio-sie. Di atas tempat tidurnya Li Wei tak dapat memejamkan mata sedikitpun. Dia mengingat dan mengingat semua gerakan serta teknik meringankan tubuh yang diperagakan tiga orang itu terbayang dengan jelas dibenaknya - Thio Sie atau kentongan keempat adalah periode waktu 01.00 sd 03.00.

Li wei ingin melakukan semua gerakan pertempuran tadi, tapi sayang sekali seperti yang sudah dikatakan Master Seo Park, Pemimpin Sekolah Beladiri Jalur Merpati dulu, dia tidak berbakat beladiri.

"Pusat energimu di bagian perut tak menunjukkan kalau kamu akan mampu mengolah energi dunia menjadi kekuatan.

Kamu tidak memiliki Mutiara Energi seperti seorang praktisi!" kata Master Seo Park ketika itu.

Tak mau menyerah, Li Wei bangun dari tempat tidur, kini mencoba gerakan-gerakan pedang yang diingatnya tadi. Belum apa-apa dia telah tersandung lalu jatuh tertelungkup, mencium lantai dingin di kamarnya yang sempit itu.

Tapi Li Wei tidak peduli.

"Kebetulan Bibi Wei Fang tidak di rumah malam ini.

Apa salahnya jika aku mencoba-coba berlatih beladiri, sesuai apa yang aku lihat tadi." Li Wei tersenyum bersemangat.

Diambilnya sapu rumah dengan gagang yang cukup panjang, itu dibuatnya seolah-olah pedang panjang seperti gerakan dua sosok berjubah putih tadi. Li Wei melompat seperti gerakan teknik meringankan tubuh, dan kembali terjatuh.

"Aduh!"

Sakit rasanya ketika dia jatuh dengan bokong terlebih dahulu mencium lantai.

"Apakah aku memang telah ditakdirkan selamanya menjadi manusia Fana, tidak memiliki bakat dan kemampuan berkultivasi sebagai seorang ahli beladiri?" Li Wei mulai menggerutu.

Sambil mondar mandir...

"Lalu apakah seumur hidup aku harus menjadi seorang pemusik, bermain Erhu menghibur tamu-tamu dari satu rumah hiburan ke rumah hiburan lainnya?" Li Wei mulai dilanda kecewa.

Dia tak kuasa menerima kenyataan ini. Keinginan terbesarnya adalah menjadi seorang praktisi, dan berkelana di seluruh Dunia Kaum Petarung, berkumpul bersama kesatria-kesatria perkasa dari belahan seluruh dunia.

"Aku akan terlihat gagah dan berwibawa." batin Li Wei pedih.

Krak - krak !

Lamunannya buyar ketika dia mendengar suara langkah kaki di belakang rumah, bagian yang jarang tersentuh karena dulunya tempat itu hanya dijadikan kandang hewan peliharaan seperti unggas dan domba.

Li Wei menjadi waspada. Diambilnya lampion yang selalu menyala di dalam rumah, lalu dia menuju ke belakang rumah - halaman yang tidak besar dan di sana hanya ada sebuah bangunan kayu kecil, cukup untuk lima hewan peliharaan seperti domba.

Krak !

Li Wei semakin waspada.

"Benar saja. Suara itu asalnya dari dalam kandang!" batinnya semakin berani.

Dia membuka pintu kandang itu, sementara engsel pintu kayu kandang berderit keras, membuat suasana semakin menegangkan.

"Siapa?.." Li Wei berteriak memberi semangat, mencoba menghilangkan rasa takut.

Tertegun!

Ketika lampion itu didekatkan ke dalam kandang domba, sorot cahaya lampion jatuh melimpah pada sosok yang akrab terlihat.

Itu adalah si tudung hitam yang dilihatnya sejak dari Rumah Hiburan Lotus Blossom, Tea Room - itu juga sosok yang sama ketika bertempur di jalanan sepi Kota Shuimiao, melawan dua praktisi berjubah putih.

Li Wei menjatuhkan lampion ke tanah dengan ceroboh. Dalam teriakan ketakutan dia menghambur lari kedalam rumah. Sekujur bulu kuduknya meremang.

BERSAMBUNG

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel