Bab 1: Pertemuan Kembali
Suara derap langkah di lantai marmer gedung perkantoran itu terdengar jelas. Anaya berjalan dengan cepat, sesekali mengecek jam di pergelangan tangannya. Hari pertamanya di perusahaan baru, dan dia sudah hampir terlambat.
"Maaf, permisi!" ucapnya buru-buru saat hampir menabrak seseorang di lorong. Tanpa menoleh, dia terus berjalan menuju lift.
Di sisi lain, seorang pria yang mengenakan jas rapi berdiri di dekat jendela besar, menatap keluar gedung dengan ekspresi serius. Virendra, manajer proyek di perusahaan ini, baru saja menyelesaikan rapat pagi dan sedang mengumpulkan pikirannya sebelum kembali ke meja kerjanya.
Tiba-tiba, langkahnya terhenti saat melihat seorang wanita memasuki lift dengan tergesa-gesa. Ada sesuatu yang familiar pada sosok itu, tetapi dia tidak bisa langsung mengingatnya.
Anaya masuk ke dalam ruangan HR dengan napas sedikit tersengal. Setelah urusan administrasi selesai, dia diarahkan ke lantai tempatnya akan bekerja. Begitu pintu lift terbuka, dia melangkah keluar dan langsung bertatapan dengan seorang pria yang berdiri di depannya.
Waktu seolah berhenti. Mata mereka saling bertemu, dan dalam sekejap, kenangan masa kecil yang sudah lama terlupakan berkelebat di benak mereka.
"Anaya...?" suara pria itu terdengar ragu.
Anaya menatapnya lekat-lekat, mencoba mengingat. Kemudian, seulas senyum kecil muncul di wajahnya. "Virendra?"
Sejenak, keheningan menyelimuti mereka. Dunia di sekitar terasa mengabur, hanya ada mereka berdua yang berdiri di sana, bertemu kembali setelah bertahun-tahun berpisah.
Takdir akhirnya mempertemukan mereka lagi. Tapi apakah pertemuan ini akan membawa mereka kembali ke masa lalu atau justru membuka babak baru dalam hidup mereka?
Anaya masih berdiri di depan lift, menatap Virendra dengan campuran keterkejutan dan nostalgia. Setelah bertahun-tahun, dia tidak menyangka akan bertemu lagi dengan sahabat kecilnya—di tempat kerja barunya pula.
"Kamu..." Anaya membuka mulut, tapi kata-katanya tercekat di tenggorokan.
Virendra, yang biasanya selalu tenang dan berwibawa, juga terlihat sedikit canggung. "Aku nggak nyangka... Kita kerja di tempat yang sama?"
Anaya mengangguk pelan, masih sulit percaya. "Aku baru mulai hari ini..."
Senyum kecil terulas di wajah Virendra. "Selamat datang di perusahaan ini."
Suasana di antara mereka terasa aneh. Dulu, mereka begitu dekat, tidak pernah kehabisan kata-kata saat bersama. Tapi sekarang, mereka berdiri di hadapan satu sama lain sebagai orang dewasa, dengan kehidupan yang sudah berjalan jauh sejak perpisahan mereka bertahun-tahun lalu.
Suara dering ponsel Virendra memecah keheningan. Dia mengangkat telepon dengan ekspresi profesional, menunjukkan sisi lain yang tidak pernah Anaya lihat dulu.
"Aku harus ke meeting. Kita ngobrol lagi nanti?" ujar Virendra, matanya masih menyimpan tanda tanya besar.
Anaya mengangguk, tersenyum tipis. "Tentu."
Saat pria itu berjalan pergi, Anaya menghela napas pelan. Hatinya masih berdebar. Apakah pertemuan ini hanya kebetulan, atau memang takdir ingin menyatukan mereka kembali?
—
Beberapa jam kemudian
Anaya mulai beradaptasi dengan pekerjaan barunya. Meja kerjanya bersebelahan dengan seorang rekan bernama Mira, yang dengan cepat menjadi akrab dengannya.
"Jadi, kamu kenal Pak Virendra?" tanya Mira dengan nada penuh minat.
Anaya terkejut. "Pak Virendra?"
Mira tertawa kecil. "Iya, bos kita itu. Dia terkenal tegas tapi adil. Banyak karyawan yang segan sekaligus kagum padanya."
Anaya melirik ke arah ruangan kaca di ujung ruangan, tempat Virendra sedang berbicara dengan beberapa orang. Jadi, sahabat kecilnya kini adalah atasannya?
"Ya, aku kenal dia... dulu," jawab Anaya pelan, lebih kepada dirinya sendiri.
Dia tidak tahu apakah harus senang atau khawatir. Satu hal yang pasti, kehidupannya di tempat baru ini akan jauh lebih menarik dari yang ia kira.
