RANTAI BABI
Waktu baru menunjukkan pukul enam pagi, para pekerja harian lepas di perkebunan inti sudah bersiap menunggu jemputan di depan gang masing masing.
Kabut masih tampak tebal menyelimuti desa menghalangi jarak pandang. Sebenarnya para BHL itu masing masing punya perkebunan sendiri seluas dua hektar setiap kepala keluarga sekitar 213 batang kelapa sawit. Namun karena tanaman sawit mereka baru berusia empat tahun sedang panen pertama baru bisa dilakukan saat tanaman berusia tujuh tahunan, maka untuk memenuhi kebutuhan sehari hari mereka bekerja sebagai buruh harian lepas di perkebunan lain
Jemputan berupa damp truk datang pukul enam tiga puluh mengangkut sekitar tigapuluh orang buruh harian lepas.
Untuk mencapai blok yang akan dikerjakan kadang truk harus melewati jalan berlubang hingga truk terguncang hebat kadang sampai membuat orang orang didalamnya saling berbenturan atau membentur bodi truk. Sekali kali harus melewati jembatan darurat yang hanya terbuat dari beberapa kayu gelondong diletakkan melintang begitu saja tanpa pengaman sehingga meleset sedikit saja ban dari bantaran kayu gelondong, akibatnya fatal. Truk bisa terperosok dalam parit berbatu padas. Ironisnya para pekerja itu tidak dilindungi asuransi tenaga kerja sesuai aturan yang berlaku. Tapi mau apa lagi hanya itu satu satunya jalan untuk dapat mencukupi kebutuhan sehari hari.
Sampai di lokasi pekerja dibagi dua kelompok. Limabelas orang ikut mandor Kholil, sisanya bersama mandor Tris. Hari ini menyelesaikan pekerjaan di blok B.12, jenis pekerjaan : piringan, membersihkan rumput dan gulma lain dibawah pokok sawit melingkar sepanjang pelepah atau sekitar 8 meter keliling. Tiap orang satu jalur kurang lebih duapuluh pohon. Ketebalan rumput atau gulma pada masing masing pohon tidak sama sehingga ada yang lebih cepat selesai satu jalur ada yang lambat. Karena pekerjaan ini sifatnya kolektif, maka yang selesai duluan membantu yang lain. Bila sudah selesai satu jalur pekerja diperbolehkan istirahat makan. Biasanya sekitar pukul sepuluh. Bila sudah selesai makan dilanjutkan jalur berikutnya sampai pukul duabelasan.
Perkebunan inti adalah perkebunan milik perusahaan yang dikerjakan para buruh harian lepas atau pekerjaan borongan seperti membuat parit, penanaman dan memanen.
Seperti rombongan Asep misalnya mengambil SPK memanen. Rombongan Alex mengambil SPK penanaman dan rombongan Muntari mengambil SPK atau surat perintah kerja parit.
Ada cerita menarik diluar nalar yang dialami Asep beberapa waktu lalu. Hari itu Asep memanen di bok BB.25 dekat inklaf. Sawit yang sudah turun dari pohon harus dikumpulkan dipinggir jalan pada tiap jalur menunggu diangkut ke CPU, pengolahan minyak mentah di Kendawangan.
Setiap tandan beratnya antara 20 hingga 25 kg. Hari itu juga harus keluar dari kebun untuk mempermudah pencatatan tiap blok. Sekitar tengah hari Asep istirahat makan. Saat itu ia sudah menyelesaikan 75 persen pekerjaan.
Usai makan Asep duduk bersandar pada batang pohon sawit. Rindangnya pohon sawit dan semilir angin sepoi sepoi membuat Asep terbuai dan akhirnya tertidur.
Entah karena kelelahan atau apa pukul tiga ia baru terbangun. Asep kelabakan karena masih ada 25 pekerjaan lagi yang belum selesai. Ia pun buru buru mengerjakan sisa pekerjaannya. Asep yakin semua temannya sudah selesai dari tadi tapi kenapa tidak ada yang menghampirinya ketika mau pulang.
Asep mulai gelisah, suasana perkebunan sudah sepi tidak terdengar lagi suara truk truk melangsir buah. Sekitar pukul lima Asep baru menyelesaikan pekerjaannya.
Saat ia mengambil peralatan makan untuk bersiap pulang tiba tiba Asep mendengar gemuruh seperti ada konvoi. Asep terperanjat begitu melihat puluhan ekor babi hutan berlari menuju ke arahnya.
Asep bersembunyi dibalik batang sawit, ia genggam erat erat dodos ditangan, alat pemetik sawit semacam tombak dengan ujung datar seperti scrap. Semakin dekat rombongan babi hutan itu kearahnya, jantung Asep makin berdetak kencang. Rombongan babi hutan itu berhenti dan mengelilinginya.
Asep pasrah sudah bila harus mati dicincang babi babi itu. Asep makin ketakutan dengan kemunculan babi lain dari semak semak. Babi itu lebih besar dari yang lain dan anehnya dari kepala hingga pusar berwujud wanita cantik berambut panjang hingga menutup sebagian payudaranya.
Mungkin ia adalah ratu dari babi babi yang ada di rimba ini.
"Jangan takut, aku tidak akan menyakitimu." kata si ratu babi membuat Asep tercengang.
"Aku hanya akan mengucapkan terima kasih atas budi baikmu menyelamatkan anak kami yang tertimpa pohon beberapa waktu lalu."
Asep ingat enam hari lalu ia menyelamatkan anak babi yang masih merah terjepit batang pohon.
"Sebagai tanda terima kasihku terimalah ini"
Si ratu babi maju, memberikan benda semacam gelang terbuat dari anyaman bulu bulu babi, meski pun terbuat dari bulu benda itu elastis.
"Pakailah gelang itu."
Begitu memakai gelang itu Asep kembali tersentak kaget karena puluhan babi yang mengerumuninya tadi berubah wujud menjadi perempuan perempuan cantik.
Begitu pula dengan si ratu. Ia tampak semakin cantik bermahkota kecil dengan wujud manusia seutuhnya.
"Asep,gunakan gelang itu untuk kebajikan dan jangan sekali kali kamu gunakan untuk kemudaratan." kata sang ratu.
Asep mengangguk kemudian mengusap usap gelang yang tidak berwujud itu. Ketika ia menengadah untuk menyampaikan terima kasih, sang ratu beserta pendampingnya sudah lenyap entah kemana.
Asep melangkah keluar kebun untuk pulang, namun baru beberapa langkah ia berjalan kepala terasa pusing, mata berkunang kunang dan akhirnya ia jatuh pingsan.
*****
Asep bingung mendapati dirinya terbaring di kasur rumahnya ditunggui istri dan kedua anaknya. Diluar terdengar beberapa tetangga berbincang bincang.
"Bapak. Bapak sudah sadar mak" ujar anak bungsunya.
Tetangga yang semula berada diruang tengah berdesakan masuk kamar.
"Sep, eling Sep. Istighfar." kata pak RT.
Asep mengucap istighfar berulang kali kemudian duduk.
"Alhamdulillah..." kata mereka hampir bersamaan.
Asep bingung kenapa ia ada dirumah. Seingatnya ia ada dikebun sawit. Kata pak RT. Asep ditemukan warga dalam keadaan pingsan di pinggir blok BB.25. Ia tidak sadarkan diri selama empatpuluh hari. Anak istri serta tetangga mencemaskan keadaan Asep. Tapi mau bagaimana lagi, mantri Arman sendiri tidak bisa berbuat apa apa karena menurut medis Asep sehat tidak ada kelainan apa pun dalam metabolisme tubuhnya.
Mantri Arman hanya bisa berspekulasi mungkin Asep mengalami somnipati, yaitu kelaianan pada pola tidur. Ustad Muntari juga sudah mencoba dengan cara ruqyah namun gagal.
Terakhir neneknya Zola yang dikenal sebagai orang pintar di desa hanya memberi keterangan bahwa Asep tidak apa apa, ia hanya dibawa makhluk sebelah. Nanti juga pulang.
Ucapan neneknya Zola benar. Asep kembali tak kurang satu apa pun. Namun sayang Asep tidak mau cerita apa yang terjadi. Ia beralasan tidak ingat apa apa.
Sejak kejadian itu Asep merasa ada yang aneh pada dirinya. Ia bisa melihat makhluk astral, tampaknya mereka segan pada Asep. Bahkan ada yang langsung ngacir begitu ketemu dirinya.
Asep sadar semua itu karena gelang yang dipakainya. Pernah suatu kali Asep mencoba melepas gelang itu dari pergelangannya, namun tidak bisa. Gelang itu seakan akan sudah menyatu dengan pergelangan tangannya.
Ada pengalaman menarik yang belum pernah terungkap selama ini, ketika ia sholat jumat di masjid, jamaah yang ada bukan saja manusia tapi beberapa diantara makhluk lain entah dari golongan jin atau siluman.
