Bab 06.
Bab 06.
Enam purnama terlewati.
Selama itu pula Hi Shin berada di ruangan tersebut tanpa sekali pun meninggalkannya.
Dengan dirinya telah terbiasa berada di tempat tersebut membuat banyak perubahan terjadi pada tubuhnya.
Hal itu ditunjang dengan sumber daya alam yang ada di dalam ruangan tersebut sehingga memaksimalkan pertumbuhan dan perkembangan tubuhnya.
“ 998 … 999 … 1000!” ujar Hi Shin sambil melakukan gerak angkat tubuh.
Hi Shin mengatur nafasnya untuk menstabilkannya. Setelahnya ia mengambil satu batang bambu yang biasa ia gunakan untuk berlatih.
Batang bambu hitam sepanjang satu mi itu ia ayunkan dengan gerakan konstan dan berirama. Ia terus mengulang gerakan menangkis itu dengan penuh perhitungan dan bertenaga.
Ya, rutinitas keseharian yang dilakukannya selama ini adalah melakukan angkat tubuh, angkat badan dan tarik badan masing-masing sebanyak seribu kali yang dilanjutkan dengan berlatih bela diri dasar yang dipelajarinya dari kitab yang dibacanya.
Ia melakukan pelatihan fisik itu dua kali dalam sehari yang diselingi dengan membuat ramuan untuk menguatkan tubuhnya.
Setelah semua itu dilakukan ia kemudian melatih tenaga dalamnya dengan cara meditasi dan pernapasan untuk memperbesar api hitam di atas akar energinya.
Rutinitas tersebut ia jalani selama rentang waktu tersebut tanpa satu pun terlewati sehingga tubuhnya terbiasa dengan situasi di dalam ruangan tersebut.
Dengan tekad dan ketekunannya yang kuat membuat enam bulan yang dijalaninya menghasilkan hasil yang maksimal.
Tubuhnya yang kurus kini berubah lebih berisi, otot di tubuhnya membentuk dengan baik tanpa ada lemak terkandung di dalam otot tubuhnya.
Hi Shin mengakhiri pelatihannya, ia kemudian berjalan ke sudut ruangan tempat biasa ia menghabiskan waktunya.
Tampak puluhan batang bambu hitam, bambu biru dan bambu merah yang telah dipotongnya tertata rapi di sana.
Sebagian dari batang bambu tersebut telah berubah fungsi di tangannya. Ia membuat bambu-bambu tersebut menjadi bahan baku untuk digunakan dalam kesehariannya.
Tak hanya itu saja, ia membuat benda lain dari bambu tiga warna tersebut.
“Jarum akupuntur dari bambu sudah … pedang bambu dan pisau bambu sudah … botol bambu untuk ramuan sudah … ramuan pun sudah … aku tak tahu apa lagi yang bisa kubuat untuk mengisi waktu luangku!” ujar Hi Shin.
Hi Shin kemudian membawa jarum akupuntur bambu, pedang bambu, pisau bambu dan ramuan dalam botol bambu ke kolam petir.
Ia kemudian memasukan benda-benda tersebut dan merendamnya di sana.
“Bambu hitam dan bambu merah memiliki kandungan yang unik, tanaman langka ini bisa menyerap energi dengan baik. Dengan direndam di kolam petir ini maka benda-benda ini akan memiliki elemen petir di dalamnya!” ujarnya dengan sumringah.
Tentu saja Hi Shin sumringah, karena pengetahuan ini dulu baru diketahuinya, sayangnya ia belum sempat mengembangkannya karena hal buruk menimpa dirinya.
Hi Shin menatap kolam yang ada di depannya.
“Sayangnya aku belum bisa menggunakan kolam ini untuk berendam, aku merasa tubuh ini masih belum pada optimalnya!” ujarnya dengan ketus.
Karena tak ada hal yang bisa dilakukannya, Hi Shin pun berjalan di sekitar ruangan, ia memeriksa setiap jengkal dinding gua tersebut untuk memeriksanya.
Saat ia berjalan ke arah dinding gua di sebelah utara, ia merasakan sesuatu yang janggal.
“Ini aneh, aku merasa mendengar suara air yang jatuh! Selain itu, aku merasa ketika berjalan ke area sini ada tingkat gravitasi yang berbeda, area ini terasa lebih menekan!” ujarnya penuh keyakinan.
Ia memeriksa kembali dengan seksama, wajahnya menunjukan sukacita karena dugaannya benar.
“Dulu aku tidak merasakan perbedaannya karena tubuhku belum peka seperti sekarang, tapi kini aku bisa merasakannya perbedaannya dengan jelas!” ungkapnya.
Hi Shin kemudian memeriksa dinding gua sebelah utara dengan seksama, saat ia mendekatkan telinganya ke dinding gua, ia mendengar suara tetesan air yang cukup kentara.
Tentunya hal itu menandakan jika kemungkinan ada ruangan lain di balik dinding tersebut.
Tak banyak berpikir lagi, Hi Shin pun mencari bagian paling tipis pada dinding gua tersebut. Setelah menemukan yang ia cari kemudian ia menggunakan kekuatan fisiknya untuk menghancurkan bagian dinding tersebut.
Duakk … Duarr!
Dinding gua hancur oleh pukulan Hi Shin. Kini ia melihat sebuah celah yang bisa dimasuki.
Tanpa ragu ia memasuki celah seperti lorong sempit tersebut, tak membutuhkan waktu lama untuknya mencapai ujung dari lorong sempit itu.
Hi Shin dikejutkan dengan pemandangan yang ada di depannya.
“Ruangan ini lima kali lebih besar dari ruangan yang kutempati! Selain itu di tempat ini tekanannya sepuluh kali lipat dari ruangan sebelumnya!”
Pandangannya tertuju pada area utara dan timur ruangan.
“Disini terdapat lebih banyak tanaman obat dan banyak tanaman obat yang langka!”
“Kenapa ada tempat seperti ini di bawah tanah, apa mungkin tempat ini dulunya sebuah bangunan yang terkubur sehingga secara tidak langsung alam membuatnya menjadi bagiannya!”
“Karena itulah tanaman-tanaman ini bisa hidup disini dan menyesuaikan dengan kondisi yang tercipta!” ujarnya menyimpulkan.
Dengan rasa penasaran yang besar, Hi Shin pun mencoba memasuki ruangan gua yang seperti aula besar tersebut.
Sesuai dengan dugaannya, tekanan gravitasi yang ada di area tersebut sangat menekan tubuhnya.
Beruntung tubuhnya kini tidak seperti yang dulu, hal ini membuatnya tidak terlalu kesulitan untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru.
Hi Shin menatap ke arah beberapa jatuhan air ke dalam beberapa kolam alami yang tercipta, indra penciumannya dengan cepat bisa menebak aroma aroma tersebut.
“Banyak cairan alami yang dibuat langsung oleh alam! Bahkan batuan yang ada di tempat ini serta gravitasinya telah membuat beberapa mineral menjadi cairan, ini luar biasa!” ucapnya kegirangan.
Tentu saja Hi Shin girang, dengan adanya tujuh kolam alami yang berisikan tujuh cairan berbeda yang dibentuk oleh alam membuatnya bisa melakukan banyak eksperimen untuk membuat ramuan.
Hi Shin akan melangkah. Namun, dengan segera ia mengurungkan niatnya. Raut wajahnya berubah menjadi serius dengan penuh kewaspadaan.
Suara desisan terdengar di telinganya, aroma khas yang mengguar di udara membuatnya menambah kewaspadaan.
Bambu hitam yang tersemat di pinggangnya ia pegang dengan kuat, bersamaan dengan itu, ia fokus memperhatikan sekitarnya.
Tinggal jauh di bawah tanah dengan udara yang tipis dan pencahayaan yang kurang serta kondisi gravitasi yang tinggi tidak hanya membuat perubahan pada tubuhnya saja, indera dan instingnya pun ikut berubah di mana keenam inderanya menjadi lebih tajam dan sensitif berkali-kali lipat.
Wush … swing ….
Puluhan hewan melata menerjang ke arah dirinya, dengan cepat dan sigap Hi Shin mengayunkan tongkat bambu di tangannya untuk menangkis serangan mereka.
Belasan kelabang sebesar tangan orang dewasa merayap di tanah dengan cepat, mereka menyerang dari bawah dengan ganasnya.
Hi Shin mengerahkan kekuatan tenaga dalamnya, sontak hal itu membuat gravitasi yang menekan dan memperlambat gerakan tubuhnya menjadi hilang setengahnya.
Hal itu membuat pergerakannya menjadi lebih cepat dan dapat menangkis serangan yang datang.
Meski begitu, banyaknya serangan dari kelelawar, lipan, kalajengking, dan hewan melata lainnya yang menyerang dari seluruh arah tidak semuanya bisa ia hindari dan tangkis.
Beberapa bagian tubuhnya terkena serangan hewan-hewan tersebut. Hal itu membuat luka di beberapa area tubuhnya, bahkan beberapa di antaranya mulai menunjukan perubahan warna di kulitnya.
“ Selain cepat, hewan-hewan melata sialan ini beracun! Aku harus pergi sebelum tubuhku keracunan sepenuhnya!” batinnya.
Tanpa ragu Hi Shin pun melompat mundur ke arah celah lorong kedatangannya.
Dari sana ia segera berlari menjauh dari tempat tersebut.
Hi Shin menatap ke arah belakang, tampak hewan-hewan melata tersebut masih mengejarnya.
Namun, mereka berhenti mengejar setelah dirinya memasuki ruangan gua pertama.
Hewan-hewan tersebut kembali mundur.
“Sepertinya aroma dari belerang dan juga aura dari beast belut petir membuat mereka tak berani mendekat, syukurlah!” ujarnya.
Hi Shin melihat luka di tubuhnya, beberapa bagian kulit dan dagingnya mulai berubah warna menjadi hitam.
Ia tahu betul jika hal itu menunjukan ia keracunan. Gegas ia berjalan meski tertatih, dari sana ia kemudian mengambil ramuan dan alat alat yang dibuatnya.
Hi Shin menaburkan ramuan obat ke dalam kolam air panas yang biasa dipakainya untuk berendam. Setelahnya, ia menyayat beberapa luka yang didapatnya untuk mengeluarkan darah kotor dan racun yang masuk kedalam aliran darahnya.
Tak lupa ia kemudian menggunakan jarum akupuntur bambunya untuk mencegah penyebaran racun tersebut.
Setelah semua selesai, ia pun masuk le dalam kolam air panas yang mengandung ramuan buatannya.
“Racunnya cepat menyebar, jelas hewan-hewan melata ini mengkonsumsi banyak sumberdaya dari tempat itu!”
“Selain itu, kondisi ruangan gua yang penuh tekanan membuat fisik dan pertumbuhan mereka menjadi lebih kuat berkali-kali lipat!” ujarnya dengan kecut.
Hi Shin mengambil sikap meditasi, ia mengalirkan tenaga dalam ke seluruh tubuhnya untuk mendorong racun keluar dari tubuhnya sekaligus menghentikan korosi dari racun hewan-hewan tersebut.
Tampak kolam air panas tersebut mulai berubah warna menjadi merah kehitaman akibat bercampur dengan darah Hi Shin.
“Tunggu saja pembalasanku!” batinnya penuh tekad.
