Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 2

HAPPY READING

***

Alex kembali menyesap wine nya secara perlahan, ia memandang Nara dan Rikas Ia menarik napas panjang, ia tahu kedua sahabatnya itu tidak kalah terkejutnya mendengar sang ayah akan menikah lagi.

Rikas dan Nara tahu bagaimana ayahnya, umur beliau sudahh 60 tahun, yang harusnya menikmati masa tua, justru malah ingin menikah lagi. Itu perkara yang tidak masuk akal.

Alex mengangguk, “Iya, serius. Buat apa kan gue becanda sama lo berdua.”

Nara menatap Alex, ia hampir tidak percaya dengan ucapan Alex,

“Om Peter mau nikah? Itu seriusan?” Nara mengulangi pertanyaanya jujur ia shock mendengar ini.

“Buat apa gue boong kan.”

“Dario dan Malvyn gimana? Udah pada tau bokap lo mau nikah?”

Alex mengerdikkan bahu, “Mereka lagi di New York. Mungkin, he was told by phone,” ucap Alex.

“Besok papa mau ngenalin calon istrinya sama gue. Jujur ya, gue kesel dengarnya, kalau bokap nikah lagi. Umur bokap udah lewat dari masa pubertas men. Udahlah jangan mikirin nikah, umur segitu waktunya nikmati hidup, makan, jalan-jalan, bukan nikah lagi. This is not a solution for him. Calon istrinya hanya mau incar harta aja. He's stupid!”

“I know, cewek mana yang nggak mau sama bokap lo kan. Yang muda-muda juga bakalan ngantri kali, walau tua sekalipun,” Nara terkekeh.

“Dan tanggapan lo gimana?” Tanya Rikas.

“No coment. Lo berdua tau kan bokap gue gimana,” ucap Alex ia menyesap wine nya lagi secara perlahan.

Rikas meneguk wine nya secara perlahan lalu memandang Alex, “Gue cuma pengen tau, siapa calon istri om Peter. Masih muda nggak? Atau udah janda? Seumuran siapa? Kalau seumuran gue, fix’s itu cuma mau harta bokap lo aja. Kalau janda punya anak, itu namanya numpang hidup dan ngambil keuntungan harta gono gini bokap lo. Dan lo punya adik tiri.”

“Kalau gue pikir, lo jangan egois sih jadi anak. Lo kan nggak selalu sama bokap lo. Lo juga belum bisa menuhi semua kebutuhan bokap lo. Lo nggak tau mau dia apa.”

Alex ingin sekali membantah ucapan Rikas, namun Rikas menepuk bahunya sebelum ia melayangkan protes.

“Tapi, kalau gue jadi lo, gue bakal gagalin pernikahan mereka. Males banget, sama orang yang cuma mau numpang hidup doang,” ucap Rikas.

“Ingat, calon istri bokap lo mau nya cuma numpang hidup enak!”

Otak Alex lalu berpikir sejenak dan memang ucapan Rikas benar adanya. Ia paling tidak suka dengan orang yang hanya mau mengambil keuntungan dari orang lain. Hanya ingin mendapatkan sesuatu tanpa berusaha. Wanita yang dekat dengan ayahnya hanyalah wanita penjilat yang ingin harta sang ayah. Brengsek! Orang seperti itu tidak layak menjadi ibu tirinya.

Rikas menepuk bahunya, ia menatap Alex, “I know you. You have power,” ucap Rikas meyakinkan Alex karena dia memiliki segalanya.

“Kalau lo butuh bantuan ada gue. Gue siap untuk disusahin,” Rikas menyesap wine nya dan tersenyum penuh arti.

Alex tertawa terbahak-bahak ia menyandarkan punggungnya di kursi, ia bisa melakukan segala cara jika ia tidak suka. Ia menatap Nara yang sedang berjoget sambil meneguk beer. Ia beranjak dari duduknya dan menghampiri Nara, wanita cantik itu ada di hadapannya,

“Mau ke floor?” Tanya Alex.

Nara mengangguk, “Oke.”

Alex dan Nara ke floor, mereka bergoyang mengikuti irama music. Alex menatap Nara yang ngedance, wanita itu sangat tau bagaimana caranya bersenang-senang. Ia sudah kerja keras selama ini, kerja dari pagi hingga sore dalam lima hari seminggu.

Nara dan Rikas tidak kalah sibuknya. Rutinitas sangat membosankan, dan itu-itu saja. Lalu yang mereka lakukan tentu saja mengembalikan energy dan semangat muda yang selama ini hilang ditutupi kabut kesibukkan. Mereka orang-orang yang butuh sebuah hal yang melepaskan beban dipunggung.

Alex menatap Rikas yang ikut berdiri, mereka mulai tertawa mereka melupakan beban berat hidup selama ini. Mereka mulai bergoyang, bergerak, menari bersama, ada beberapa pria asing yang mendekati mereka, menikmati suasana kepahitan maupun beban hidup terlupakan.

“Lo lagi dekat dengan siapa sekarang?” Tanya Alex menatap Nara.

“Enggak ada? Kenapa?”

“Tanya doang, lo nggak mau sama bule?” Tanya Alex melirik pria bule yang berada di dekat mereka.

“Enggak dulu deh, kapok dapat bule kere,” Nara terkekeh.

“Lo nggak mau sama Rikas?”

Nara menatap Rikas, ia memperhatikan sahabatnya itu, ia akui kalau Rikas sangat tampan, dia adiknya dokter Steven. Dan Rikas sendiri seorang dokter bedah, ah ya ia sama sekali tidak tertarik dengan pria berprofesi sebagai dokter, sangat membosankan sekali hidupnya.

Nara tertawa, “Lo apaan sih, kayak mau jodohin gue sama Rikas aja.”

“Kalau dipikir-pikir lo berdua cocok?”

Rikas mendengar ucapan Alex, “Kalau gue pacaran sama Nara, gue udah prediksi kalau umur pacaran gue sama dia, cuma seminggu.”

“Lo mau sama gue?” Nara terbelalak kaget.

“Jelas mau lah. Cuma player abis, males. Yang ada sakit hati.”

Nara tertawa, ia bergerak berdansa ke sana kemari di lantai club. Istirahat minum lalu lanjut lagi, diulang sampai ia merasa cukup sudah.

“Minum lagi nggak?” Tanya Alex.

“No, nanti gue mabuk, bisa berabe urusannya,” ucap Nara karena ia tahu batasan kalau sedang minum, ia minum sewajarnya saja.

Akhirnya mereka kembali duduk ke table, Alex melihat beberapa orang melakukan seg di atas meja, dan di pojok-pojok gelap hall. Bahkan di tangga kerap terjadi. Banyak pria-pria di sini mencari teman tidur, wanita-wanita cantik mencari pacar pria-pria tajir mau lokal atau bule. Apalagi rawan dengan transgender predator. Di sini tempatnya para manusia melampiaskan kesenangan. Ah ya apapun bisa terjadi club ini. Prinsipnya hanya satu di sini, have fun and drink responsibly!.

Sejujurnya ia lebih suka ke bar seperti SKYE, Cloud, Lucy in the Skye, Hensin, J. Sparrow’s Bar atau ke Beer Hall, sesekali masih ok eke club ini. Hingga akhirnya mereka mengakhirinya dengan perpisahan di parkiran. Nara dan Rikas sudah ditunggu oleh supir pribadi mereka, sedangkan dirinya membawa mobil sendiri menuju partemen.

Setidaknya bersenang-senang malam ini, ia melupakan sejenak tentang ayahnya yang menikah lagi. Namun ia teringat dengan kata-kata Rikas, bahwa ia lebih baik membatalkan pernikahan itu, dari pada berbagi dengan orang yang hanya mau numpang hidup saja.

Lalu bagaimana sekarang? Apa yang harus ia lakuka terhadap calon istri ayahnya? Bagaimana ia membatalkannya? Rencananya seperti apa yang bagus? Kebanyakan dari mereka memang memanfaatkan kekayaanya saja. Paling parah, tentu memerasnya.

***

Bianca berdehem, kemudian mulai menyendok omelette ke bibir sensualnya. Ia menatap pak Peter dalam diam. Ia sendiri tidak tahu akan berbicara apa, ia hanya memakan setengah dari piringnya, kemudian meminum jus jeruk yang ia sisakan setengah.

Pria di hadapannya ini adalah Peter Milan. Dia adalah seorang pria memiliki perusahaan-perusahaan raksasa di negri ini. Peter Milan memiliki perusahaan maskapai Lion Grup, membawahi beberapa perusahaan maskapai lainnya seperti Lion Air, Wings, Batik, Thai Air dan masih banyak lagi perusahaan yang ia sendiri tidak tahu.

Perusahaanya telah beroperasi tiga negara di Indonesia, Malaysia dan Thailand. Dia memiliki tiga anak Alexander Milan, Dario Milan dan Malvyn. Katanya dua anaknya berada di New York, sedangkan yang ada di Indonesia adalah Alexannder Milan, karena mengurus perusahaan yang ada di Indonesia. Ia tidak peduli tentang anaknya, mereka bisa apa dengan ayahnya? Toh, pria itu sudah jatuh hati kepadanya.

Perusahaan yang dimiliki Peter Milan sangat berpengaruh di negri ini. Hebatnya pria di hadapannya ini berhasil melebarkan sayapnya di berbagai benua dan sangat disegani banyak orang. Yup, semua orang tahu kalau dia adalah duda kaya raya yang usianya terpaut jauh darinya. Ia tidak peduli akan hal itu. Ia juga tidak peduli bahwa pria itu adalah pamannya Felix klien, yang pernah dekat dengannya. Yang ia pikirkan adalah bagaimana cara mendapatkan harta warisan dari pria tua itu untuk masa depannya.

Mungkin ini merupakan hal gila yang pernah ia lakukan sepanjang hidupnya. Ah ya, ia memang sudah gila dan nekat mendekati Peter Milan. Pria tua itu yang memperhatikannya. Ia tersenyum lalu meneguk jus nya lagi dengan tenang.

“Kamu jadi kenalin aku ke Alexander?” Tanya Bianca, ia memperhatikan kuku tangannya yang lentik, kali ini ia mengenakan cat kuku yang senatural mungkin, dan pakaiannya tertutup. Karena semenjak dekat dengan Peter Milan, gaya busananya seketika berubah menjadi lebih sopan.

Bianca tahu kalau konglomerat seperti Peter Milan, tidak suka wanita berpakaian terbuka dan terlihat murahan. Pria itu lebih senang dengan wanita berpakaian klasik yang mewah. Karena kekayaan mereka mendarah daging, ia mengganti semua outfit nya demi mendekati pria itu. Ia juga sering menemani pria itu nonton pertandingan polo di Singapur, bermain golf di sore hari dan acara minum champagne di sailboats. Hidupnya yang awalnya pekerja seg komersial kalangan atas, berubah menjadi wanita estetika para konglemerat.

Bianca melihat jam melingkar di tangannya. Jam tangan ini adalah pemberian Peter dengan merek Hublot 361.PX, jam tangan kokoh nan mewah dengan warna biru gelap yang dilapisi satin dan emas 18 karat, kaca jam terbuat dari safir anti gores dan anti silau. Strapnya terbuat dari bahan kulit buaya berkualitas dengan deployment buckle. Ada 36 diamond dengan masing-masing 1.30 karat. Ini adalah jam incarannya sejak lama, dan ia mendapatkan dengan cara cuma-cuma. Harganya sangat fantastis, jika ia beli sendiri ia harus menabung beberapa bulan hanya untuk mendapatkan ini, itupun ia harus irit. Jam itu menunjukkan pukul 15.20 menit.

Peter menatap Bianca, wanita berparas cantik itu adalah calon istrinya. Mereka sudah dekat dua bulan belakangan ini, wanita itu menemani hari-harinya. Akhirnya ia memantapkan diri untuk mempersunting wanita itu. Umur mereka terpaut jauh, namun tidak menghalangi cinta mereka.

Bianca tersenyum, “Alexander anak pertama kamu?” Tanya Bianca, karena kemarin Peter pernah berdiskusi dengannya bahwa dia akan mengenalkan dirinya kepada Alexander.

“Iya.”

“Di mana dia sekarang?” Tanya Bianca berusaha tenang.

“Sebentar lagi tiba di sini.”

Bianca menarik napas, ia sebenarnya tidak tahu akan melakukan apa. Dalam pikirannya ia sama sekali tidak pernah berniat untuk berkenalan dengan salah satu anak Peter, karena bisa jadi anak-anaknya Peter mengusik hubungan yang ia jalin dengan Peter. Karena ia tahu kalau tidak semua anak menerima hadirnya. Mereka terlihat lebih berlogika.

“Itu dia sudah datang.”

Bianca lalu mengalihkan pandanngannya ke depan. Bahunya seketika merosot menahan beban yang ia sadari ia tahan. Ia reflek berdiri menatap seorang pria bermata elang di sana. Jujur tidak ada satu pria manapun yang mampu mengintimidasinya. Pria itu bahkan tidak berkata apa-apa. Yang ia tahu bahwa pria itu adalah Alexander, anak pertama Peter Milan. Satu hal lagi, aroma tubuh pria itu sangat khas gabungan wangi rempah-rempah dan tembakau dengan sentuhan warm spicy. Hingga dia terlihat sangat misterius. Oh No! Aroma itu mendominasi pikirannya.

“Hai pa, maaf telat tadi macet di jalan,” ucap Alex.

“Tidak apa-apa, Al.”

Peter melirik Bianca yang ada di sampingnya, “Alex perkenalkan ini Bianca, calon istri papa,” ucap Peter.

Alex tersenyum, ia mengulurkan tangannya kepada wanita itu, “Hai saya Alexander.”

Bianca sempat ragu, jantungnya berdegup dengan kencang, ia mau tidak mau menyambut uluran itu. Tangan terasa hangat, seperti ada aliran listrik menjalar di tubuhnya,

“Saya Bianca.”

“Senang bekenalan dengan anda.”

“Saya juga,” Bianca lalu melepaskan tangannya buru-buru namun pria itu menahannya. Mereka saling menatap satu sama lain, dan Bianca dengan cepat menariknya.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel