Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bagian 1 : Setelah Tujuh Tahun Pernikahan?

"Terkadang, kita perlu egois, untuk menjaga kewarasan." ~ Radza

***

Amerika, 2018.

Aku terduduk di balkon kamar, sambil mencoba melukiskan pemandangan malam hari dengan kuas kecil kesayanganku, kurasakan angin malam yang terus menyeruak masuk dan menembus pori-pori kulitku, sangat dingin.

Suara handle pintu yang didorong membuyarkan fokusku, kulirik dia yang masuk ke kamar, dengan setelan lengkap baju kebangsaannya. Shaka Malik, suamiku, seorang pilot. Entah sudah berapa lama dia pergi, yang pasti aku sama sekali tidak merindukannya. Bahkan jika dia pergi untuk selamanya, mungkin aku juga tidak akan mencarinya.

Lelaki itu langsung masuk ke kamar mandi, tanpa melirik apalagi menyapaku. Senyum manisnya adalah hal yang mustahil untuk aku dapatkan.

Dengan malas, kuletakan kuas yang dari tadi hanya aku pegang, sama sekali tidak ada ide untuk melukis. Apalagi setelah melihat wajah lelaki itu, imajinasiku seolah buram dan menghilang tak berbekas.

Beranjak perlahan untuk menutup jendela, kulirik bulan purnama pada malam ini, sangat terang dan indah. Aku tersenyum samar, lalu berjalan gontai ke arah ranjang, merebahkan diri di sana dan menutup keseluruhan tubuhku dengan selimut bulu kesukaanku.

"Aku tau, kamu belum tidur." Ranjangku bergerak, dan sudah sangat bisa ditebak pasti lelaki itu ikut bergabung bersamaku. "Bangun, Radza," ujarnya menggoncang kasar bahuku, aku memejamkan mata erat. Malas sekali berurusan dengan lelaki yang sudah resmi menjadi suamiku, kurang lebih tujuh tahun lamanya.

"Aku menginginkanmu malam ini, apa kamu tidak mau?" tanyanya menggoda, aku tau itu adalah sebuah perintah bukan pertanyaan. Maka dengan cepat aku bangkit dari ranjang, lalu menarik paksa gaun malamku hingga terlepas.

"Cepatlah, aku sedang lelah dan tidak ingin berlama-lama," ketusku sambil menarik selimut, untuk menutupi tubuh setengah telanjangku.

"Sepertinya, kamu sedang tidak ingin?" Lelaki itu ikut masuk ke dalam selimut, membelai lembut permukaan wajahku lalu mengecupnya perlahan. "Sayang," ujar Shaka disela-sela cumbuannya, tetapi tidak kupedulikan.

"Ayolah Radza, jawab aku, apa kamu tidak ingin bercinta malam ini?" tanya Shaka setengah berbisik. Aku hampir saja menjerit, saat gigitan itu bersinggah di daun telingaku, tapi syukurlah hal itu bisa kutahan dengan cepat. "Radza," lanjut Shaka, kugigit kuat bibirku untuk menahan suara laknat yang hampir saja kembali kulantunkan. Kuremas kuat seprei saat permainan shaka semakin menjadi. "Lanjut atau tidak, Sayang? Aku merasa kamu sedang tidak ingin."

"Lakukan cepat yang kamu inginkan,  jangan banyak bertanya! Aku sedang ingin atau tidak itu bukan urusan kamu, karena nyatanya kamu tetap akan melakukanya, bukan?" kesalku sambil mendorong kuat tubuh kekarnya, membuat lelaki itu malah tertawa keras.

"Kamu sudah tidak sabar sepertinya." Shaka kembali mendekat, menghapus jarak di antara kami berdua, kupejamkan mataku, tidak ada kenikmatan apa pun yang akan kudapatkan malam ini, percayalah.

"Keluarkan di luar Shaka, aku tau kamu tidak memakai pengaman!" teriakku lebih mirip erangan, lelaki itu tidak pernah mau menjawab, tapi anehnya dia selalu menurutinya.

*

"Shitt, di mana bajuku?" umpatku sebal sambil membenarkan selimut bulu yang menutupi tubuh polosku. "Benar-benar gila dia tadi malam, seperti tidak pernah kulayani saja." Kulirik lelaki disampingku, yang masih setia memejamkan matanya.

"Aku mendengarnya, Radza." Suara itu? Peduli setan, dasar iblis!

Next? Wkwkkw

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel