Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 15: SEANDAINYA PACARAN

Jam perkuliahan sore hari sudah berakhir, namun pesan yang disampaikan oleh Susan membuat Steffi naik darah. Seharian ini dia memang mencari Marvin, karena yang ia tahu Marvin akan ada kelas hari ini, sehingga ini waktu yang tepat untuk memberi pelajaran pada laki-laki itu. Tapi, sepertinya Marvin tidak terlihat dimana-mana, namun Susan mengatakan jika Dewa, Angga, Radit menunggunya di bagian belakang kampus, mereka juga sudah bersama Marvin dan kedua temannya yang sudah merekam Steffi dan Marvin kemarin.

“Stef, lo beneran mau sendiri ke sana?” Tanya Fita, memang Fita dan Lulu sudah diceritakan tentang insiden kemarin, dan itu membuat keduanya menjadi kasihan sekaligus takut jika terjadi sesuatu yang buruk lagi pada sahabat mereka.

“Iya, bahaya kalau kalian ikut.” Jawab Steffi.

“Gue temenin ya.” Ucap Susan.

“Lo bertiga langsung balik aja,”

“Gue lagi gak bawa mobil, jadi takdir kayaknya, kita harus temenin lo.” Kekeh Susan.

“Idih sejak kapan lo pada jadi gini? Ha? Jadi manja sama gue gini? Gue gapapa kok, lagian kan ada trio senior itu, gak mungkin lah mereka ngebiarin sesuatu yang buruk terjadi sama gue yang menggemaskan ini.” Steffi mengibaskan rambutnya yang berwarna kecoklatan.

“Kabarin kita terus ya.”

“Bye… take care kalian, love you The Pinkers.”

“Perasaan tadi dia marah-marah deh sepanjang hari, kok sekarang bisa berubah seneng.”

“Nih ya lo pada masih gak peka juga, dia kan mau ketemu dewa penyelamatnya, masih aja nanya.” Ucap Susan kemudian melangkah pergi menyusul Steffi, Lulu dan Fita terkekeh menyadari mereka berdua baru paham akan suasana hati Steffi yang bisa langsung berubah hanya karena Dewa.

“Eh Susan, lo mau kemana?” tanya Fita.

“Ngikutin Steffi.”

“Maksudnya Susan juga suka sama Kak Dewa ya, Fit?” Tanya Lulu.

“Lah iya kali ya? Kok jadi saling tikung sih?” Keduanya menggaruk kepala mereka, karena semakin bingung.

*******

Mata Steffi tajam menatap Marvin yang saat ini tengah dalam pengawasan Dewa dan kedua sahabatnya, gadis itu langsung maju dan menampar Marvin.

“Bajingan! Brengsek! Otak lo dimana? Lo pikir semua cewek pantas diperlakukan kayak gitu? Ha?! Jawab gue!” teriak Steffi. Marvin sama sekali tidak melawan, Steffi maju dan meraih kerah baju Marvin dan menamparnya sekali lagi sampai laki-laki itu tersungkur.

“Gue minta maaf.” Hanya itu yang keluar dari mulut Marvin.

“Kalo Dewa gak menghentikan lo semalam, maaf dari lo gak cukup untuk kembaliin kehormatan gue, maaf dari lo gak cukup buat gue gak trauma, dan maaf dari mulut seorang bajingan gak akan pernah bisa diterima!” air mata Steffi perlahan mulai menetes, sakit hatinya begitu dalam, ia memang suka berpakaian seksi, tapi ia tidak semestinya diperlakukan seperti semalam.

“Gue cuman tertarik sama lo, jadi itu bentuk gue mengungkapkan perasaan.”

“Brengsek!” Steffi kini mengepalkan tangan dan mengayunkannya ke perut Marvin. “Itu sama aja lo ngerendahin perempuan, lo punya mama? Lo punya kakak atau adik cewek? Apa lo percaya karma? Kalo lo tau itu semua, gak seharusnya lo punya pemikiran rasa sayang diungkapkan dengan cara paling rendah kayak gitu.”

“Sekarang gue minta, lo bersumpah gak akan pernah melakukan hal keji kayak gitu ke perempuan manapun!” seru Steffi.

“Gue…gak bisa…”

“Bajingan!” teriak Steffi sambil menampar Marvin lagi, namun Marvin justru ingin membalas Steffi dengan mendorong gadis itu, baru saja Dewa akan maju untuk menepis tangan Marvin, tangan Steffi justru kini lebih cepat menangkisnya, gadis itu sedang dalam posisi sangat marah, ia tahu apa yang akan Marvin lakukan, pasti laki-laki itu ingin menghindar dan kabur.

“Jangan pernah lo sentuh gue! Cepat lu bersumpah! Laki-laki yang dipegang perkataannya, kalau lo ingkar, lo banci.” Ketus Steffi sambil menggenggam erat tangan Marvin bahkan sampai laki-laki itu merintih.

“Gue gak akan pernah memperkosa perempuan manapun, gue bersumpah.” Marvin mengangkat tangannya membentuk dua jari, setelah itu Steffi melepaskan cengkraman kuatnya.

“Lo boleh pergi, awas lo macem-macem lagi!” Marvin baru saja akan beranjak pergi dan memberi perintah pada dua orang temannya untuk segera pergi.

“Eh… lo berdua cepat minta maaf juga!” seru Dewa.

“Stef, kita minta maaf.” Ucap kedua orang itu bersamaan, Steffi mengangguk. “Lo berdua kalau udah tahu perintah dia gak bener jangan diikutin, emang lo masuk neraka mau barengan? Ha?!” Steffi menatap tajam keduanya.

“Sorry sekali lagi.” Setelahnya mereka bertiga lari.

“Ah dasar lo pada pecundang, dari dulu gak pernah bisa menang dari Dewa.” Kekeh Radit membanggakan sahabatnya itu.

‘Bugh’

Tak lama ada suara barang jatuh, saat dilihat ternyata Marvin menabrak Susan yang ada dibalik tembok. Angga menajamkan matanya untuk melihat, ternyata dugaannya benar, itu Susan, laki-laki itu langsung menghampiri Susan.

Angga mengambil buku Susan yang terjatuh, rupanya ada selembar kertas yang mencuat dari buku itu, samar Angga melihat gambar rambut dan wajah seseorang namun hanya terlihat sampai bagian mata. Susan segera mengambil buku dan kertas itu.

“Lo gapapa?” tanya Angga.

“Gapapa, makasih kak.”

“Kalau lo jago gambar harusnya masuk DKV?” kekeh Angga, Susan tersenyum, ia hanya hobi saja dengan hal berbau seni, sebetulnya cita-cita utama Susan adalah Public Relation dari suatu perusahaan, itu mimpinya sedari kecil.

“Susan!” seru Steffi melambaikan tangan, setelahnya Susan berlari ke arah sahabatnya itu.

“Lo gapapa kan? Sok-sok an tangkis si Marvin lagi.” Susan menyindir Steffi.

“Sahabat gue khawatir banget nih ya?” Steffi terkekeh, setelahnya menatap Dewa.

“Makasih ya trio senior buat bantuannya dari kemarin sampai sekarang, gue janji gak akan nyusahin kalian lagi, gue sama Susan izin balik duluan ya.” Steffi melambaikan tangan disusul Susan.

“Hati-hati kalian,” Radit dan Rangga membalas lambaian tangan kedua perempuan itu, sedangkan Dewa hanya mengangguk.

*******

Menampar Marvin ternyata cukup menguras energi Steffi, sehingga ia langsung menghempaskan dirinya di sofa, menghela nafas panjang, sembari membayangkan wajah Dewa yang dingin. “Kenapa sih itu cowok gak ada luluh-luluhnya…”

“Gue udah nyerah ngajak dia ke pesta Citra, gue udah gak peduli kalau mereka mau merendahkan gue dengan segala macam hinaan… gue pasrah! Gue udah gak punya jalan keluar dan alternatif!” teriak Steffi frustasi sambil mengusap wajahnya.

“Sekarang apa alasan yang bagus untuk setidaknya membuat gue gak kelihatan bohong dan bodoh banget?” Steffi bertanya pada dirinya sendiri.

Tak lama terdengar suara ketukan pintu. “Bi, ada tamu.” Teriak Steffi, namun sepertinya ia baru sadar kalau tidak ada orang dirumah ini, jadi dengan malas ia berjalan menuju ke pintu utama dan membukanya.

“Kak Steffi, kakak udah pulang?” tanya Elsa, yang sekarang membuat Steffi terkejut dan penuh selidik adalah laki-laki disamping Elsa.

“Lo siapa ya?”

“Kakak…” rajut Elsa memberi kode.

“Oh iya… Elsa pernah cerita… ayo kita masuk.” Steffi mempersilakan, Elsa senang Steffi bersikap baik.

“Oh ya, ada apa nih?” tanya Steffi langsung pada intinya.

“Mau belajar bareng.” Ucap Elsa, Steffi menatap laki-laki berkulit putih berkacamata itu dengan tatapan menyelidik.

“Perkenalkan kak, nama saya Fian, saya teman kelasnya Elsa.”

“Gue Steffi, kakaknya Elsa, jadi lo sama adek gue cuman temenan? Gak lebih gitu?” tanya Steffi membuat Elsa dan Fian kaget, dengan segera Elsa menyenggol kaki Steffi.

“Ya kan gue tanya doang, lagian gue pengen Elsa dapet cowok yang beneran sayang sama dia dan yang pasti harus bisa menjaga dia, kalau cuman buat main-main sih, ngehajar cowok yang modelan kayak gitu udah hobi gue.” Steffi betul-betul ingin tertawa melihat wajah sepasang remaja yang sedang jatuh cinta ini merah padam.

“Jadi lo temen doang sama adik gue?” Steffi kembali menatap tajam Fian.

“Saya suka sama Elsa, kak, cuman belum sampai menyatakan perasaan.” Ucapan Fian tadi membuat Steffi melebarkan mata, ternyata laki-laki ini benar-benar menyukai adiknya.

“Oke, good boy, lo udah berani ngomong jujur, gue hargain, tapi yang tadi kan lo udah nyatain perasaan lo yang sebenarnya, maksud lo itu lo mau nyatain cuman ke Elsa, berdua aja gitu ya?” tanya Steffi makin menyelidik membuat Elsa jengah.

“Iya kak, maaf sebelumnya kalau saya lancang barusan.”

“Gue larang lo ketemu sama Elsa lagi.” Ucap Steffi tiba-tiba sampai membuat Elsa dan Fian kaget.

“Jangan kak!” seru mereka bersamaan, kemudian Steffi tertawa puas.

“Ya ampun lo berdua nih terlalu serius, gue cuman bercanda kali, yaudah lo berdua belajar yang bener, jangan modus ke adek gue ya Fian! Jangan macem-macem lo berdua! Mata Tuhan memantau dari surga.” Kekeh Steffi setelahnya beranjak naik melalui tangga.

“Bye dedek-dedek…” Steffi melambaikan tangannya.

“Remaja…remaja…” Steffi menggelengkan kepalanya, kemudian menyadari satu hal, ia kembali harus menelan kekalahan lainnya dari Elsa, adiknya terlebih dulu menemukan pasangan sebelum dirinya, sungguh memilukan, bukan karena tak ada yang mau dengan Steffi, hanya tak ada satupun yang tulus, entah hanya ingin tubuhnya, hartanya, popularitas nya, semuanya membuat Steffi muak, maka ia hanya menjadikan semua laki-laki itu sebagai penggemar-penggemarnya, yang hanya bisa berkencan dengannya dalam hitungan hari atau paling lama mingguan, tanpa status atau kejelasan, hanya untuk menemani kesendirian dan kesepiannya saja, tak lebih.

*******

Jam tangan berwarna gold telah menggantung indah dan sempurna ditangan Steffi, malam ini ia terlihat sangat cantik dengan dress formal berwarna baby blue. “Kak!” seru Elsa dari luar pintu kamar Steffi.

“Ya sebentar, ini tinggal ambil tas doang.” Steffi mengambil tas berwarna salemnya kemudian membuka pintu kamar.

“Mentang-mentang bawa pacar aja minta di make up yang beda gitu.” Steffi sungguh bangga dengan hasil riasannya, satu jam yang lalu Elsa meminta kakaknya itu untuk mendandaninya, jadi Steffi membuat Korean look yang tampak sempurna di wajah Elsa.

“Cantik kan?” Elsa memutar tubuhnya, memamerkan dress berwarna ungu muda yang ia kenakan beserta heels berwarna abu-abu.

“Iya cantik, yuk buruan, nanti telat.” Steffi segera menggandeng adiknya kemudian menuruni tangga.

Di ruang tamu sudah tampak Fian dengan setelan tuxedo abu-abu gelapnya. “Malam kak.”

“Malam Fian, aduh kalau tadi lo gak nyapa, gue udah kirain lo cowok Korea yang nyasar ke sini tahu gak?” kekeh Steffi, kemudian Elsa dan Fian ikut tertawa.

“Yauda yuk ke mobil.” Ajak Steffi kemudian ia sadar.

“Astaga, kuncinya ketinggalan di kamar, bentar gue ambil, kalian duluan aja ya.” Steffi segera melangkah menaiki tangga.

Dengan cepat Steffi mengambil kunci motornya, matanya melirik ke arah tuxedo Dewa yang baru saja selesai di laundry dan menggantung di kamarnya. Andai saja Dewa mau menemaninya malam ini, pasti semuanya akan tampak menyenangkan, ia tidak perlu menjadi perempuan paling menyedihkan nanti ketika Neneknya dan Citra tahu bahwa ia berbohong.

Tak mau meratapi kesedihannya lagi, ia segera menutup pintu kamar dan dengan langkah hati-hati menuruni tangga, dan akhirnya sampai ke pintu utama rumahnya. “Bi, saya dan Elsa pergi dulu ya.”

“Hati-hati non nyetirnya.”

“Makasih bi.”

“Kak Stef! Kakak yakin gak ngajak Kak Dewa?”

“Gak usah ngeledek, udah diceritain, Dewa tuh kalau udah nolak ya di tolak, gak mungkin berubah tuh jawaban udah kayak prinsip hidup, udahlah cepet masuk mobil, nyetir pakai heels lebih susah tahu, bisa-bisa kita telat.” Steffi segera berjalan menuju mobilnya.

“Tapi kayaknya kakak berhasil ngajak Kak Dewa sampai mau deh.” Elsa segera memanggil seseorang dari balik mobil.

Muncullah Dewa yang mengenakan tuxedo hitam dengan warna putih di beberapa bagian yang menampilkan kesan mewah. Steffi dan Dewa saling bertatapan, gadis itu tak percaya kalau Dewa datang, malam ini, laki-laki itu mau menemaninya ke pesta Citra? Apakah ini mimpi lagi? Apakah ini keajaiban lainnya yang Tuhan berikan untuknya? Apa mungkin Tuhan mengirimkan Dewa untuk selalu menjadi penolong dan pelindungnya?

“Malam semua, maaf jika saya terlambat.” Satu kata dari Dewa mampu membuat Elsa hanya bisa menatap kakaknya dan Dewa bergantian, lalu ia tersenyum. Sedangkan Steffi masih terpaku, ia masih tidak percaya akan kehadiran Dewa yang berkali-kali lipat lebih tampan.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel