Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 4 - Cinta yang salah

"Bitha!"

Gadis itu menoleh ke arah suara yang sangat dikenalnya, yaitu, Reno—pacarnya. Sore itu, sepulang dari kampus, rupanya laki-laki itu mencegatnya di pintu gerbang utama, karena setelah insiden permintaan ibu yang cukup berat, Tsabitha berusaha menghindar dari Reno dan tidak ingin menghubunginya lagi. Hal ini tentu saja membuat sang pacar heran dan penasaran dengan sikapnyaa yang tiba-tiba berubah 180 derajat, karena saat pertemuan mereka yang terakhir kali di mall Taman Angsa, semuanya baik-baik saja, tidak ada pertengkaran di antara mereka. Waktu itu hubungan mereka malah lagi mesra-mesranya, bahkan Reno sudah merencanakan untuk melamar Tsabitha menjadi istrinya.

"Tsabitha Humaira Halim!"

Reno selalu begitu, selalu memanggilnya dengan nama lengkap kalau gadis itu tidak menggubris sama sekali. Sama seperti sore ini, Tsabitha berusaha menghindar dan semakin mempercepat langkahnya agar laki-laki itu tidak bisa mengejarnya. Namun, sial baginya karena hari ini mobil hitam kesayangannya harus masuk ke bengkel untuk diservice, alhasil dia tidak bisa menghindar dari laki-laki itu dengan mudah. Reno pun berhasil menangkap gadis itu dengan cepat di pinggir jalan.

Dicengkramnya tangan Tsabitha dengan begitu kuat, saat gadis itu berusaha untuk memberontak. Sementara beberapa orang yang lalu lalang di sana, merasa heran dan hanya memperhatikan mereka berdua dengan rasa penasaran.

"Kamu ini kenapa sih? Apa salahku? Sampai-sampai kamu menghindari aku seperti ini? Ada apa, Sayang? What's wrong with you?"

"Aku nggak papa, semuanya baik-baik aja!” sahutnya ketus, “aku cuma nggak pengin aja ketemu lagi sama kamu!" Kening Moreno berkerut ke tengah, mendengar jawaban pacarnya yang begitu pedas. Tidak biasanya Tsabitha bersikap seperti ini. "Aku rasa ... hubungan kita cukup sampai di sini saja!"

"Tunggu! Apa kamu bilang ...?"

"Pleasee, Mas ... lepasin tanganku, nggak enak dilihat orang banyak, apa kamu nggak malu dilihatin sama mereka?" Gadis itu berusaha membujuk Reno sambil terus berusaha melepaskan cengkraman di tangannya yang cukup membuatnya meringis kesakitan.

"Buat apa aku malu? Aku nggak melakukan kesalahan! Jadi buat apa aku malu? Aku cuma ingin mencari jawaban, kenapa kamu menghindariku? Dari kemarin aku telpon, nggak diangkat, aku kirim pesan ... nggak juga kamu balas, ada apa sama kamu? Nggak biasanya kamu begini, Sayang? Bilang ke aku!" sahut Reno kesal.

"Aku ‘kan sudah bilang tadi, kalau aku nggak mau ketemu sama kamu lagi!" sela Tsabitha cepat sambil terus berusaha melepaskan tangannya dari cengkraman laki-laki itu.

Moreno menyeringai sinis seraya berkata, "Kamu ini aneh! Memangnya ada apa? Nggak ada hujan nggak ada badai, tiba-tiba minta putus! Aneh kamu ini! Apa yang salah dengan hubungan kita berdua?" Gadis itu hanya terdiam sambil terus berusaha melepaskan cengkraman tangan sang pacar yang begitu kuat dan keras. "Okay, fine! Baiklah ... kalau kamu nggak mau bilang, aku akan teriak biar semua orang yang ada di pinggir jalan ini denger teriakanku dan penasaran sama kita berdua, bagaimana?"

Tsabitha benar-benar merasa kesal dengan ulah Moreno, karena laki-laki itu begitu keras kepala, sama seperti dirinya. Semua ucapannya yang memang tidak memberikan penjelasan apapun, benar-benar tidak gubris Moreno sama sekali, karena laki-laki yang mengenakan setelan kemeja, jas dan celana kain itu butuh jawaban yang pasti bukannya yang menggantung seperti ini. Lama mereka terdiam sambil saling memandang satu sama lain dengan perasaan kesal. Moreno kesal karena Tsabitha tidak membiarkan dirinya tahu apa yang sebenarnya terjadi, sementara gadis itu sendiri juga kesal sama Reno karena dia tidak bisa menceritakan apa yang dirasakannya saat ini, rasanya berat untuk mengungkap semuanya, dan ketika laki-laki itu mulai berulah hendak membuka mulutnya.

"Tunggu! Tunggu dulu! Baiklah, aku akan menjelaskan semuanya, tapi nggak di sini!"

"Okaay, kita memang harus pergi dari sini sedari tadi!"

Bergegas Moreno menggeret tangan Tsabitha yang masih dicengkramnya dengan begitu kuat, mereka berdua lalu meninggalkan tempat itu dan berjalan ke arah mobil Reno yang diparkir di tepi jalan. Setibanya di sana, laki-laki itu segera memintanya masuk ke dalam mobil lalu mulai melajukan mobilnya dan meninggalkan tempat tersebut. Sepanjang perjalanan keduanya hanya terdiam, ada keheningan dan jeda di antara mereka berdua dengan pemikiran mereka masing-masing. Moreno benar-benar kesal dengan sikap Tsabitha yang membuatnya penasaran, sementara gadis itu sendiri juga bingung, apa yang harus dikatakan ke pacarnya ini nanti?

Hingga akhirnya Moreno melajukan mobilnya ke arah pantai dan menghentikan mobil itu di bibir pantai begitu mereka tiba di sana. Sore itu suasana pantai sedikit lengang, tidak banyak orang yang datang ke sana untuk sekedar menikmati embusan angin pantai yang sejuk sepoi-sepoi atau melihat sunset yang cantik yang turun petang ini. Sesaat laki-laki itu menghela napas cukup dalam, sebelum keluar dari mobil, semburat senja mulai terlihat di sebrang sana, gradasi warna perpaduan warna kuning, merah, orange dan biru terlihat begitu indah.

"Sekarang, bilang sama aku, apa yang sebenarnya terjadi, Bi?"

Tsabitha mengendikkan bahunya ke atas seraya berkata, "Aku sendiri, nggak tahu harus memulai dari mana? Aku bingung,” sahutnya lirih, “aku hanya ingin mengakhiri hubungan kita berdua." Nada suara gadis itu terdengar pilu sambil mengalihkan tatapannya ke luar jendela ke seorang nelayan yang sedang mendorong perahunya ke tengah laut.

"Kamu sadar bilang seperti itu?" tanya Reno heran sambil meremas tangannya lembut.

"Iyaa aku sadar, Mas! Aku waras dan aku nggak gila ataupun setres!" sahutnya kesal sambil melepaskan dan mengibaskan genggaman tangan laki-laki itu begitu saja. Moreno jadi semakin bingung, tidak biasanya gadisnya ini bersikap seperti ini. Tsabitha yang dikenalnya selama mereka pacaran setahun ini adalah seorang gadis yang manja dan periang, meskipun kadang sifat judesnya sering muncul, tapi selalu ada alasan dibalik itu semua. Namun, kali ini sifat judesnya bener-bener tidak beralasan.

"Tapi kenapa, Bi? Apa yang salah dengan hubungan kita?"

"Sejak awal hubungan kita memang sudah salah! Seharusnya kita nggak memulai hubungan ini! Seharusnya aku nggak jatuh cinta sama kamu!"

"Kenapa memangnya? Lihat aku! Tatap mataku!" tukas Reno tegas sambil memegang kedua pipi gadis itu dengan kedua tangannya, memaksa Tsabitha untuk menatap mata elangnya yang selalu membuatnya luluh. "Kamu tahu ‘kan ... seperti yang sering aku bilang ke kamu dulu, aku jatuh cinta sama kamu sejak pandangan yang pertama. Love at the first sight! Waktu ayahku menunjukkan fotomu, waktu aku mau balik ke Indonesia, apa itu salah?" tanya Moreno sambil menatap kedua bolamata gadisnya yang bulat, lekat-lekat. "Cinta ini nggak salah, Bi. Cinta bisa terjadi sama siapa saja dan kapan saja, cinta itu nggak pernah memilih. Aku cinta sama kamu, Tsabitha Humaira ... karena aku memang mencintai kamu dari hati."

Tsabitha mengusap ujung matanya yang berair sambil menatap mata elang pejantannya yang tajam seraya berkata, "Cinta memang nggak salah, tapi kamu salah orang. Seharusnya bukan aku yang kamu cintai, Ren" sahutnya lirih sambil melepaskan kedua tangan laki-laki itu di pipinya.

"Apa maksudmu ...?"

Moreno jadi semakin penasaran dan nggak ngerti dengan arah pembicaraan Tsabitha, sementara gadis itu hanya bisa terdiam, rasanya berat untuk mengungkap semua ini. Dikumpulkannya semua keberanian untuk mengatakan semuanya ke laki-laki yang sangat dicintainya yang telah menjadi belahan jiwanya selama setahun ini.

“Sejak awal, dua tahun yang lalu, kedatanganmu ke Indonesia memang sudah direncanakan, selain untuk urusan bisnis keluarga kita.” Tsabitha akhirnya mulai memberanikan diri untuk mengurai permasalahan mereka satu per satu.

“Aku tahu itu! Aku kembali ke Indonesia memang untuk menjalankan bisnis Ayah yang ada di sini, karena sejak kuliah hingga aku ambil S2 di London, aku lebih fokus magang di perusahaan orang lain dan kerja di sana juga," ucap Moreno sambil menghela napas dalam, "hingga akhirnya, Ayah merasa sudah saatnya aku peduli dan fokus ke bisnis keluarga, makanya aku datang ke sini!” lanjutnya dengan kedua bolamatanya yang tak lepas menatap sang kekasih.

“Itu aku tahu, tapi masih ada rencana yang lain yang disiapkan untuk kamu--...”

“Apa itu ...?" sela Moreno cepat, "Bitha, bilang ke aku! Nggak usah muter-muter terus kayak gini, jangan bikin aku penasaran, Sayang!” ujar laki-laki itu lagi dengan gayanya yang manja, sambil mencondongkan tubuhnya ke arah Tsabitha dan berusaha mencium pipinya. Namun, gadis itu segera mengelak, menghindari ciuman Moreno.

Laki-laki itu jadi semakin penasaran. Apa permasalahan mereka begitu berat? Sampai-sampai Tsabitha menolak ciumannya yang selalu didambakan gadis itu selama ini? Bahkan kalau boleh jujur, Tsabitha suka sekali berlama-lama saling memagut bibirnya dengan bibir Moreno yang berwana merah muda. Dia bilang kalau bibirnya manis, seperti permen, makanya dia suka berlama-lama bermain dengan bibir sang kekasih.

“Kedua orang tua kita sebenarnya sudah merencanakan perjodohanmu ....” Moreno kaget ketika Tsabitha kembali bersuara, gadis itu lalu kembali terdiam.

“Per–jo–do–han? Perjodohanku sama siapa?”

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel