Bab 14 Bersembuyi
Bab 14 Bersembuyi
Sarman mengusap-usap kedua matanya sembari menguap beberapa kali, kini ia sudah terbangun dari tidurnya. Sejenak, Sarman meregangkan otot-otot punggungnya karena tempat ini sangat tidak nyaman apabila digunakan sebagai tempat beristirahat. Bahkan, tengkuk Sarman sempat digigit oleh sekumpulan semut merah yang meninggalkan rasa perih luar biasa. Juga, ada seekor ular yang melintas di dekat penumpang lain yang membuat sedikit keributan sehingga Sarman tidak tidur nyenyak.
Terdengar suara rintihan bayi yang semakin lama semakin kencang hingga membangunkan penumpang lainnya yang tengah tertidur. Sarman langsung melihat ke bayi tersebut yang ternyata masih dalam dekapan Elisa, perempuan yang tadi diselamatkan oleh Sarman.
"Apa dia baik-baik saja?" tanya Sarman sembari ikut menenangkan bayi tersebut.
"Sepertinya dia haus," ujar perempuan itu dengan raut wajah kebingungan. Penumpang lainnya juga berusaha menenangkan bayi tersebut namun sepertinya hanya Ibunya-lah yang dapat menenangkan si bayi. Hingga, bapak yang semulanya duduk di samping Sarman menyarankan untuk mencari makanan atau minuman di sekitar bus.
Sarman merentangkan salah satu tangannya ke langit, ia tengah memastikan apakah masih hujan atau tidak. Ternyata, langit mendung sudah pergi dan hujan sudah berhenti membasahi bumi. Dengan begini Sarman bisa kembali menyusuri bangkai bus, mungkin di sana ia bisa mendapatkan makanan atau barang yang berguna.
Di tengah jalan, langkah Sarman sempat terhenti karena salah satu telapak kakinya menginjak sesuatu yang lengket. Seperti tanah yang basah akibat hujan bercampur dengan darah para korban yang telah tewas. Sontak, Sarman bergidik ngeri lalu melanjutkan langkahnya tanpa memerdulikan kedua kakinya yang kotor.
Sarman berhenti di dekat jendela bus yang telah rusak. Di sana, Sarman sedikit terkejut setelah menemukan supir bus yang masih duduk di belakang kemudi dalam keadaan sudah tidak bernyawa. Mungkin ia tewas karena benturan yang sangat keras atau salah satu bagian tubuhnya terjepit palang besi. Sarman memalingkan muka dari mayat si supir tersebut. Jujur saja, berjalan di antara mayat-mayat yang tak dikenal cukup membuat Sarman merinding apalagi pada tengah malam seperti ini. Ia tidak bisa membayangkan kalau tiba-tiba mayat tersebut bangun dan memanggil-manggil namanya.
"Permisi, Pak. Jangan bangun ya, saya tidak mengganggu." Sarman melangkahi mayat supir bus ini untuk mengambil sebuah perban dan tas yang tergeletak di dalam bus. Sarman langsung lari terbirit-birit setelah mendapatkan tas berisi air mineral dan beberapa baju, entah milik siapa.
Ketika Sarman kembali ke pohon tempatnya berteduh, ia segera membongkar isi tas tersebut bersama penumpang selamat lainnya. Sarman memberikan sebotol air mineral kepada Elisa, dan menyuruhnya untuk meminumkan ke si bayi.S edangkan botol yang satunya, Sarman berikan kepada penumpag lainnya. Baik dirinya atau yang lain, pasti sangat haus dan lapar setelah tertimpa musibah seperti ini.
"Sudah minum, tapi dia masih menangis," ucap Elisa sambil meletakkan botol air mineral tadi.Semua orang masih kebingungan saat si bayi tidak mau berhenti menangis hingga suaranya menjadi serak.
"Duh… kenapa ya? Apa karena bajunya basah? Sehingga dia kedinginan." Sarman bertanya-tanya kebingungan.
"Ganti saja bajunya dengan baju yang kamu temukan," saran bapak tadi yang duduk di samping Sarman.
"Iya ya.Tapi, kita pindah saja ke tempat yang lebih nyaman. Di sini kotor dan banyak serangganya," ajak Sarman. Kemudian yang lain hanya menganggukkan kepala, lalu mengikuti langkah Sarman.
***
Beberapa menit mereka habiskan untuk berputar-putar menyusuri jurang, mencari tempat yang sesuai sebagai tempat bermalam, karena malam masih panjang dan fajar masih jauh dari harapan.Tiba-tiba, kakek tua yang berjalan bersama bapak tadi menunjuk ke suatu tempat. Katanya, di dekat bagasi bus bisa digunakan sebagai tempat beristirahat. Mereka pun segera menuju ke tempat yang ditunjukkan si kakek.
Sampailah mereka, di dekat bangkai bus yang terbalik dan sebagian badannya gosong akibat terbakar dan benturan dengan tanah. Akan tetapi, di bagasi bus tersebut ternyata masih utuh dan layak untuk digunakan sebagai tempat tidur.Sarman dan bapak tadi membersihkan genangan air yang membasahi bagasi. Kemudian mereka menggunakan kain yang mereka temukan, entah di mana sebagai alas untuk mereka yang akan tidur.
"Kita istirahat di sini saja sampai besok pagi." Sarman duduk bersandar dinding bagasi sembari membersihkan kakinya yang penuh dengan kotoran. Sedangkan Elisa, masih sibuk mengurus si bayi. Kini ia tengah mengganti baju bayi tersebut dengan sembarang baju yang Sarman temukan. Meskipun ukurannya tidak sesuai, tetapi ini lebih baik daripada membiarkan seorang anak kecil memakai baju yang basah kuyup. Akhirnya, si bayi tidak lagi menangis dan Elisa mulai menimang-nimang bayi tersebut agar tertidur kembali.
Mereka diam sejenak, memandangi satu sama lain. Tak ada suara hujan atau tangisan si bayi, suasana tiba-tiba menjadi hening sehingga menambah kengerian tempat ini. Beberapa saat kemudian, ada dua orang lagi yang selamat dan berteriak meminta tolong. Sarman dan bapak yang tadi membantu korban yang masih hidup dan membawa mereka ke bagasi.
Saat di tengah jalan, Sarman menemukan sebuah gulungan kain perban.Ia langsung memungut kain tersebut lalu membungkus luka-lukanya yang hampir mengering. Tak lupa, Sarman juga mengobati luka korban lainnya dengan air seadanya dan perban yang ia temukan.
Kini Sarman masih terjaga di luar bagasi, sedangkan korban lainnya sudah tertidur pulas di dalam bagasi yang pintunya sudah rusak. Ketika Sarman memandangi langit malam sembari menghitung bintang-bintang yang menghilang seiring berjalannya waktu, kedua telinga Sarman mendengar suara aneh yang datang dari balik semak-semak. Sepintas, tanaman liar itu nampak bergerak-gerak tetapi bukan digerakkan oleh angin.
Sontak, Sarman langsung berdiri dan mengintip dari kejauhan, apa yang ada dalam semak-semak itu. "Suara apa ya?" tanya Sarman penasaran.
Saat ia berjalan mendekati semak-semak, tiba-tiba langkahnya terhenti karena yang membuat semak-semak itu bergerak adalah seekor ular yang ukurannya cukup besar. Ular tersebut terlihat menuju ke arah Sarman. Lantas, Sarman langsung berlari menuju ke dalam bagasi.
"Ada ular! Cepat keluar dari sini!!" teriak Sarman. Seketika penumpang lainnya langsung terbangun.
"Terus bagaimana?" tanya Elisa panik sambil menggendong bayi yang masih tertidur.
"Naik ke bus," Sarman langsung bergelantungan dan dalam satu dorongan, ia sudah berada di atas bus yang terjungkal.
"Maksudnya, naik ke situ? Ke atas bagasi?" protes Elisa. Sarman tidak mendengarkan perkataan perempuan itu, justru ia langsung meraih si bayi untuk diamankan bersama Sarman.
Sedangkan yang lainnya hanya menurut apa kata Sarman. Beberapa penumpang lainnya juga membantu si kakek yang tangannya tidak mampu untuk memanjat. Kini mereka bertujuh sudah berada di atas bagasi bus yang terjungkal. Awalnya mereka lega, karena bisa menghindari serangan ular besar yang terus mondar-mandir di sekitar bangkai bus.
"Apakah bus ini kuat menahan beban kita? Sepertinya besi bus ini agak ringkih karena terbakar," ujar bapak-bapak yang duduk di samping Sarman.
"Tidak apa-apa, ini hanya sementara sampai ular itu pergi." Sarman masih mengawasi gerak-gerik ular tersebut.
"Aku benar-benar tidak menginginkan hal ini terjadi. Maksudku, semuanya juga tidak ingin kecelakaan ini terjadi, bukan?" ujar Elisa memecah keheningan.
"Ini semua sudah takdir. Padahal, sebelum aku berangkat, semuanya terlihat baik-baik saja dan tidak ada firasat buruk dalam benakku." Sarman memasang ekspresi sedih meskipun ia tidak menangisi keadaanya.
"Sepertinya si supir sedang mabuk, sehingga ia tidak bisa fokus saat menyetir," sahut salah satu orang yang duduk bersama Sarman.
"Tidak. Sebelum kecelakaan ini terjadi, aku melihat sekelebat bayangan hitam besar berdiri di depan bus seperti sedang menghalangi jalan," jelas Elisa. Sarman dan yang lainnya memandangi perempuan tersebut dengan tatapan kebingungan dan sedikit tidak percaya. Akan tetapi, Elisa berisi kukuh dengan apa yang ia lihat waktu itu.
Tiba-tiba saja kakek tua tadi menunjuk ke bawah bagasi dengan tangan keriputnya yang sedikit gemetaran."Li… lihat itu!" ujarnya terbata-bata.
Sarman dan yang lainnya menengok ke arah yang ditunjukkan kakek itu.Ternyata, ular yang ditemui Sarman, masih berada di sekitar bus. Dan yang lebih parah, ular tersebut tengah memakan mayat penumpang bus yang tubuhnya hampir membusuk dan lembek karena air hujan.
Elisa yang melihat hal itu, langsung berteriak histeris dilanjutkan menuntahkan isi perutnya. Sarman pun, sangat ketakutan bila tidak ada orang yang datang menolongnya. Maka, satu per satu semuanya akan menjadi santapan ular.
"Mengerikan."
