Pustaka
Bahasa Indonesia

Rahasia Laras

151.0K · Tamat
Don Alejandro
103
Bab
369
View
9.0
Rating

Ringkasan

Rahasia Laras Drama, Perselingkuhan, dan Konflik Nafsu dalam Balutan Seragam Polwan Laras adalah sosok polwan cantik dan berdedikasi, namun menyimpan rahasia besar di balik senyum dan seragamnya. Sejak SMA, gairah dan nafsu telah menjadi bagian tak terpisahkan dari hidupnya — sebuah sisi gelap yang terus menghantui dan menuntunnya pada perselingkuhan dengan tiga rekan kerja: Andi, Budi, dan Reza.

IstriDewasaPerselingkuhanPengkhianatanKeluargaDetektifPsikopatModern

Bayang Masa Lalu

Laras berdiri di depan cermin besar yang tergantung di kamar kecilnya, menatap pantulan diri yang sudah sangat dikenalnya. Polwan cantik dengan seragam biru gelap yang rapi, rambut hitamnya disanggul simpel namun teratur. Namun, di balik seragam resmi itu, mata Laras menyimpan sesuatu yang lebih dalam dan gelap. Ada kilatan rahasia dan gairah yang tak pernah ia bagi dengan siapa pun.

Ia menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri. Tapi bayangan masa lalu terus menghantui. Kenangan malam-malam penuh gairah dan kebebasan yang dulu ia jalani tanpa rasa bersalah, bahkan dengan bangga. Waktu SMA, ketika dunia seolah miliknya, dan nafsu menjadi penguasa hati.

Laras masih ingat betul bagaimana ia melayani tiga pria sekaligus — bukan hanya sekadar hubungan biasa, tapi sebuah pengalaman yang membekas dalam dirinya. Mereka bukan hanya teman, tapi juga rekan yang membuatnya merasa diinginkan dan berkuasa. Setiap sentuhan, setiap bisikan yang membakar, menyulut api yang tak pernah padam di dalam dirinya.

Saat itu, ia masih gadis polos yang baru menemukan dunia seks dan segala godaannya. Namun, berbeda dengan gadis lain yang mungkin merasa bersalah atau takut, Laras justru menyambutnya dengan antusias. Seks baginya bukan sekadar kebutuhan biologis, tapi sebuah pelarian, sebuah kekuatan yang membuatnya merasa hidup.

Kini, setelah bertahun-tahun menjadi polisi, menjalani rutinitas yang disiplin dan bertanggung jawab, rasa itu tak pernah benar-benar hilang. Bahkan semakin dalam terpendam, menyatu dengan sisi lain dirinya yang lebih tersembunyi. Ia tahu, nafsu yang membara itu menjadi rahasia gelap yang harus ia jaga agar tak merusak citranya sebagai wanita karier dan ibu.

Laras meraih ponselnya yang terletak di atas meja rias. Ia ingin memeriksa pesan masuk, tetapi hatinya seperti tercekat saat melihat ada sebuah notifikasi baru. Sebuah getaran halus mengalir ke ujung jarinya. Ia mengangkat ponsel dan menatap layar.

Nomor lama itu muncul, sebuah nomor yang sudah lama ia hapus dari daftar kontaknya. Namun, entah bagaimana, nomor itu kembali mengirim pesan. Laras membeku sejenak, jantungnya berdegup lebih cepat. Pesan itu singkat dan penuh teka-teki:

"Aku tahu rahasiamu, Laras. Kita harus bicara."

Malam itu, kenangan yang ia coba kubur selama bertahun-tahun tiba-tiba muncul kembali. Nomor itu membawa serta ingatan tentang masa lalu yang ingin ia lupakan — tentang hubungan gelapnya dengan Andi, Budi, dan Reza, ketiga pria yang dulu mengisi malam-malamnya dengan gairah tanpa batas.

Andi, dengan tatapan tajam dan senyum penuh pesona. Budi, sosok pendiam yang malah membuatnya penasaran. Dan Reza, yang selalu mampu membuatnya merasa hidup dan dihargai. Mereka bukan hanya rekan kerja di kepolisian, tapi juga menjadi bagian dari rahasia yang membuat hatinya bergejolak setiap kali teringat.

Namun, rahasia itu tak hanya menyimpan kenikmatan. Ada konsekuensi yang menghantui setiap langkahnya. Laras tahu betul bahwa jika Rizal — suaminya yang setia dan sangat mencintainya — mengetahui perselingkuhannya, segalanya akan hancur. Tidak hanya pernikahan mereka, tapi juga keluarga kecil mereka yang penuh cinta, terutama Dinda, putri mereka yang polos dan ceria.

Dinda yang masih kecil, dengan tawa yang selalu bisa mencerahkan hari-hari Laras, menjadi beban psikologis tersendiri. Setiap kali Laras terjebak dalam pusaran nafsu dan rahasia, ia diingatkan pada tanggung jawabnya sebagai ibu. Namun, rasa bersalah itu tak selalu cukup untuk mengendalikan hasrat yang kian lama semakin sulit dipadamkan.

Laras mengusap wajahnya, mencoba menepis gelombang emosi yang mulai membanjiri pikirannya. Ia merasa seperti terperangkap antara dua dunia: dunia formal yang harus ia jalani sebagai polisi dan ibu, serta dunia liar yang ia sembunyikan rapat-rapat di balik pintu kamar.

Laras menatap dirinya lagi di cermin. Apakah wanita ini yang sebenarnya? Polwan berdedikasi atau maniak seks yang terperangkap dalam kebohongan? Ia tahu, rahasia itu bisa menghancurkan segalanya, tapi ia juga tak sanggup melepaskan diri dari nafsu yang sudah menjadi bagian dari dirinya.

Getaran ponsel kembali memecah hening malam. Pesan kedua muncul:

"Jangan abaikan aku. Kita harus bertemu. Ini penting."

Laras menelan ludah, hatinya dipenuhi kecemasan dan rasa penasaran. Siapa sebenarnya yang mengirim pesan itu? Apakah salah satu dari Andi, Budi, atau Reza? Ataukah seseorang yang ingin memanfaatkan rahasianya?

Pikiran Laras melayang ke malam-malam rahasia di kantor polisi, di balik ruang arsip yang sepi. Ia masih ingat bagaimana Andi mengajaknya minum kopi larut malam, lalu berakhir di apartemen kecilnya, dengan baju yang satu per satu terlepas dan nafsu yang membara tanpa henti.

Budi, dengan caranya yang lembut namun penuh kehangatan, selalu berhasil membuat Laras merasa nyaman setelah hari-hari berat di kantor. Dan Reza? Ia adalah api yang tak pernah padam, pembawa kenikmatan yang membuat Laras ketagihan akan sentuhan dan kata-kata manisnya.

Namun, semuanya hanyalah bayang-bayang yang kini harus ia hadapi kembali. Laras tahu, suatu saat rahasia itu akan terbongkar. Dan malam ini, sepertinya waktu itu sudah semakin dekat.

Ia mengunci ponsel dan berbalik, menatap ke jendela kamar. Hujan mulai turun perlahan, menebarkan aroma tanah basah yang membangkitkan memori lama. Laras merasa dunia seolah berputar semakin cepat, dan dirinya terjebak dalam pusaran yang tak bisa ia hindari.

Dalam diam, ia berbisik, "Aku harus kuat. Untuk Dinda, untuk Rizal. Untuk diriku sendiri."

Namun, suara hatinya yang lain, yang penuh hasrat dan gelora, terus memanggil. Rahasia Laras bukan hanya soal nafsu, tapi juga tentang pertaruhan hidup dan mati yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.

Dan malam ini, bayang masa lalu itu mulai menuntut jawaban.

---

Tentu! Berikut Bab 1 Segmen 2 dengan judul "Suami Idaman, Tapi…" sekitar 1000 kata sesuai permintaanmu.

---

Suami Idaman, Tapi…

Di ruang dapur yang hangat, aroma rempah dan bawang goreng memenuhi udara. Rizal, suami Laras, sibuk menyiapkan makan malam dengan senyum yang tulus menghiasi wajahnya. Tangannya cekatan mengiris sayur, memasak dengan hati penuh cinta untuk keluarga kecilnya.

“Laras pasti pulang capek hari ini,” gumamnya pelan, sambil mengaduk saus di wajan. “Aku harus buat makanan enak supaya dia senang.”

Rizal adalah sosok suami idaman — setia, penuh perhatian, dan selalu ada di saat dibutuhkan. Ia jarang marah, selalu sabar menghadapi tekanan pekerjaan Laras yang tidak mudah sebagai seorang polisi wanita. Tak pernah sekalipun ia mencurigai rahasia gelap yang disembunyikan istrinya.

Dari balik pintu ruang tamu, Laras mengamati suaminya dengan mata yang penuh campur aduk. Ada rasa hangat melihat Rizal yang tulus mencintai keluarga, tapi di sisi lain hatinya dipenuhi kekosongan yang sulit dijelaskan.

Baginya, Rizal adalah segalanya: pelindung, teman, dan ayah yang baik untuk Dinda, putri mereka yang ceria. Tapi di balik itu, ada lubang dalam dirinya yang tak bisa diisi hanya oleh cinta dan kasih sayang suami.

Nafsu yang membara, gairah yang tak pernah padam, selalu menuntut lebih. Laras tahu itu berbeda. Perasaan yang tak bisa ia kontrol, yang selalu membawanya ke dunia lain yang penuh dengan godaan dan rahasia.

Ia teringat malam-malam ketika tubuhnya bergulat dengan hasrat yang menggebu, dan bagaimana Andi, Budi, serta Reza selalu mampu membuatnya merasa hidup kembali. Sensasi yang Rizal tak pernah bisa berikan, tak peduli seberapa besar cintanya.

Laras menghela napas panjang dan melangkah masuk ke dapur. “Masakannya harum sekali, Rizal,” katanya sambil tersenyum tipis.

Rizal menoleh dan membalas senyum itu. “Kamu harus makan banyak, sudah lama kamu kelihatan lelah.”

Namun Laras tak mampu sepenuhnya membalas perhatian itu. Ada beban di dadanya yang membuatnya sulit menerima kebaikan suami sepenuhnya.

Mereka duduk bersama di meja makan. Dinda, dengan wajah polos dan tawa yang selalu mengisi ruang hati Laras dengan kebahagiaan, makan dengan lahap. Melihat putrinya, Laras merasa ingin menjadi ibu yang lebih baik.

“Tapi,” pikirnya, “apakah aku bisa terus hidup dengan rahasia ini? Apakah aku bisa terus berpura-pura?”

Setelah makan, Laras duduk sendiri di ruang tamu sambil membuka ponselnya. Ia ingin mencari hiburan atau sekadar mengalihkan pikirannya dari perasaan yang tak menentu.

Saat membuka galeri foto, matanya tertuju pada satu gambar yang membuat napasnya terhenti sejenak. Foto itu adalah kenangan lama, saat ia masih SMA — foto dirinya dengan tiga pria yang kini menjadi bagian dari kehidupannya yang rumit: Andi, Budi, dan Reza.

Mereka tertawa lepas, wajah-wajah muda penuh gairah dan kebebasan, tanpa beban dunia dewasa yang kini menghimpit. Melihat foto itu, gelombang emosi bercampur baur dalam diri Laras. Ada gairah yang membara, ada keraguan yang membayangi.

Kenangan itu seperti api yang kembali menyala, menghangatkan sekaligus membakar. Laras tahu, gambar itu bukan sekadar kenangan. Itu adalah simbol dari dunia yang tak bisa ia lupakan, sekalipun ingin ia tinggalkan.

Ia menutup mata dan membiarkan pikiran melayang ke malam-malam rahasia di masa lalu. Sentuhan yang menggetarkan, bisikan-bisikan penuh godaan, dan nafas yang saling bersentuhan dalam gelap.

Namun, di sisi lain, suara hati kecilnya terus bertanya: “Apakah aku melakukan hal yang benar? Apakah cintaku pada Rizal cukup untuk membungkam segala gairah dan rahasia ini?”

Laras membuka mata, menatap layar ponsel sekali lagi. Ia merasa terjebak di antara dua dunia yang tak pernah bisa bersatu.

Dan saat itu, suara telepon berdering, memecah keheningan malam. Ia menatap layar, melihat nama yang tak asing — salah satu dari tiga pria itu.

Hatinya berdegup kencang, dan di balik senyum yang ia paksakan, ada keputusan besar yang harus segera ia ambil.

Rahasia Laras belum selesai. Ia tahu, badai akan segera datang.

---