Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 2 - Dead

Vanya menutup matanya saat Algojo mengasah pedangnya. "Kenapa aku harus di bunuh seperti ini? Sungguh... di tembak mati lebih baik, dari pada mati di penggal. Perjalanan hidupku begitu sangat kelam. Aku yang sudah hidup selama ini, tidak perna merasakan apa itu kebagiaan, bahkan Ibu dan juga Nenekku menyembunyikan bakatku dan membuatku terlihat Idiot dan jelek. Ibuku memang sejak awal tidak ingin diriku bersosialisasi dengan Orang-orang, ia lakukan itu hanya untuk melindungi diriku dari orang-orang yang mengincar bakatku dalam hal mengendalikan Teknologi komputasi. Andaikan saja Tuhan berpihak padaku, hanya satu yang aku inginkan yaitu 'Dilahirkan kembali', maka... aku akan mengubah ke adaan ku ini, lalu menghancurkan musuh yang terlibat atas kematian keluargaku."

Vanya membuka matanya takut, tubuhnya bergetar dan lemas di saat Algojo menyemburkan Air anggur mengenai Pedangnya, yang berarti sebentar lagi ia akan mati.

Vanya menatap kebahagian Keluarga Tiri Ayahnya. Ia bahkan mencari sosok Pria yang dia Cintai sejak kecil, tapi kenapa Pria itu tidak ada bersama mereka?

'Buat apa aku mencarinya, dia bahkan sudah membunuh Anaknya sendiri. Hah... sungguh ironisnya aku ini, sudah terluka, tetap saja Mencintai suami orang lain Lucu sekali!' Vanya tertawa singkat bersamaan wajah sedihnya.

Vanya yang sudah pasrah menutup matanya, saat pedang sudah mulai mengayung 3 kali di pundak lehernya.

'Rafael sayangku tunggu Ibumu!'

*

*

*

"Vanya bangun! Ini sudah pagi."

Danya kakak Vanya, terus-menerus memukul kepala Vanya dengan bantal guling. Semua pelayan kini membuka horden jendela hingga matahari mengenai wajah Vanya yang tidur.

Vanya yang tidak kunjung bangun, membuat Danya geram lalu menyeburkan air gelar kewajah Vanya. Vanya terus-menerus meracau tidak jelas di dalam tidurnya. "Rafael sayangku Tunggu ibumu! Ibu sangat menyayangi mu nak."

Danya tidak paham kenapa, Adiknya terus meracau tidak jelas. "Adik bangun, siapa itu Rafael?! Apa kau bermimpi menjadi seorang Ibu?"

Vanya tiba-tiba membukanya lebar matanya lalu melihat arah sekitarnya.

Ia memeluk erat kakaknya, bersamaan tangisannya yang pecah.

"Vanya kau ini kenapa?" tanya Danya yang masih kebingungan dengan sikap Adiknya yang tiba-tiba.

"Kakak aku sangat merindukanmu!"

"Vanya kau tertidur seperti orang mati, dan kau bangun seperti ini... membuat ku begitu kebingungan."

Vanya menyeka air matanya, lalu manatap cermin di sampingnya.

"Adik, kau harus siap-siap berangkat sekolah. Kau hampir telat."

~~~

Vanya yang sudah terlambat 5 menit hanya bisa memanjat pagar besi di halaman belakang sekolahnya.

"Sukur masih bisa masuk," ucap Vanya yang nafasnya tidak beraturan.

Vanya berlari menuju kelasnya dan Guru kelasnya menatapnya marah. "Kau terlambat cepat duduk!" Gurunya memerintah.

Vanya yang satu bangku dengan Cewe Nerd di sampingnya berkata, "kau telat ada apa?"

Vanya berbalik menatap wajah temannya. "Aku lupa, ternyata aku punya sahabat rupanya."

Sasa si cewek Nerd mencubit tangan Vanya. Ia begitu kesal dengan perkataan Vanya, "Jadi kau menganggap diriku ini apa? Sahabat sampahmu gitu!" Sasa hanya berbisik, karna ini jam pelajaran.

Vanya tertawa pelan, dia sungguh benar lupa dengan sahabatnya yang sedari kecil bersamanya. Karna di kehidupannya masa lalunya, Vanya tidak perna bertemu Sasa, karna ia tinggal di Istana kediaman Suaminya.

Vanya menghela nafas mengurut batang hidungnya yang tinggi, ia kebingungan. Kenapa ia bisa terlahir kembali, dan tidak mendapatkan Rafael anaknya hidup bersamanya sekarang. Vanya sangat merindukan Anaknya itu, Rafael sangat begitu menyayanginya, bahkan selalu menghibur dirinya di saat ia tengah bersedih.

Guru yang mendapati Vanya melamun, wajahnya kini di lempar penghapus papan tulis.

Semua Murid dan Guru di kelasnya menertawakan wajahnya, karna wajah Vanya yang menghitam terlihat seperti monyet.

Sasa yang begitu kasian terhadap Vanya, hanya bisa mengepalkan tangannya di atas meja. Jujur dia begitu benci melihat semua orang yang selalu memandang Vanya idiot. Walau Ayah Vanya adalah seorang Jendral, Murid- murid tidak akan menghormati dirinya.

Vanya yang memang idiot, hanya ikut tertawa di saat semua orang mengejek dan menertawakan dirinya sendiri.

Sasa yang sedari kecil berteman dengannya, sangat tau bahwa Vanya hanya berpura- pura idiot, dikarnakan Ibunya, dan ancaman Keluarga Ayahnya lah membuatnya seperti itu.

'Keluarga martinez memang sangat kejam terhadap Vanya,' ucap Sasa dalam hati.

Saat jam istirahat dimulai Vanya dan Sasa duduk menikmati minunan jus mereka, dan tiba-tiba sekelompok Pria dari kelas 12 menarik tangan Vanya menuju hutan belakang sekolah. Tubuh Sasa bahkan di tahan untuk tidak mengikuti arah kemana Vanya pergi, semua Orang di dalam kanting terheran-heran di buatnya, dan saling bertanya dengan sesamanya.

Vanya yang sudah begitu jauh di dalam hutan bertanya pada mereka, "Kemana kalian ingin membawaku? Jika kalian ingin memperkosaku disini! Jangan lupa, setelah ini... Ayahku akan membunuh kalian dan juga Keluarga kalian!" Vanya mengancam.

Pria yang menarik tangan Vanya membentak, "Diam kau! Ikuti saja kami, bahkan jika kami memperkosamu di sini, kau tidak akan bisa keluar sendiri dari hutan ini!" Mereka tertawa.

Vanya yang tubuhnya gemetar berkata dalam hati, 'Sebenarnya kemana mereka akan membawaku? Kita bahkan sudah berjalan satu jam lamanya menyusuri hutan dalam.'

Di tengah perjalanan orang- orang yang membawa Vanya barusan, entah kemana mereka pergi dan meninggalkan Vanya sendiri di tengah hutan.

Vanya yang tidak tau arah pulang, mulai mengitari hutan-hutan di sana. Namun kenapa ada suara erangan binatang terdengar dari arah belakangnya.

Vanya yang berbalik melihat kebelakan. betapa terkejutnya ia, bahkan tubuhnya reflek mundur pelan ke arah belakang. Hingga menabrak batu besar yang sudah berlumut sampai mengotori baju sekolahnya.

Sungguh dia sangat begitu takut sekarang. Kenapa Pria yang sudah berusaha dia lupakan, kini muncul di hadapannya bersama dengan seekor Srigalanya.

Devan tersenyum smirk melihat Vanya terjebak, ia mengambil kesempatan itu untuk menghimpitnya, bahkan kedua tubuh mereka saling menyentuh rapat seperti orang yang tengah berpelukan.

Vanya yang masih belum sadar dengan pikirannya, tiba-tiba Devan menyeka wajahnya memakai kain basah, menghampus make up tebal di wajahnya. Bahkan rambutnya yang ia sanggul, kini tergerai panjang dan rapi karna Pria di hadapannya.

Saat jemari Devan menyentuh wajahnya, tiba-tiba Vanya lebih dulu menahan tangan Devan. "Apa sebenarnya yang ingin kau lakukan?" Vanya menyipitkam matanya.

Devan terus menatap wajah cantik Vanya, dan kebiasaan Vanya di saat gugup, pasti menggigit bibirnya merahnya. Vanya yang sedari tadi menunggu, tidak kunjung mendapatkan jawaban. Hingga pada akhirnya, Vanya mendorong dada Devan, tapi Devan sendiri tidak bergarak sama sekali.

"Minggir kau... kau membuatku sangat sesak," perintah Vanya, berusaha mendorong tubuh besar Devan.

Devan yang sudah tidak tahan, ia menahan kedua tangan Vanya di atas kepalanya. Lalu mencium bibir Vanya paksa, lidah devan bahkan sudah menguasai isi mulut Vanya, lidahnya bahkan membelit menghisap lidah Vanya. Bahkan suara gesekan gigi mereka saling menabrak dan terdengar ngilu.

Wajah mereka langsung memerah, di saat menahan nafasnya yang tertahan dan memburu.

Devan menyentuh pipi Vanya lembut lalu berkata, "Hari ini! Detik ini! Vanya Martinez sudah menjadi tunanganku, dan menjadi Ratu ku di masa depan," ucap Devan Philip lantang.

Vanya yang mengingat masa kematian Anak tercinta, kini tertawa nyaring. Bahkan suaranya menggema di tengah hutan belantara.

Jemari Vanya mengukir di wajah Devan, ia menyentuh satu persatu hidung, mata, bibir, dan rahang tegasnya, bahkan warna mata hazel Devan persis dengan Rafael putranya.

Vanya menggesek giginya nyaring dan berkata pelan, "Apa kita saling mengenal tuan?! Kita bahkan baru bertemu seintim ini, dan kau sudah menyebutku sebagai tunanganmu. Tapi maaf saja, anda bukan lah tipe saya. Wajah anda tidak begitu memuaskan... Sebaiknya kau minggir di hadapanku sekarang, kau sangat mengganggu pernapasanku!" Vanya berbicara kasar dan juga begitu dingin.

Devan mengambil Buku diary di kantong celananya, lalu memukul-mukul pelan pipi Vanya. "Kau bilang bahwa aku bukan lah tipemu. Apa ini? Kau sudah mencatat ini dari umur kita masih kecil, alasan apa yang ingin kau katakan?!"

Vanya melipat kedua tangannya di bawah dadanya, lalu memandang Devan dengan senyuman mengejeknya. "Diary itu sudah tidak berguna lagi. Yah jujur saja, aku diam-diam menyukaimu, tapi jika di pikir-pikir masih banyak pria tampan dan kaya di luar sana." Vanya meremehkan Devan.

"Oh yah, kau sepertinya sudah lupa dengan status diriku... walau kau menolakku, Raja akan tetap segera menikahkan kita, jika aku minta hari ini. Pernikahan di antara kita pasti akan terjadi sekarang juga sayang!" Devan memperjelas perkataannya.

Vanya tersenyum kecut. "Kau jangan lupa dengan Riska dan Keluarganya, Raja bahkan lebih memihak mereka dari pada dirimu. Walau kau anak satu-satunya, dia tidak akan peduli. Kau memang sudah di jodohkan di dalam perut sejak awal," Vanya berkata pelan tapi sangat menusuk.

Devan yang begitu sakit mendengar perkataan Vanya, ia hanya memukul batu di samping kepala Vanya, lalu berkata, "Waw... begitu menakjubkan sekali, jika seperti itu yang kau pikirkan. Aku tidak akan segan-segan membunuh Ayahku sendiri." Devan mengecup leher Vanya dengan perasaan sensual, dan berbisik lembut di telinganya, "Sayang, apa kau setuju jika aku membunuh Ayahku? Dengan cara ini pernikahan di antara kita, pasti akan terjadi." Jemari Devan lalu menyentuh bibir Vanya, di saat Vanya begitu susah berbicara. "Sayang setelah kita lulus bersama, kita akan segera menikah. Kau tau kan, aku sangat ingin memiliki anak laki-laki. Aku sangat ingin memeluk dan menggendongnya."

Hati Vanya sangat sakit mendengar perkataan Devan. Di kehidupan pertamanya dulu, mempunyai Anak dari Devan, tapi Devan dengan teganya menembak kepalanya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel