BAB 11 - Explosion
Setelah kepergian Vano dari rumahnya, Vanya tertawa gila, dan tiba-tiba ia menangis histeris. Ia begitu depresi akibat kata-kata ancaman Vano seperti menusuk hatinya, Vanya yang hampir gila hanya bisa mengacak-ngacak rambutnya sampai berantakan.
Andaikan saja ia tidak mengingat dirinya terlahir kembali untuk anaknya dan keluarganya, Vanya lebih baik mati saja. Tidak, belum saatnya, masih banyak yang dia harus lakukan. Vanya sudah berusaha sampai disini, ia tidak ingin terlihat lemah, karna ucapan suami penjahatnya itu.
Sekarang yang harus dia lakukan, menghancurkan orang-orang yang menghianati keluarganya di masa lalu, dan juga Rafael anaknya. Jujur ia sangat merindukan anak semata wayangnya.
Vanya menatap jam dinding sudah pukul 8 pagi, dan pada pukul 1 siang rencana Samsim untuk meledakkan bom akan terjadi di halaman istana.
Vanya menghapus air matanya, ia melihat pistol berserta peluruh milik Vano tertinggal di sofa, Vanya mengambil pistol itu lalu berlari menaiki tangga, untuk masuk kedalam kamarnya.
Pukul 12 siang apartemen Samsim.
"Tuan ada 2 gadis cantik super seksi datang untuk melayani anda," ucap Asisten pribadi Samsim.
"Apa mereka masih perawan?"
"Dari hasil Dokter... mereka masih perawan Tuan, tidak ada penyakit dan tidak ada cacat sedikitpun di tubuh mereka."
Samsim senyum, setidaknya ia masih sempat bersenang-senang bersama 2 gadis cantik, setelah ia menuntaskan hasratnya, ia akan pergi melihat keadaan Istana, lalu menghukum mati anak sang Jendral. "Suruh mereka masuk, dan jangan ada yang menggangguku."
Samsim yang tidak memakai baju atasan, duduk di kursi kerjanya, ia melihat ke arah jendela dan mengamati Istana Britania. Samsim memejamkan matanya saat tubuhnya diraba secara halus oleh wanita pesanannya. Gadis itu meraba leher, dada, dan juga perutnya. Samsim yang tidak tahan lagi, meremas kasar jemari gadis itu, dan membuka matanya lebar.
Ia terkejut, "Kau..."
Sasa lebih dulu mengarahkan pistol di kepala Samsim.
Vanya berdiri dari pangkuan Samsim. "Halo paman... bagaimana, apa paman suka dengan servis ku ini! Aku sudah menggerayangi paman, paman sangat menikmatinya ternyata." Vanya tertawa lucu melihat Samsim yang masih terperangah.
"Wah... wah, ternyata keponakan idiot ku ingin menjadi pelacurku juga. Aku perintahkan kau untuk membuka bajumu sekarang!" Samsim menatapnya buas.
Penampilan Vanya benar-benar terlihat seperti pelacur, ia benar- benar menggoda paman ketiganya dengan gaya binalnya.

Saat Samsim terbuai dengan keponakannya, tiba-tiba seorang pria tampan berkulit pucat masuk lalu menutup pintu kamarnya kembali.
Samsim yang masih belum menyadari situasi, kini berbalik melihat siapa yang datang mengganggu ketenangannya. Betapa terkejutnya ia melihat si pelaku yang mengganggunya. Pria itu sudah memegang bom rakit di tangannya.
Samsim yang masih terduduk kini berdiri. "Kau, apa yang kalian ingin lakukan?" Samsim mundur tidak sadar menabrak Vanya berdiri di belakangnya.
Vanya langsung meremas bahu Samsim keras. "Ada apa paman, kenapa kau berkeringat, Apa kau mengenalnya?"
"Kalian bersekongkol..." Samsim ingin berlari tapi tubuhnya sudah di tahan oleh Rio.
Vanya menyentuh alat peledak di atas meja. "Paman ini adalah alat peledak non aktif, paman sendirilah yang sudah merakitnya bersama Abu Bakrie di kapal semalam. Apa paman tau, bagaimana barang ini bisa sampai di tanganku? Aku mencurinya dari salah satu anak buah paman. Oh bukan, dia adalah orang ku." Vanya menunjuk Rio seorang mata-mata penghianat yang bekerja sebagai pengawal Samsim.
Samsim berkeringat dingin mendengarnya. 'Bagaimana bisa idiot ini mengikutiku sampai di dalam kapal teroris, idiot ini bahkan mengatahui rencanaku.'
"Apa yang ingin kau lakukan dengan alat peledak itu?" tanya Samsim yang bergetar.
"Menukar target!" Vanya bicara enteng berwajah datar.
Rio langsung memukul tubuh Samsim membiarkan ia tengkurap di lantai, lalu memasangkan bom di belakang punggungnya. .
Samsim pasrah tapi tetap masih berbicara, "Kau ingin tukar target, apa kau pikir semua akan berjalan lancar, tidak! Kau memang bisa memasangkan alat peledak di tubuhku, tapi kau tidak tau cara mengaktifkannya," jelas Samsim meremehkannya.
Vanya tertawa. Ia menyambungkan kabel di alat peledak Menjadi satu.
Tubuh Samsim berkeringat dingin, bibirnya terasa berat. "Bagaimana kau bisa tau teknik ini?" Tubuh Samsim bergetar hebat.
"Hubungi Abu Bakrie sekarang! Katakan padanya, bahwa kau lah yang akan menjadi bom bunuh diri di halaman Istana," Vanya memaksa Samsim.
"Apa kau gila, ini nyawaku. Kenapa kau berbicara seakan-akan nyawa ku tidaklah berharga," Samsim tidak terima.
Sasa memutar vidio di dalam ponselnya. Terlihat Sonia yang masih tidak menyadari membawa alat leledak di dalam tasnya bersama ibunya di pusat perbelanjaan.
Wajah Samsim memucat matanya terbelalak, tubuhnya tambah bergetar. "Kenapa kau menargetkan keluargaku?!"
Vanya berjongkok, meremas pipi Samsim. "Kau yang memulainya lebih dulu, apa kau pikir aku tidak tau trik kotor kalian semua. Sekarang keputusan ada di tanganmu. Kau ingin menukarkan jiwamu dengan anak istrimu yang berharga, atau kau Yang menjadi bom bunuh diri di halaman istana?"
"Bagaimana jika aku menolak?!" Samsim tetap kekeh dengan dirinya.
"Kau akan tetap jatuh di lubang yang sama paman. Tubuh anak, istrimu akan meledak hancur berserakan di tengah-tengah orang, saat aku memencet tombol aktif di kantong bajuku. Tapi kau tidak akan aku biarkan selamat setelahnya. Kau ingin tau kenapa? Semua bukti foto-fotomu bersama para Teroris sudah aku simpan baik-baik. Jika Raja tau ini, kau akan tetap di hukum pancung di hadapan semua orang. Sekarang kau mau pilih yang mana, bom bunuh diri, atau kepalamu yang di penggal. Dan pastinya kau akan rugi jika kau memilih di hukum pancung, karna anak istrimu sudah lebih dulu mati di pusat perbelanjaan.
Samsim tertawa hambar. "Kau gadis idot yang sangat pintar rupanya, kau bukan hanya cantik, kau bahkan kuat dan pemberani. Pantas saja ibumu begitu melindungi mu bahkan menjadikan dirimu idiot sedari kecil. Itu karna dia sudah tau bahwa kau gadis kecil yang licik dan sangat berbahaya. Yah bisa di katakan, bahwa sang Jendral Sandi merawat Monster di dalam rumahnya."
Vanya memukul mukul pipi Samsim. "Jadi apa kau punya niat untuk membunuhku juga. Jika yah... kau sudah terlambat, sebentar lagi jam sudah menunjukkan pukul 1 siang. Hubungi Abu Bakrie, katakan padanya sekarang! Jika tidak, nyawa anak istri tercintamu yang akan dirugikan."
Mata Samsim berkedut, ponselnya sudah lebih dulu berbunyi. Samsim yang sudah pasrah, menutup matanya berbicara bahas Suriah di balik telponnya.
Vanya yang mengerti perkataan Samsim, tiba-tiba ia mengambil tombol remot di dalam kantong gaunnya, ia seperti memberi kode sebagai ancaman, agar Samsim tidak bertele-tele bicara.
Samsim menelan ludahnya saat memberi salam terakhir, lalu mematikan layar ponselnya.
Vanya bertepuk tangan. "Bagus paman, sekarang kau boleh jalankan tugasmu, aku doakan semoga kematian mu ini di tempatkan di Surga. Tuhanmu pasti sayang padamu karna sudah rela menjadi bom bunuh diri." Vanya berkata kejam, namun dia sendiri ingin tertawa.
Sasa dan Rio ikut tertawa, di saat Samsim sudah pergi menuju halaman Istana.
Di atap apartemen tinggi milik samsim. Vanya mulai memantau Samsim dibawah bangunan menggunakan tropong jarak jauh, sambil melirik jamnya yang menadakan tinggal menunggu hitungan.
Duarr... Duarr...
Tanah bergemuruh pergeseran tanah menjadi lebih cepat, benda-benda di sekitarnya termakan alat peledak, bisa di katakan bagian depan istana terlalap api akibat ledakan.
Api menyala nyala, bahan kimia campuran peledak berterbangan kemana-mana. Para petugas penjaga keamanan istana terkena dampaknya, ada yang tubuhnya terikut hancur, ada juga yang luka-luka, dan mati di tempat.
Semua orang berlarian menyelamatkan diri, Pelayan wanita, dan Petugas kebun Istana menagis, katakutan.
Semua yang menyelamatkan diri berteriak, "Lari... penyusup datang menyerang."
