Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Rahasia di Balik Bukit Zamrud

Di negeri yang dikelilingi pegunungan dan lautan luas, hiduplah seorang putri bernama Hasada. Ia adalah keturunan darah campuran dari Dinasti Ming dan klan samurai Jepang, sebuah garis keturunan yang membuatnya istimewa sekaligus berbahaya di mata penguasa.

Asal-Usul Hasada--

Ibunya, seorang putri dari Tiongkok, jatuh cinta pada seorang samurai yang mengembara ke daratan Asia Timur. Cinta mereka terlarang, tetapi takdir tetap mempertemukan mereka dalam pernikahan rahasia. Dari persatuan itu lahirlah Hasada, seorang gadis dengan kecantikan luar biasa, berambut hitam berkilau seperti malam dan mata tajam seperti pedang. Namun, darah bangsawan yang mengalir dalam dirinya menjadi ancaman bagi kedua belah pihak.

Ketika Kaisar Tiongkok mengetahui kelahirannya, ia menganggap Hasada sebagai ancaman bagi kestabilan politik. Sementara itu, para daimyo di Jepang juga mengkhawatirkan bahwa keturunan samurai mereka bisa dipengaruhi oleh kebudayaan asing. Untuk melindungi nyawanya, keluarga Hasada mengasingkannya ke sebuah bukit yang tersembunyi, jauh dari istana dan medan perang.

Kehidupan di Bukit Zamrud,

Bukit tempat Hasada tinggal dipenuhi pepohonan sakura dan bambu hijau yang menjulang tinggi. Di sana, ia dibesarkan oleh seorang guru tua, seorang mantan biksu yang mengajarkannya kebijaksanaan dari dua budaya yang mengalir dalam darahnya. Hasada belajar seni bela diri dari ayahnya, sementara ibunya mengajarkannya puisi dan seni kaligrafi.

Meski jauh dari dunia luar, jiwanya tetap bergejolak. Ia sering berdiri di puncak bukit, menatap ke arah laut, bertanya-tanya kapan takdirnya akan terungkap.

Suatu hari, seorang prajurit muda bernama Ryuji yang tengah melarikan diri dari perang menemukan jalan menuju bukit tempat Hasada tinggal. Terpikat oleh keanggunan dan kecerdasan Hasada, Ryuji bersumpah melindunginya. Namun, kedatangan Ryuji membawa malapetaka, lantaran ia diikuti oleh mata-mata yang akhirnya mengetahui keberadaan Hasada.

Kabar tentang dirinya segera menyebar, dan pasukan dari kedua kerajaan mulai mencari jejaknya. Hasada dihadapkan pada pilihan sulit: terus bersembunyi atau menghadapi dunia yang menolaknya.

Dengan keberanian yang diwarisinya dari ayah dan kebijaksanaan dari ibunya, Hasada memutuskan untuk keluar dari persembunyiannya. Bersama Ryuji, ia berlayar menuju tanah baru, di mana ia bisa menciptakan nasibnya sendiri, jauh dari intrik istana dan peperangan.

Legenda tentang Putri Hasada tetap hidup, sebagai kisah tentang keberanian seorang gadis yang menolak tunduk pada takdir yang dipaksakan padanya. Ia adalah lambang dari dua dunia yang bersatu, seperti angin yang berhembus di antara pegunungan dan laut.

**

Setelah berlayar bersama Ryuji, Hasada akhirnya tiba di sebuah pulau terpencil di perbatasan antara Jepang dan Tiongkok. Pulau itu dipenuhi ladang bunga liar, sungai jernih yang berkilauan, serta hutan bambu yang menari di bawah hembusan angin. Di tempat inilah Hasada menemukan ketenangan yang selama ini dicarinya.

Di desa kecil di tepi pantai, Hasada dan Ryuji diterima oleh penduduk setempat yang hidup damai tanpa terikat oleh intrik politik. Mereka tidak peduli asal-usul Hasada atau siapa dia sebelumnya; dimana yang mereka lihat hanyalah seorang gadis yang anggun dan baik hati.

Hasada mulai mengajar anak-anak desa tentang seni kaligrafi, puisi, dan kebijaksanaan dari dua dunia yang diwarisinya. Ia menuliskan puisi di atas kain sutra dan menggantungnya di pepohonan sakura, sehingga setiap angin yang berhembus membawa kata-katanya ke seluruh desa. Para nelayan dan petani sering datang untuk meminta nasihatnya, menjadikannya sosok yang dihormati.

Sementara itu, Ryuji yang dulunya seorang prajurit menemukan kedamaian dalam bercocok tanam. Ia menanam kebun bunga yang luas, dengan peony dari Tiongkok dan bunga sakura dari Jepang, sebagai simbol persatuan kedua budaya. Di sanalah ia dan Hasada sering menghabiskan waktu, berbincang di bawah rembulan atau sekadar menikmati semilir angin laut.

**

Hari-hari berlalu dengan bahagia. Hasada yang dulu merasa terkekang oleh status dan darah bangsawannya kini bebas menentukan jalannya sendiri. Ia dan Ryuji semakin dekat, tidak hanya sebagai dua pelarian tetapi sebagai dua jiwa yang saling memahami.

Suatu malam, saat festival lentera diadakan di desa, Ryuji mengungkapkan perasaannya. Dengan cahaya lentera yang mengapung di permukaan air, ia berlutut di hadapan Hasada dan memberinya cincin yang ia buat sendiri dari bambu dan batu giok.

"Aku tidak punya mahkota atau istana untukmu, tapi aku ingin memberikan hatiku. Apakah kau bersedia berjalan bersamaku, bukan sebagai putri yang harus disembunyikan, tetapi sebagai wanita yang bebas?"

Air mata menggenang di mata Hasada. Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia merasa benar-benar dihargai bukan karena darahnya, tetapi karena dirinya sendiri. Ia mengangguk, dan malam itu, lentera yang berpendar di langit menjadi saksi atas cinta mereka.

Ketenangan Sebelum Badai,

Bertahun-tahun berlalu, dan kehidupan di desa tetap damai. Hasada dan Ryuji hidup bahagia, berbagi kebijaksanaan dengan penduduk dan membangun tempat perlindungan bagi mereka yang mencari kedamaian. Anak-anak desa memanggil Hasada dengan penuh kasih sayang sebagai Hime-sama, bukan karena garis keturunannya, tetapi karena kelembutan dan kebijaksanaannya.

Namun, meskipun mereka telah menemukan surga kecil, dunia luar tidak akan selamanya melupakan Putri Hasada. Di kejauhan, kabar tentang seorang putri berdarah bangsawan yang hidup di pulau terpencil mulai menyebar kembali.

Mungkinkah kebahagiaan ini bertahan selamanya? Ataukah badai akan kembali menguji perjalanan Putri Hasada?

Hingga suatu malam, angin berhembus lebih kencang dari biasanya, membawa bisikan-bisikan dari laut lepas. Dari puncak bukit, Hasada melihat bayangan kapal di kejauhan, layar-layarnya diterangi cahaya bulan. Hatinya berdebar tak menentu—bukan kapal dagang biasa, melainkan kapal perang dengan lambang yang familiar. Lambang yang pernah menghiasi gerbang istana tempat ia seharusnya dibesarkan. Di bawah sinar redup lentera, Ryuji membaca kegelisahan di wajahnya. “Mereka datang mencari mu,” bisiknya dengan suara tegang.

Keesokan paginya, seorang utusan datang ke desa, berpakaian megah dengan lambang kekaisaran. Suaranya menggema di antara pepohonan sakura yang berguguran, “Putri Hasada, Yang Mulia Kaisar telah memerintahkan kepulanganmu. Jika kau menolak, desa ini akan menanggung akibatnya.” Seluruh desa membeku, mata mereka beralih pada Hasada dengan kecemasan. Dalam keheningan yang mencekam, Hasada sadar bahwa takdir yang dulu ia tinggalkan kini kembali menuntutnya. Apakah ia harus menyerahkan kebahagiaannya demi keselamatan orang-orang yang ia cintai? Ataukah ia akan melawan, meski tahu bahwa badai yang akan datang bisa menghancurkan segalanya?

**

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel