Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Tak bisa fokus

“Kau tidak sedang menjebakku, kan?” Jaxx tak yakin dengan jalan yang diambil Erica. Kumuh dan jalannya semakin sempit. Seolah mengarah ke gang buntu. 

 

Erica menoleh sambil tersenyum, “Studioku ada di bawah gedung itu. Satu belokan lagi dan kita akan sampai.” Setelah sampai, Erica membuka studionya, dan mengajak Jaxx masuk, “Anggap saja rumah sendiri.” Mengambil album tebal dan menyerahkannya ke Jaxx, “Kuharap dengan ini kamu yakin dengan tawaranku, Jaxx.” Tersenyum semanis mungkin. 

 

Jaxx membuka album, banyak sketsa wajah dan pemandangan yang nyaris sempurna, pantas saja Erica percaya diri dengan permintaan itu. Jaxx menutup album dan mengembalikannya ke Erica, “Okey. Lalu?” 

 

Erica langsung mengulurkan tangan untuk meraba setiap inci di wajah Jaxx. 

 

Bukannya senang, Jaxx malah mengerutkan kening, terganggu dengan apa yang terjadi. “Apa yang kau lakukan?” 

 

“Aku sedang mengenali wajahmu dengan benar, Jaxx.” 

 

“Kau melakukannya ke semua modelmu? Di album itu?” 

 

Erica berhenti dan melirik Jaxx tajam, “Bukankah siapa yang ada di sana gambar artis dan orang terkenal? Aku memandangi wajah mereka dari poster dan beberapa contoh gambar di bukuku. Berbeda denganmu yang ada di sini.” 

 

Jaxx langsung melepas dasi dan menutup mata Erica dengan itu, “Kurasa dengan begini kau akan lebih mudah mengenaliku.” 

 

Erica yang otomatis tak bisa melihat apa pun, mengulurkan tangan, “Aku tidak bisa melihatmu kalau begini, Jaxx.” 

 

Jaxx malah terkekeh sambil membuka semua kancing kemeja, “Gunakan instingmu, Erica. Bukankah karya yang indah adalah karya yang terlahir dari hati senimannya? Apa kau lupa ucapanmu sendiri?” Menempelkan tangan Erica ke dadanya, “Kau bisa menyentuhku sekarang.” 

 

Erica mulai beraba perlahan. Banyak lekukan di sana, dia bingung, bagian yang mana ini? Tetapi semakin lama, dia seolah mengenali apa yang tengah dirabanya, ucapan Jaxx memang benar ternyata. 

 

Jaxx menekan lagi tangan Erica agar meraba lebih percaya diri. Namun, keputusan yang diambilnya ternyata salah, Jaxx yang berniat menggoda, malah terpancing lebih dulu hingga membuat tubuhnya memanas. “Ah ... kurasa berdiri akan membuatku lelah.” Jaxx langsung melepas pakaiannya dan berbaring di sofa. “Lakukan lagi seperti tadi. Sebentar lagi kau pasti bisa mengenalku dengan baik.” 

 

Erica menurut saja dengan perintah itu. “Dadamu bagus, Jaxx. Aku baru tahu kalau ini sangat kekar.” Erica menurunkan tangannya lagi, “Perutmu juga indah. Pusar ini tak terlalu dalam dan ...” Erica enggan meneruskan ucapannya. 

 

Jaxx malah tersenyum. Tangan kirinya tetap digunakan sebagai bantal, sedangkan tangan kanan menggapai tangan Erica yang saat ini diam, “Kau harus profesional, Erica. Anggap saja pekerjaanmu memang seperti ini. Kau tidak mau tugasmu kurang maksimal, kan?” Menekan tangan Erica hingga mengepal miliknya. “Aku ini orang sibuk, kau tidak dapat kesempatan dua kali.” 

 

Erica melanjutkan aktivitas, bahkan hal sensitif itu juga, “Aku tidak yakin dengan ukurannya.” 

 

“Gunakan dengan mulutmu untuk mendapatkan ukuran yang pasti.” Jaxx tak sabar dengan permainan yang semakin melamban. 

 

Erica mengulum juga, meletakkan di sana, membiarkan mulutnya penuh, dan melepasnya lagi, “Aku masih tidak tahu, Jaxx. Apa aku-” 

 

“Jangan!” Jaxx menahan tangan Erica yang akan melepas dasi di mata, “Lakukan saja apa yang harus kau lakukan.” 

 

“Aku tidak tahu harus melakukan apa, Jaxx.” Erica bingung dengan ucapan Jaxx. 

 

Jaxx ingat, Erica sering mengatakan kejadian pertama, apa ini juga yang pertama kali untuk Erica? “Gunakan lidahmu juga. Hati-hati dengan gigimu. Anggap saja itu es krim dan kau akan tahu harus melakukan apa.” Erica benar-benar tak berpengalaman, sepertinya Jaxx harus mengajarinya banyak hal setelah ini. 

 

Erica mengikuti ucapan itu dan dia tetap tidak merasakan apa pun. 

 

“Ahhh ... itu lebih baik.” Jaxx mulai menikmati permainan ini. 

 

“Apa aku melakukannya dengan baik, Jaxx?” 

 

“Yaaa ... kau melakukannya dengan baik, Erica.” Jaxx menahan kepala Erica dan mendorongnya memenuhi mulut Erica lagi. Baru beberapa kali dan dering di ponselnya mengganggu konsentrasi. 

 

“Jaxx, apa itu telepon penting? Kau bisa mengangkatnya dulu.” Erica masih punya banyak waktu untuk persiapan tugas akhir ini. 

 

Jaxx mengambil ponsel, panggilan dari Bill itu pasti tidak penting, dan dia meletakkan ponselnya lagi, “Teruskan saja, Erica. Lakukan lebih cepat dan jangan ragu-ragu.” Menuntun Erica untuk menyantapnya lagi. Panggilan itu berhenti, hanya sebentar, dan berbunyi kembali membuat fokusnya terbelah. Meski sekuat apa Jaxx abai, nyatanya dia tetap tak bisa menikmati permainan Erica, tak ada pilihan selain mengangkat telepon itu, “Apa kau tidak bisa berhenti meneleponku, Sialan?!” 

 

Sekretaris kantor yang menelepon pun menjawab, “Maaf, Mr. Jaxx, Mr. Scott memanggil Anda sekarang, tolong datang secepatnya, ada hal penting yang harus diselesaikan mendadak. Saya menelepon Bill, Anda sedang di tempat lain katanya, jadi saya menelepon ke sini langsung.” 

 

“Brengsek!” Jaxx menutup telepon itu dan mengangkat kepala Erica agar menjauhi miliknya, “Aku harus pergi, Erica.” Mengenakan pakaiannya lagi dengan tergesa. 

 

Erica membuka dasi di matanya dan menatap Jaxx dengan bingung, “Apa aku melakukan kesalahan? Apa aku tidak melakukannya dengan baik tadi?” 

 

Jaxx tersenyum, “Ada hal penting yang harus kuurus. Jangan mengkhawatirkanku.” 

 

“Lalu ... kapan kita akan bertemu lagi?” Erica tak ingin semua berakhir seperti ini. 

 

“Kalau kau sudah pandai melakukannya, aku akan kembali ke sini.” Jaxx membentuk lingkaran dengan tangan kanan dan memaju mundurkan di depan mulutnya. 

 

Erica mengangguk, “Aku akan cepat belajar, Jaxx.” Mengulurkan dasi agar dikenakan Jaxx lagi. 

 

“Simpan saja itu. Aku tidak ingin kamu melupakan apa yang harus kamu lakukan. Aku pergi.” Jaxx pun keluar. 

 

Erica yang ditinggalkan sendiri, hanya bisa menatap pintu yang kini tertutup rapat, dasi di tangan pun dilipat rapi dan diletakkan di meja, “Aku akan cepat belajar, Jaxx. Kita akan bertemu lagi.” 

 

Di kantor ... Jaxx baru saja tiba. Disambut oleh sekretaris kantor dan masuk ke ruangan Mr. Scott, “Ada apa? Sesuai jadwal, aku memiliki beberapa jam untuk bersantai hari ini.” 

 

Mr. Scott menajamkan tatapannya, “Katamu Johan menerima uang itu, kan? Dia menyetujui permintaanmu dan pembangunan galeri akan jatuh ke tangan kita.” Mengambil tas di sampingnya dan melemparnya ke Jaxx, “Lalu apa ini?” 

 

Jaxx langsung menoleh ke Bill, “Suruh mereka mencari Johan, aku ingin bertemu dengannya dalam keadaan hidup, siapa yang paling cepat menemukan Johan, aku akan memberinya hadiah besar.” 

 

Bill mengangguk dan ke luar dari ruangan Mr. Scott. 

 

Mr. Scott bersedekap dada dan menyandarkan punggung, “Kau sangat tahu siapa orang yang paling ingin bekerja sama dengan Johan juga. Kalau kita kehilangan pembangunan galeri itu, kau tidak akan membayangkan apa yang akan kulakukan, mungkin bukan penjara, tetapi lebih dari pada itu.” 

 

Jaxx berdiri, menumpu di meja, dan menatap sama tajamnya ke Mr. Scott, “Ini bukan pekerjaan pertamaku, kan? Sebaliknya, apa yang akan kudapat jika pembangunan galeri menjadi milik kita?” 

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel