Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 5

Keadaan para gadis sangat mengenaskan, sudah membusuk dan dipenuhi belatung-belatung kecil yang menjadikan mayat-mayat itu menjadi sebuah santapan, membuat warga tersebut kaget bukan main, sampai-sampai tubuhnya ambruk ke belakang dan kehilangan kemampuan untuk berjalan.

Sambil merangkak dan bergemetaran, warga tersebut berusaha pulang ke rumah, menyampaikan hasil penemuannya kepada setiap warga yang berhasil ia temui sepanjang jalan.

Penemuan tersebut berhasil membuat geger seluruh warga desa. Suasana desa yang sedang tidak baik-baik saja jadi tambah berduka dan bertanya-tanya siapa pelaku sebenarnya dan atas dasar apa melakukan ini semua.

Banyak para orang tua dari gadis yang turut menjadi korban mendadak gila karena kehilangan putri kesayangan mereka secara tak biasa. Bahkan, ada yang sampai mengakhiri hidupnya karena tak tahan menanggung duka.

Tak cukup sampai di situ, duka para warga desa kian bertambah ketika sebuah teror datang menghantui seluruh warga desa. Penampakan ada di mana-mana, orang-orang tak berdosa turut jadi korbannya, mati konyol karena ketakutan, arwah para gadis desa menuntut keadilan atas pelaku yang tak kunjung ditemukan.

Sudah tidak bisa untuk tetap bertahan, pelan-pelan satu persatu kepala keluarga membawa anggota keluarga mereka keluar dari desa, pindah ke desa lain demi melanjutkan hidup dengan damai.

Kini tinggallah Mbah Tarjo seorang diri, terpaksa bertahan bersama anak dan istri, berdamai dengan segala kengerian yang perlahan menghilang sendiri.

“Kalau sampean mau, coba sampean bicara sama Mas Bumi, minta disediakan tempat tinggal yang baru di luar kampung. Siapa tahu Mas Bumi bisa membantu, Mbah,” kata Denjaka, memecah kesunyian yang mendadak tercipta antara dirinya dan juga Mbah Tarjo yang sedang larut dalam isi pikirannya sendiri, mencoba memberikan saran yang mungkin bisa diterima.

“Mbah …,” panggil Denjaka sekali lagi, mencoba mengeluarkan Mbah Tarjo dari keheningan yang tak kunjung menimpali.

“Eh, iya Den. Ada apa?” tanya Mbah Tarjo gelagapan. Baru tersadar dari lamunan, Mbah Tarjo balik melempar tanya, gagal menangkap apa yang baru saja Denjaka katakan dengan panjang lebar sebelumnya.

*********

Motor Denjaka terus melaju, sebentar lagi mereka akan sampai ke rumah Mbah Tarjo berada. Sebelum sampai ke tempat tujuan, sebuah bangunan berwarna putih usang tampak mencuri perhatian. Sepanjang jalan, bangunan itu adalah satu-satunya bangunan yang masih kokoh berdiri meski beberapa bagian sudah rusak serta tertutup semak belukar yang merambat sampai ke atap, seolah menjadi ikonik akan tempat yang sebelumnya memiliki sebuah kehidupan ini.

Melihat bangunan tersebut, lagi-lagi kedua netra Mbah Tarjo menjadi nanar. Saksi bisu tragedi kelam masih ada di tempatnya hingga sekarang. Aura mencekam begitu terasa, seolah jiwa-jiwa kesedihan masih terkurung di sana, masih belum merelakan apa yang telah menimpa mereka semua meski sudah belasan tahun lamanya.

Sementara fokus Mbah Tarjo tertuju ke arah bangunan kosong yang ada di sana, Denjaka tetap melajukan motornya dengan santai, mencoba mengumpulkan fokus agar perasaan tak enak yang terus mengganggu pikirannya bisa segera hilang. Entah kenapa, tiba-tiba saja Denjaka jadi gelisah, teringat anak istrinya yang ia tinggal di rumah.

Sementara itu di rumah, Bumi yang dadanya sudah dipenuhi oleh rasa khawatir yang tak dapat dibendung lagi, langsung berjalan cepat menuju kamar di mana Pandu berada sambil menggendong Widuri. Wintang yang tak kalah cemas ikut membuntuti di belakang, mengiringi langkah demi langkah yang Bumi ambil lebih dulu.

Jarak yang tak seberapa terasa amat begitu jauh dan panjang, membuat Bumi dan juga Wintang tak kunjung sampai ke tempat tujuan keduanya. Semua terasa melambat, kalah cepat dengan detak jantung yang semakin berdegup kencang tak karuan, mengundang rasa tidak sabar yang sulit dielakkan.

Klek!

Brak!

Sudah sangat tidak sabar, Bumi langsung memutar gagang pintu di hadapannya, mendorongnya dengan kuat, membuat daun pintu terbuka lebar dengan sendirinya ketika berhasil sampai di depan pintu kamar Pandu yang menjadi tujuannya.

“Astagfirullah!” pekik Bumi, kaget bukan main menyaksikan sang keponakan yang terbaring di tempat tidur bergerak tak karuan. Seluruh tubuh Pandu bergetar hebat, sampai-sampai berhasil membuat ranjang tempat ia tidur ikut bergoyang juga.

Padahal logikanya, ranjang yang terbuat dari kayu jati tersebut sangatlah berat. Untuk sekedar menggeser posisinya, dibutuhkan empat laki-laki dewasa. Akan tetapi, dengan dahsyatnya gemetaran yang Pandu alami, Pandu bisa mengguncang tempat tidurnya seorang diri.

******

“Alhamdulillah, kita sudah sampai, Mbah,” ucap Denjaka beriringan bersama dengan deru suara mesin motor miliknya, tepat berada di halaman depan sebuah rumah sederhana, lebih sederhana daripada yang bisa dibayangkan.

Dengan atap genteng yang sudah berlubang di beberapa bagian, serta dinding bambu yang dianyam rapi namun sudah terlihat begitu lapuk dan usang, serta tiang bangunan yang tak lagi berdiri tegak sebagaimana mestinya, tak akan ada yang mengira jika bangunan yang lebih mirip sebuah gubuk reot itu ada penghuninya.

“Ini rumah sampean ‘toh, Mbah?” tanya Denjaka memastikan.

“Inggih, Den,” jawab Mbah Tarjo sembari berusaha turun dari jok motor kemudian berjalan pelan menuju bangunan rumah miliknya yang menyorotkan cahaya remang-remang berwarna jingga dari lampu dimar.

Ya, terisolir sendirian di kampung yang sudah mati membuat Mbah Tarjo harus berdamai dengan segala keadaan tanpa fasilitas memadai, termasuk dengan penerangan yang sangat seadanya. Tak ada sumber tenaga listrik di sini. Mau tidak mau Mbah Tarjo harus memanfaatkan kaleng bekas dan minyak tanah untuk cahaya penerang di rumahnya.

“Ayo masuk, Den,” ajak Mbah Tarjo menoleh ke arah Denjaka yang masih terpaku, menatap tak percaya jika bangunan di hadapannya benar-benar rumah tempat Mbah Tarjo tinggal bersama keluarganya.

“Oh, nggih Mbah. Saya benarkan helm dulu,” kata Denjaka terkesiap, langsung menggeser helm yang sudah berada di tempat semestinya, berlagak sedang mengaturnya dengan tepat letak helm di atas tangki sepeda motornya, sengaja berpura-pura agar apa yang ia lakukan sebelumnya tak menyinggung perasaan Mbah Tarjo sebagai sang empu rumah.

Tak enak hati jika sampai ketahuan kalau sebenarnya dirinya sedang menatap tak percaya rumah kediaman Mbah Tarjo dengan perasaan miris, takut dikira tak sudi menginjakan kaki di rumah reot milik Mbah Tarjo. Setelah merasa cukup, Denjaka segera turun dari atas motor, berjalan mengikuti Mbah Tarjo yang sudah ada di depan.

Krieeet ….

Suara derit pintu terdengar berisik, memecah keheningan malam yang tiba-tiba tanpa suara. Suara katak dan serangga yang terdengar di sepanjang jalan, kini sama sekali tidak ada, entah ke mana perginya.

Suasana di sekitaran rumah tempat tinggal Mbah Tarjo begitu sangat hening, bergeming tanpa ada suara apapun. Semilir angin juga tak terasa berhembus, benar-benar sangat berbeda dengan suasana yang ada di sepanjang jalan yang sudah mereka tempuh untuk bisa sampai ke tempat ini.

“Ayo masuk, Mas Den,” ajak Mbah Tarjo, mendorong daun pintu sampai menempel ke dinding, mempersilahkan Denjaka untuk naik, masuk ke dalam rumahnya terlebih dahulu.

Meski ragu-ragu, Denjaka mencoba menapakan kaki di lantai rumah yang terlihat sangat begitu rapuh, sangat rentan membuat kaki yang melangkah di atasnya untuk jatuh terperosok. Tak lupa, Denjaka sangat berhati-hati. Denjaka tidak ingin langkah kakinya akan merusak bangunan ini yang sudah tak nahap lagi.

“Assalamualaikum ….” Tak lupa, Denjaka mengucap salam.

Hening, tak ada jawaban sama sekali, Denjaka mengernyitkan dahi keheranan. Seingatnya, Mbah Tarjo bilang di dalam rumah ada istrinya yang menjaga anak kesayangannya, namun terlihat seperti tidak ada siapa-siapa. Sejenak, Denjaka menghentikan langkahnya, mengedarkan pandangan ke segala penjuru arah, mencoba mencari tanda-tanda kehidupan sebuah keluarga yang ada di rumah tua ini. Jujur, Denjaka tak bisa menampik perasaannya yang mendadak jadi curiga, jika di dalam rumah tak ada siapa-siapa dan tidak ada kejadian apa-apa seperti yang Mbah Tarjo sampaikan saat meminta bantuan pada dirinya ketika masih di rumah tadi.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel