Bab 6 : Pekerjaan yang melelahkan
Lelah.
Lilac melemparkan diri ke kasur empuk di kamar yang disediakan untuknya di vila mewah ini. Lelah fisik tidak seberapa, hanya saja mentalnya yang perlu diwaspadai kewarasannya. Baru kali ini, pekerjaan sewa menyewa yang dirintisnya, membuatnya kewalahan. Jika biasanya, dalam menyamar sebagai kekasih sewaan, sentuhan fisik yang memang dibutuhkan untuk mengelabuhi, seperti halnya merangkul atau cupika cupiki, tidaklah membuatnya panas dingin.
Tapi klien kali ini benar-benar...
Lilac berhasil menyelesaikan tugas pertamanya yaitu membantu tuan muda arogan itu berganti pakaian. Lilac menepuk-nepuk dadanya yang masih saja berdebar-debar saat mendapati pemandangan indah di depan matanya. Meski duduk di kursi roda, tubuh tuan kaya itu tetap terlihat fit. Lilac harus menautkan kedua tangannya di belakang punggungnya, agar tidak lancang membelai perut kotak-kotak itu.
Belum lagi waktu..
"Kenapa aku terus deg-deg an sih?" Lilac menyentuh bibirnya yang tidak sengaja menyentuh pipi maskulin Revan. "Sebel ih. Kan aku pernah beberapa kali mengecup pipi cowok yang pernah memesan jasaku, kenapa sekarang.. aku jadi deg-deg an seperti abege labil?"
Lilac mengacak-acak rambutnya dengan gemas. Lalu kepalanya tersentak, ketika tiba-tiba teringat sesuatu.
"Oya, si majikan buta itu juga bertanya berapa umurku. Eng.. kalau tidak salah ingat, dia juga berimajinasi tentang diriku seperti apa bentukanku. Ck, dasar mesum. Otak pria memang tidak pernah jauh dari gadis impian yang genit dan cantik,"omelnya dengan memukuli bantal lagi.
Tiba-tiba tubuh Lilac bergidik ketakutan.
"Tuan muda itu tidak berencana.. me-me-memper.. aaarrgh.. sudahlah jangan dipikirkan lagi. Lagipula dia kan impoten, mana mungkin bisa menyentuhku. Bikin horor pikiran saja," rutuknya memeluk badannya yang menggigil.
Kruyuk..
"Aku lapar. Aku masih lapaaar...," rengek Lilac memeluk gemas gulingnya.
Srek-srek.
Lilac mengubah posisinya menjadi duduk di atas kasur.
"Ada ya di dunia ini, orang yang sangat menyebalkan seperti itu," raung Lilac tertahan dengan mengepalkan tangan kanannya, seolah ingin menjitak kepala orang di depannya. "Aku pikir Violet yang paling menjengkelkan di seluruh planet. Ternyata masih ada satu makhluk lagi yang lebih bawel dari Violet. Sialaaaan..."
Satu jam yang lalu di meja makan...
Satu mangkuk nasi soto ayam yang begitu menggugah selera, diletakkan di depan Revan, tuan muda itu. Hanya satu suap saja, Revan langsung mendorong mangkuk itu menjauh darinya, hingga kuah kuningnya sedikit tumpah di meja makan.
"Tadi pagi, aku sudah sarapan nasi soto. Lalu siang ini kalian memberiku menu yang sama? Apa tugas kalian di dapur, hah?! Hanya memanaskan makanan yang sudah berhari-hari, lalu menyuguhkannya padaku?" Revan mengkritik pedas. "Aku menggaji kalian puluhan juta, apa hanya untuk bermalas-malasan, hah?! Siapa chef di dapur? Pecat hari ini juga!"
"Ma-afkan kami, Tuan Revan. Kami akan segera menyiapkan makan siang anda." Para pelayan itu serempak meminta ampun dengan membungkuk.
Lilac yang berdiri di samping kursi roda Rave, hanya mengerutkan kening. Aroma nikmat dari soto ayam itu membuat perutnya kembali keroncongan. Lilac harus mundur dua langkah dari posisinya berdiri, agar suara gemuruh perutnya tidak terdeteksi telinga tuan muda itu.
Oh, Lilac menatap nanar nasi soto yang dibawa oleh pelayan. Dengan susah payah, Lilac menelan air liurnya. Sayang sekali jika nasi soto lezat itu disia-siakan.
Tuk.
Semangkuk bubur dengan isian lengkap tersaji di depan Raven, tuan muda bawel itu. Tapi...
"Bubur?! Brengsek kalian!" raung Revan marah setelah aroma lezat bubur ayam tercium. "Aku bukan orang sakit parah yang harus makan bubur. Bawa pergi!"
Melihat satu lagi makanan kesukaannya dibawa pergi menjauh dari depan matanya, Lilac yang kelaparan, hanya sanggup memejamkan mata, menahan diri untuk tidak memohon agar makanan itu diberikan saja padanya. Biarkan saja tuan muda cerewet itu jadi hantu kelaparan.
"Lilac."
Lilac masih membayangkan dirinya menyantap nikmat bubur ayam itu, tidak mendengar panggilan majikannya.
"LILAC!"
"Saya." Lilac tersentak dan menjawab dengan gugup.
"Pergi ke dapur dan masak!" titah Revan tak bisa dibantah.
"Ma-masak?! Aku?!" Lilac membulatkan matanya dengan menundingkan jari telunjuk ke mukanya.
"CEPAT!"
Lalu saat ini..
Buk-buk-buk..
"Aaarrghh... sebel-sebel!" Teriakan Lilac teredam bantal. "Seenaknya saja menyuruhku masak, lalu menghabiskannya semua menu tanpa memberikanku sedikit bagian. Sebenarnya dia itu lapar atau rakus, hah?! Sebel-sebel! Nasi soto dan bubur ayam sudah raib dari dapur, sup ayam dan kering tempe buatanku pun juga ludes di perutnya. Stok makanan juga kebetulan sedang habis. Lalu aku.. terpaksa diriku yang malang ini mengisi perut tercinta dengan sebungkus mie instan dan nasi putih. Whoi, aku ini bekerja di vila konglomerat, bukan di kamp penyiksaan budak. SEBEL!"
Lilac berdiri cepat di atas ranjang, sempat bergoyang-goyang karena tidak stabil hingga nyaris terjungkal ke lantai. Kedua tangannya terkepal di udara, matanya bersinar semangat.
"JANGAN LEMAH, LILAC!" serunya berapi-api. "Ayo berjuang demi makanan, eh salah... demi dua milyar. Jangan biarkan gonggongan dan gigitan anjing, menghalangi langkahmu berlari mengejar impian. SEMANGAT LILAC!"
Tok-tok-tok.
Lilac yang sedang berorasi di atas ranjangnya, langsung membeku. Lalu terburu-buru turun mendengar ketukan di pintu kamarnya dan..
Gubrak.
Kali ini, Lilac terjatuh dari ranjang dan kakinya sedikit keseleo.
"Aduh, aduh, aduh," rintihnya terpincang-pincang, berjalan menuju pintu kamar. "Ya?" ucapnya saat membuka pintu dan terkejut. "Tu-tuan Revan? Sedang apa anda disini?"
"Apa yang kamu lakukan di kamar? Kenapa begitu berisik?" sembur sinis Revan dengan muka datarnya.
"Eng saya.. itu.. saya sedang..." Lilac menggaruk tengkuknya, bingung memberi jawaban.
Tiba-tiba Revan memutar kursi rodanya, membelakangi Lilac. "Ikut aku ke ruang kerja."
"Baik," ucap Lilac lemas. Sebelum menutup pintu, ditatapnya kasur empuk dengan nanar, gumamnya.. "Sepertinya aku tidak bisa menikmatimu lebih awal, guling bantalku. Sampai nanti sayangku."
"LILAC! JANGAN LELET!"
"Yaaa.."
Di ruang baca.
"Duduk!"
Lilac mengangguk lesu, tanpa suara. Lilac belum merasakan sofa empuk, beberapa lembar kertas disodorkan ke wajahnya.
"Bacakan ini untukku!" titah Revan tak bisa digugat.
Lilac mengambil lembaran kertas itu. "Apa ini?"
"Jangan banyak tanya. BACA SAJA!"
Mendapat semburan titah yang tak bisa dibantah, Lilac hanya bisa menghela napas tanpa suara. Jika sedikit saja helaan napasnya terdengar, dirinya dipastikan tidak bisa keluar hidup-hidup dari ruang kerja tuan muda monster ini.
Hampir satu jam, Lilac membacakan laporan penjualan dan investasi untuk bosnya yang duduk di kursi roda. Revan hanya mendengarkan serius tanpa ekspresi, apalagi memberikan komentar. Hal itu membuat Lilac sebal. Matanya sudah berat, tubuhnya lelah, eh sekarang malah disuruh mendongeng pelajaran ekonomi. Dasar menyebalkan!
"Apa dia.. tidur? Kalau begitu, aku kabur saja," gumam Lilac bergerak pelan, lalu menggoyang-goyangkan telapak tangan di depan wajah tuan muda itu. Karena Revan buta dan matanya tertutup, jadi Lilac tidak tahu apakah majikannya itu tidur atau masih terjaga.
Hup.
"Aaaahhh..."
Tiba-tiba pergelangan tangan Lilac dicekal dan digenggam erat. Tubuhnya ditarik kuat hingga terduduk di pangkuan Revan.
"Tu-tuan Revan," cicit Lilac mengkerut.
Disergap dengan gerakan cepat, membuat Lilac kaget sekaligus ketakutan. Menyadari dirinya duduk tak sopan di pangkuan majikannya, Lilac bergegas untuk berdiri. Namun gerakannya tertahan..
Mata Lilac membelalak syok menyadari dirinya berada terlalu dekat dengan Revan. Lilac berusaha membebaskan diri, tapi cengkraman bosnya yang semakin erat.
Lilac meringis. "Tu-an, saya rasa.. posisi ini tidak sopan. Biarkan saya turun."
"Suaramu enak didengar. Mulai besok, selesai makan malam, kamu datang ke ruang baca. Semua laporan dari Nando, kamu harus membacakannya untukku. Aku sudah bosan mendengar suara Nando yang membaca laporan seperti baca naskah upacara bendera," ucap datar Revan sembari melepaskan genggamannya, lalu mendorong Lilac menjauh darinya.
"Eh?"
Bersambung...
