
Ringkasan
Gala Yudha, yang biasa dipanggil dengan nama Gaga, adalah lulusan D3 Ilmu Keperawatan yang mengambil spesialisasi pengobatan herbal. Ia harus menikahi kakak angkatnya yang lumpuh setelah kedua orang tua angkatnya meninggal dunia. Pernikahan tersebut kemudian mengantarkan Gaga ke sebuah kemampuan yang tidak dapat diprediksi sebelumnya. Ia menjadi memiliki kemampuan mengobati secara tradisional pasien-pasien berat. Termasuk mengubah penampilan seseorang menjadi lebih muda dan menarik. Teknik yang ia gunakan adalah teknik akupunktur yang diperolehnya secara tidak sengaja. Kemampuan inilah yang kemudian mengubah kehidupan Gaga menjadi berbeda dan dikenal di kalangan tertentu. Smentara itu, bagi kalangan bawah, Gaga menjadi tumpuan harapan mereka sebagai Tabib Muda yang mujarab dan sakti. Gara-gara itu pula Gaga jadi memiliki klinik sendiri yang dibanti oleh berbagai pihak yang mendukungnya. Terutama para wanita cantik dan kaya.
Bab 1 - Gaga dan Laras
Namanya Bening Laras Asih, yang seharusnya tahun ini menyelesaikan kuliahnya dan menjadi sarjana Akuntansi seperti yang dicita-citakannya sejak di SMA dulu. Namun, sebuah peristiwa yang tidak dimengertinya menimpa dirinya. Tiba-tiba saja dirinya menjadi lumpuh dan tak dapat lagi menggerakkan anggota tubuhnya. Laras menjadi depresi dan kehilangan kendali. Apa lagi enam bulan kemudian kedua orang tuanya pun harus meninggalkan mereka akibat kecelakaan lalu lintas yang sama sekali tidak pernah diduganya. Lengkap sudah kesedihan Laras saat itu. Laras rasanya sudah ingin mengakhiri hidupnya saja karena tidak memiliki pegangan hidup apa pun.
Dua bulan sebelum kecelakaan lalu lintas yang memilukan itu, Galayudha, yang kerap dipanggil hanya dengan nama Gaga saja, berhasil diwisuda di program D2 Ilmu Kesehatan untuk program studi tambahan Pengobatan Tradisional. Maka, saat kedua orang tua Laras meninggal, Gaga-lah yang menggantikan peran ibunya mengurusi Laras yang lumpuh. Gaga adalah anak angkat keluarga itu yang tidak ada bedanya dengan anak kandung keluarga itu.
“Aku minta maaf, Gaga. Aku hanya bisa merepotkan kamu setiap hari. Kalau saja aku bisa sembuh dari sakit ini, kamu tentu sudah ingin mencari pekerjaan buat bekal kamu sendiri,” kata Laras sambil meneteskan air mata, tidak tega melihat satu-satunya adiknya yang sudah mulai menginjak dewasa harus terhambat menjalani hidupnya gara-gara dirinya yang lumpuh dan tak mampu melakukan apa-apa sendiri.
“Jangan bicara begitu, Kak. Bukan keinginan Kakak sakit ini juga. Ini murni cobaan bagi kita dari Yang Mahakuasa supaya kita belajar buat bersabar dan tidak melupakan-Nya.” Galayuda mengingatkan kakaknya agar tidak terlalu menyesali keadaan dirinya.
“Tapi, seharusnya kamu sudah mulai menata diri buat hidup mandiri,” ujar Laras.
“Kalau aku hidup mandiri seperti yang Kakak bayangkan, lalu siapa yang akan mengurus Kakak? Kita hanya berdua, Kak Laras. Kalau kita tidak saling membantu, bagaimana kita bisa hidup sampai seauh ini,” ujar Gaga.
Laras tertunduk. Ucapan adiknya itu memang ada benarnya. Jika saja Gaga pergi bekerja setiap hari, siapa yang akan membantunya mengurus dirinya. Menyediakan makannya, bahkan membawanya ke kamar mandi untuk mandi dan melakukan hal lainnya. Kedua kakinya benar-benar lumpuh sudah lebih dari setahun ini. Bahkan, karena lama tidak pernah digerakkan, bentuk kakinya mulai tampak mengecil dari ukuran semula.
Pada awalnya, Laras adalah gadis cantik yang ceria dan menjadi bunga desa. Kedua orang tuanya sangat bangga memiliki anak secantik Laras yang diam-diam menjadi rebutan pemuda dari berbagai desa. Tak sedikit anak-anak orang kaya serta tokoh masyarakat mencoba mendekati gadis itu. Akan tetapi, Laras tampaknya belum tertarik untuk menempuh kehidupan baru berumah tangga. Dia masih berusaha mengejar cita-citanya menjadi seorang sarjana, dan menempuh pendidikan tinggi pada sebuah sekolah tinggi swasta yang ada di kotanya. Laras sebenarnya sudah menginjak semester lima ketika musibah besar itu datang menerpa dirinya.
Diawali dengan upaya pendekatan yang dilakukan oleh tiga orang pemuda anak orang kaya di kecamatan Sukasari terhadap Lara, kemudian terjadi persaingan di antara ketiga pemuda itu. Masing-masing berlomba untuk memperoleh perhatian Laras. Mereka berlomba memberikan berbagai macam hadiah kepada gadis itu, yang sebenarnya ditolak semuanya oleh Laras. Namun, upaya mereka tetap berjalan dan tidak pernah berhenti. Bahkan, mereka bertiga sampai datang ke tempat kost Laras di kota dan mencoba merayu dan membujuknya agar Laras mau menjadi isteri mereka. Tentu saja hal ini sangat mengganggu konsentrasi belajar Lara, sehingga orang tua Laras terpaksa ikut turun tangan dan memberikan nasihat kepada ketiga pemuda itu. Nasihat yang pada dasarnya meminta mereka bertiga memberikan kesempatan kepada Laras untuk menyelesaikan studinya dengan tidak mengganggunya.
Ketiga pemuda itu tidak mau terima dan mengatakan bahwa orang tua Laras sebagai orang yang kolot dan mengekang kehidupan anaknya. Laras tentu saja tidak menerima tuduhan tersebut dan mengusir ketiga pemuda tersebut yang menurutnya tidak tahu malu.
Peristiwa tersebut ternyata berbuntut panjang. Laras sering memperoleh gangguan dari salah seorang pemuda itu yang bernama Ezra Barata. Terkadang pemuda itu sengaja mendatangi tempat kost Laras dan tanpa malu terus mengganggu gadis itu. Belum pula gangguan di kampusnya yang membuat sejumlah teman Laras menjadi ikut terganggu pula. Karena gangguan itu pula prestasi Laras menurun drastis sehingga gadis itu memutuskan untuk mengambil cuti kuliah untuk waktu tidak terbatas.
Laras pulang ke rumahnya dan selalu sembunyi tidak pernah keluar karena ketakutan. Hingga suatu hari, terjadi hal yang sangat membuat keluarga itu panik. Laras tiba-tiba menjadi lumpuh tak dapat lagi berjalan sama sekali. Kedua orang tuanya berusaha melakukan pengobatan ke berbagai ahli medis sampai mengunjungi tokoh agama. Kesimpulannya, secara medis Laras tidak mengalami gangguan apa-apa, tetapi secara non-medis Laras telah diganggu oleh seseorang yang merasa tersakiti.
Meskipun kedua orang tua Laras mulai menduga siapa pelakunya, tetapi secara hukum sulit dibuktikan. Puncaknya, musibah besar itu lengkap menimpa keluarga itu. Kedua orang tua Laras meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas. Kesedihan yang dialami Laras lengkap sudah. Ia tidak lagi memiliki pegangan untuk bertahan hidup.
Beruntungnya, Gaga baru menyelesaikan kuliahnnya dari D2 Ilmu Kesehatan. Anak muda itu kemudian menunda keinginannya untuk bekerja demi menjaga kakaknya yang tak mampu berbuat apa-apa selain mengandalkan dirinya.
Sejak meninggalnya kedua orang tua mereka, Gagalah yang mengurus Laras secara penuh dengan kesabaran dan kasih sayang. Hanya Laras satu-satunya keluarga yang ada saat ini, yang wajib ia jaga dan ia urus segalanya.
Pada awalnya, Laras sama sekali tidak mampu menggerakkan tangannya. Semua kebutuhan Laras sepenuhnya dilakukan oleh Gaga tanpa merasa risih. Menyuapinya makan, menggendongnya ke kamar mandi jika ingin membuang hajat besar dan kecil, memandikannya, sampai mengganti pakaiannya. Semua dilakukan oleh Gaga. Namun, dengan segala kesabaran, Gaga sering memijat-mijat tangan kakaknya dari pundak hingga jari tangannya. Lambat laun Laras dapat menggerakkan tangannya, sehingga kini banyak aktivitas Laras yang dilakukannya sendiri, kecuali bepergian keluar dari kamar ke kamar mandi atau ke halaman belakang untuk berjemur.
Untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari, Gaga berupaya sendiri untuk bekerja hanya untuk dapat membeli setengah liter beras buat makan mereka berdua, serta kebutuhan kecil lainnya. Pensiunan Bapak sudah tidak dapat menunjang kehidupan Laras dan Gaga karena keduanya secara usia telah dianggap dewasa. Apa lagi Gaga telah selesai kuliah di program D2.
Oleh karena itu, kadang-kadang Gaga pergi ke dalam hutan untuk mencari sesuatu yang dapat dibawa dan dijualnya di pasar. Untunglah polisi kehutanan yang menjaga hutan memperbolehkan Gaga untuk mencari tanaman yang bisa dijualnya ke pasar dari dalam hutan tersebut.
“Gaga, tadi ke hutan?” tanya Laras pada suatu malam menjelang mereka beristirahat.
“Iya, Kak. Lumayan dapat cukup banyak yang bisa kita jual besok ke pasar. Pa Dadang Polhut juga menyuruhku buat membawa dua tandan pisang itu untuk dijual ke pasar,” kata Gaga.
“Pisang apa itu, Gaga?” tanya Laras. Ia melihat tumpukan hasil hutan yang diperoleh Gaga di ruang tengah rumahnya.
“Pisang Bangka sama pisang Kepok. Yang mau dibawa ke pasar yang besar-besarnya saja, pisang kecilnya buat kita di sini,” kata Gaga menunjuk pisang yang sudah dipotong dari tandannya dan dimasukkan ke dalam keranjang.
"Iya, Gaga. Udah lama banget kita tidak pernah makan pisang yang dikukus. Pisang Bangka itu sudah pada kuning tuh, bisa dikukus biar enak dimakannya," kata Laras.
"Kak Laras mau pisang Bangka itu? Biar sekarang saja dikukusnya," kata Gaga seraya pergi ke dapur untuk mengukus pisang yang diperolehnya tadi siang di hufan.
Melihat Gaga begitu spontan memenuhi keinginannya, Laras tak tahan untuk tidak meneteskan air matanya. Ia menangis melihat betapa setianya Gaga melayani dirinya selama lebih dari setahun ini.
"Kamu baik sekali, Gaga. Aku sungguh malu telah menahanmu di rumah melayaniku," bisik Laras. Ia melihat asap memenuhi ruangan dapur.
"Kenapa berasap, Gaga?" tanya Laras.
"Gasnya habis, Teh. Ini pakai kayu bakar. Agak susah nyala, kayunya basah," kata Gaga yang berusaha menyalakan api di tungkunya. Meskipun dapat menyala, seluruh ruangan menjadi penuh asap gara-gara memasak memakai tungku dan kayu bakar.
Sudah dua hari memang Gaga memasak dengan menggunakan kayu bakar yang ia cari di sekitar hutan. Ia bawa ke rumahnya sebagai persediaan untuk memasak. Harga gas 3 kg di kampungnya cukup mahal, bisa mencapai 25 ribu. Akan tetapi, kalau membeli di pangkalan gas harganya hanya 19 ribu. Selisihnya sangat banyak, sampai 6 ribu.
Dengan sabar, Gaga akhirnya dapat membawa rebusan pisang Bangka ke hadapan kakaknya.
"Ini masih panas, Kak. Biar dingin dulu aku bukain," kata Gaga sambil mengupas salah satu rebusan pisang Bangka tersebut agar cepat dingin.
"Biar sama aku saja, Gaga. Aku juga bisa kalau hanya mendinginkan pisang ini," kata Laras sambil tersenyum.
Gaga ikut tersenyum pula. Ia sering lupa kalau Laras juga sekarang sudah dapat menggunakan tangannya.
"Kak Laras kalau tersenyum begitu cantik sekali," kata Gaga memuji kakaknya.
"Mana ada orang lumpuh begini dibilang cantik," kilah Laras.
"Memang cantik, Kak. Tidak mungkin si Ezra, si Sandi, sama si Karman mengejar-ngejar Kakak," kata Gaga.
"Jangan ngomongin orang-orang itu, Gaga. Selera makanku suka hilang kalau ingat mereka. Si Sandi malah pernah masuk kamar kostku mau memperkosa, tapi keburu ditangkap oleh anak-anak kost pria yang ada di depan tempat kost."
"Tuh, kan Kakak sendiri yang ngomongin si Sandi segala," tegur Gaga.
"Aku marah banget sama mereka. Benar-benar hidup mereka itu kacau sekali," ujar Laras sedih. Itu sudah lebih dari satu setengah tahun berlalu. Jika tak terjadi hal itu, tentu sekarang Laras sudah masuk di semester delapan kuliahnya. Sayangnya, semua harus terhenti ketika ia baru di semester lima yang babak belur karena gangguan ketiga lelaki yang tidak bertanggung jawab itu.
