
Ringkasan
"Saya ingin membalas dendam, tolong beri saya waktu tiga bulan." "Baiklah, tapi ada permintaan yang harus kamu laksanakan." "Apa itu?" "Layani aku, saat aku menginginkanmu." ******* Semua bermula pada malam itu, kejadian penyerangan kediaman Keira membuat Keira ingin membalas dendam pada pria tersebut. Dengan memilih untuk setuju dengan iblis penjaga. Dimana Keira mengorbankan nyawanya. Akankah dia berhasil? Atau terjebak dalam cinta terlarang?
chapter 1
Keira Sovanna. seorang anak yang diangkat oleh Tuan Marlon, Marlon adalah ketua mafia yang sangat terkenal dalam dunia kegelapan di negara New York selama tujuh tahun.
Dimana Marlon adalah bandar narkoba terbesar di kota New York, yang selama lolos dari incaran polisi.
Keira hanyalah anak jalanan yang ditinggalkan kedua orang tuanya, ditinggalkan di pinggiran jalanan kota New York saat usia baru menginjak empat tahun, saat itu Tuan Marlon tidak sengaja melihat Keira dan memutuskan untuk menjadikan Keira sebagai anak angkat, Karena Tuan Marlon tidak memiliki anak perempuan.
Saat itu Keira berusia enam tahun, Ayahnya mulai memperkenalkan dunia mafia pada Keira, dunia dimana Keira diajarkan untuk memegang senjata bukan lagi memegang boneka ataupun mainan anak perempuan pada umumnya. Hingga menginjak usia sembilan tahun, Tuan Marlon mulai memberi Keira pelatihan untuk ilmu bela diri dan tidak lupa juga pendidikan sekolah.
Keira yang saat itu masih tidak mengerti dengan semua itu hanya bisa mengikuti semua perintah sang Ayah, Keira tidak pernah mengeluh ataupun bertanya apa tujuan sang ayah mengajarkan semua ini pada Keira, bagaimanapun juga jika Tuan Marlon tidak mengangkat Keira sebagai anak angkat mungkin nasib Keira masih akan seperti dahulu. Tinggal di jalanan.
Tidak ada rasa takut sedikitpun saat mata Keira melihat banyak benda tajam atau pun pistol yang bertebaran di dalam ruangan khusus milik sang ayah, di usia Keira yang ke tujuh belas tahun sang Ayah mulai mengajarkan Keira tentang menggunakan senjata, mulai dari pisau lipat, suntikan, dan pistol, atau senjata yang mudah untuk disimpan dan dibawa kemanapun.
Di saat ulang tahun yang ketujuh belas Keira mendapatkan hadiah dari ayahnya yaitu sebuah misi untuk membunuh saudara laki-laki yang tak berguna menurutnya sang Ayah, saat itu Keira sangat bingung untuk menggunakan cara apa untuk membunuh sang kakak yang memang tidak berguna, kakak keduanya lumpuh dan hanya bisa berbaring di kamar, Keira sebenarnya tidak menyangka misi pertamanya adalah membunuh kakak keduanya.
"Hasil yang bagus putriku! Kamu menjalankan tugas dengan baik. Ayah bangga padamu. Sekarang kamu bisa beristirahat," Ucap Tuan Marlon. Dengan sebatang rokok yang di tangannya, Marlon memuji Keira yang terduduk di lantai sambil menundukkan pandangannya.
Keira masih mencoba mengendalikan tubuhnya, Keira masih bergetar hebat. Teringat hal yang baru Keira lakukan, membunuh kakaknya dengan suntikan mematikan, teringat jelas teriakan kesakitan di kepalanya, Keira tidak menduga jika itu terasa lebih mengerikan dari latihan yang Keira.
“Terima kasih Ayah,” ucap Keira dengan hormat kepada sang ayah, Keira melangkah mundur kembali kamar yang ada di lantai atas.
Sesampainya di kamar Keira hanya bisa terdiam, dengan lemas Keira menjatuhkan tubuh ke lantai dan memeluk erat lututnya, lalu wajahnya menunduk.
“Apakah semua akan baik? Aku sangat takut sekarang, aku tidak ingin membunuh lagi. Bagaimana aku bisa pergi dari sini?” Keira sedih, kehidupan selalu di hadapan pada pilihan, di mana Keira selalu salah mengambil pilihan itu.
Tidak mungkin Keira kabur, Tuan Malron sudah membantu banyak hal dalam hidup Keira, jadi Keira tidak bisa menolak jika ini adalah takdir.
Setelah itu Keira kembali ke meja belajarnya, dia harus mendapatkan nilai yang bagus untuk mendaftar di universitas London, Keira memang sengaja memilih di sana, agar dia bisa lepas dari jangkauan ayahnya, dalam artinya ini rencana Keira melarikan diri. Dengan memanfaatkan kecerdasannya.
Lembaran demi lembaran buku mulai Keira baca satu persatu, hari sudah menunjukan pukul 12 malam, tapi tidak mematahkan semangat Keira untuk terus memahami materi yang ada di dalam buku.
Tidak lama kemudian suara keributan yang berasal dari luar kamar, membuat Keira penasaran memuncak, Keira terburu-buru meninggalkan kamar dan dengan hati-hati Keira melihat apa yang sedang terjadi di luar sana.
Itu bukan suatu keributan yang biasa terjadi di rumah, Keira terkejut melihat apa yang terjadi di lantai bawah, semua anak bawahan sang ayah sudah tergeletak dilantai dengan banyak darah yang berceceran disana.
Keira melangkah mundur untuk mencoba melarikan diri, namun satu tangan besar menarik tangan Keira hingga membuat Keira menatap ke arahnya, pria dengan jas berwarna silver dan mata yang berwarna hitam pekat itu menghancurkan semua pertahanan diri Keira dalam sekejap mata.
Keira mendadak kaku saat tubuhnya diseret untuk turun dari tangga, menuju ruang tamu yang terdapat banyak sekali darah, yang mengubah lantai keramik menjadi berwarna merah darah.
“Tuan Liam semua anak buahnya sudah selesai diatasi.”
Liam memberikan anggukan. “Bagus, jangan lupa untuk mengambil semua buktinya, jangan sampai ada yang lolos.”
Kini tubuh Keira sudah berada di hadapan sang ayah, diikat di kursi tempat biasa Marlon mendengarkan banyak laporan dari anggotanya.
“Ayah, sebenarnya apa yang terjadi?”
Keira menatap bingung ayahnya, tidak mengerti apa yang sedang terjadi, tapi dari pengamatan Keira apakah akhirnya ayahnya harus tertangkap? Keira harus bahagia atau sebaliknya, Keira memilih kakak pertamanya yang tergeletak di lantai, entah kenapa ini membawa perasaan buruk pada Keira.
“Kita bertemu lagi Tuan Marlon, akhirnya kau jatuh di tanganku.” ucap Liam.
“Tolong biarkan putriku untuk pergi dari sini, dia tidak punya sangkut pautnya dengan masa lalu kita.” Marlon sudah sangat putus asa, semua hancur dan Marlon tidak punya pilihan lain, mungkin dengan melepaskan Keira. Kematian masih bisa menjadi balas dendam.
“Kenapa aku harus melepaskannya? Dendamku juga harus di rasakan putrimu.” Liam mendekat pada Marlon, mengeluarkan pistol dari saku jasnya.
“Tidak Liam, dia bukan anak kandungku.” Marlon memohon, melihat Keira harus menanggung masalahnya, itu bukan hal yang Marlon bisa terima. Keira hanya angkat yang tidak sangkut paut apapun dengan masa lalu, antara Marlon dan juga kedua orang tua Liam, terutama ibunya Liam.
“Aku tidak peduli, dendam itu harus aku lakukan sama seperti yang kau lakukan pada ibuku.”
Keira terdiam, apa yang terjadi masih tidak bisa Keira pahami, apa yang terjadi di masa lalu sampai ayahnya terlihat takut, dan siapa Liam itu? Dendam apa yang Liam simpan pada ayahnya?
“Sebenarnya apa yang kalian inginkan? tolong jangan bunuh ayahku.” Keira mengeluarkan suaranya, melihat ayahnya dan juga Liam, Keira merasa semakin buruk, apakah ayahnya akan mati di hadapan Keira?
“Keira, jangan lupakan tentang hubungan kita dan janjimu.” Marlon tahu kini sudah waktunya, meninggalkan pesan sebelum akhirnya. Pria berjas silver itu mengangkat pistol mengarahkan kepada Marlon, dan detik itu juga sebuah tembakan mengenai tetap di kepala sang ayah.
“Ayah!!”
Keira berteriak, mencoba melakukan perlawanan tapi tubuhnya di paksa berlutut di lantai, betapa sedih kehidupannya menyaksikan sang ayah mati di hadapannya, air mata Keira terus mengalir hingga membasahi lantai, Keira menatap pria berjas silver penuh dengan kebencian dan bersumpah jika Keira yang akan membunuhnya suatu hari.
“Jangan menatapku seperti itu, inilah takdir ayahmu.” Ucap Liam, kakinya melangkah dan menarik dagu Keira dengan tangan yang dia gunakan untuk menembak sang ayah, hanya memaksa Keira untuk menatap dirinya.
“Jauhkan tangan kotormu!” Keira menolak, menjauhkan wajahnya walau sulit karena tubuhnya masih di tahan dua orang di belakangnya.
Liam menjauh, sepertinya Liam harus menjinakan Keira terlebih dahulu, “Kalian bisa meninggalkan rumah ini, untuk gadis ini biar aku yang menanganinya.”
Semua yang ada di sana perlahan meninggalkan rumah Keira, semua orang di sana mati di tempat, sedangkan Keira kembali di seret untuk ikut meninggalkan rumahnya.
“Lepaskan! aku tidak mau ikut bersamamu.” Keira mencoba melepaskan pergelangan tangannya, tidak bisa selesai seperti ini, banyak sekali pertanyaan yang ingin Keira tahu.
“Kau tidak akan bisa menolak, jangan diam sebelum aku menutup mulutmu.”
Liam sedikit kesulitan dengan perlawanan Keira, akhirnya memutuskan menggendong Keira agar bisa membawanya lebih mudah keluar dari rumah.
“Tidak! Lepaskan aku!! Brengsek!”
