Pustaka
Bahasa Indonesia

Perempuan di Klinik Bersalin

31.0K · Tamat
Ryanti
24
Bab
342
View
9.0
Rating

Ringkasan

Dewi, seorang bidan 'terperangkap' di sebuah klinik bersalin illegal, saat dia sedang mencari alamat yang tertera di info Lowongan Kerja sebuah surat kabar. Dua hari Dewi bekerja di klinik bersalin itu, tapi keluarganya telah kehilangan dia selama satu minggu. Ternyata, klinik bersalin tersebut adalah sebuah klinik yang telah dibakar massa, empat tahun yang lalu, karena digunakan sebagai tempat aborsi. Dapatkah Bidan Dewi keluar dari klinik bersalin itu? Bagaimana akhirnya kedua orang tua Dewi menemukan dirinya?

SupernaturalDokterWanita CantikThrillerSuspenseRevengeMenyedihkan

Info Lowongan Kerja

Perempuan di Klinik Bersalin

Part 1

***

POV Bidan Dewi

***

Ketika membaca surat kabar suatu hari, mata ini melihat sebuah lowongan pekerjaan di satu klinik bersalin, yang lokasinya agak jauh dari tempat tinggalku. Memerlukan waktu sekitar satu setengah jam dalam perjalanan untuk sampai ke sana, dengan menggunakan sepeda motor jika perjalanan lancar dan tidak terjebak macet.

Klinik Bersalin Kencana, membutuhkan seorang tenaga lulusan D3 Kebidanan, dua orang lulusan D3 Keperawatan, seorang lulusan D3 Analis dan S1 Farmasi serta dua orang dokter umum, dengan beberapa kriteria yang disebutkan di kolom lowongan kerja tersebut.

Dan salah satu syarat semua lulusan tenaga kesehatan yang dibutuhkan oleh Klinik Bersalin Kencana tersebut adalah perempuan. Entah kenapa, aku tak paham. Mungkin karena pekerjaan yang ada klinik bersalin itu lebih banyak berhubungan dengan ibu hamil dan ibu melahirkan, yang sudah pasti mereka adalah perempuan. Aku lalu melingkari info lowongan kerja itu dengan menggunakan bolpoin, agar terlihat dengan jelas.

Awalnya diri ini sempat merasa agak ragu untuk mengajukan surat lamaran di Klinik Bersalin Kencana, selain karena aku belum pernah datang langsung ke daerah yang disebutkan dalam info lowongan kerja itu, jarak yang harus ditempuh juga lumayan jauh, 60 kilometer. Aku mengetahui informasi tersebut hanya dari peta.

Tapi karena aku sedang membutuhkan pekerjaan, maka segera aku siapkan semua persyaratan yang diminta oleh pihak Klinik Bersalin Kencana.

Rencananya, besok pagi aku akan datang ke klinik tersebut. Dalam hati aku berharap, semoga saja aku bisa diterima bekerja di tempat itu.

***

Aku berangkat tepat pukul tujuh pagi, dengan mengendarai sepeda motor menuju alamat Klinik Bersalin Kencana.

Setelah sekitar satu setengah jam menempuh perjalanan, dengan beberapa kali berhenti untuk bertanya kepada orang yang aku jumpai, di mana letak Desa Alang-alang, sampailah aku di sebuah pertigaan jalan. Di pinggir jalan itu, ada sebuah papan nama berukuran besar bertuliskan 'Klinik Bersalin Kencana' dengan tanda panah yang menunjuk ke arah dalam sebuah gang sempit.

Sejenak diri ini merasa ragu, masa iya sih, sebuah klinik bersalin berada di tempat yang akses jalannya untuk menuju ke sana tak bisa dilalui oleh kendaraan roda empat. Namun kemudian aku tepis keraguan itu. Aku berpikir, barangkali saja ada jalan lain selain gang sempit yang ada di depan ini, hanya aku saja yang tidak mengetahuinya.

Perlahan aku lalu menyusuri jalan yang masih berupa tanah tersebut dengan mengikuti arah tanda panah. Sepertinya itu adalah jalan kampung yang masih lumayan sepi. Di sepanjang jalan hanya tampak semak belukar. Di mana Klinik Bersalin Kencana itu terletak? Aku membatin.

Aku tak bertemu dengan seorang pun selama dalam perjalanan, betul-betul sangat sepi. Tak ada juga rumah atau bangunan lain yang berdiri di sisi kiri dan kanan jalan, semuanya hanya semak belukar. Sejenak aku kembali merasa ragu, haruskah meneruskan perjalanan? Atau aku kembali pulang saja?

Untuk beberapa saat aku merasa bimbang. Sambil tetap mengendarai sepeda motor, aku terus berpikir, menentukan pilihan. Antara meneruskan perjalanan atau kembali pulang saja.

Akhirnya aku memutuskan untuk melanjutkan perjalanan, menuju ke Klinik Bersalin Kencana. Sudah kepalang tanggung, mungkin tinggal sebentar lagi aku akan sampai alamat yang dicari, begitu pikirku.

***

Kurang lebih setengah jam kemudian, aku sampai di depan sebuah bangunan yang lumayan besar dan megah, dengan cat warna hijau lumut. Ada sebuah papan nama berukuran besar di bagian depan bangunan itu. Tertulis di sana 'Klinik Bersalin Kencana'. Sepertinya Klinik Bersalin Kencana ini baru saja selesai dibangun, terlihat dari bangunan yang masih berbau cat, aku bergumam.

Aku lantas turun dari sepeda motor, lalu mengamati keadaan sekeliling tempat itu. Tak terdengar suara apa pun, sangat sepi, sama seperti di sepanjang jalan yang menuju ke mari. Aku melihat di depan klinik ada sebuah rumah, yang masih berdinding bata merah.

Sedangkan di sekeliling klinik masih berupa tanah kosong.

[Apa ada yang akan melahirkan di tempat seperti ini ya? Dari pertama tadi aku masuk ke jalan yang menuju arah klinik, nggak ada satu pun rumah yang kutemui. Aku juga nggak bertemu dengan seorang pun di sepanjang jalan tadi]

Bermacam pertanyaan singgah di kepala. Aku merasa heran dan aneh saja dengan bangunan klinik bersalin yang ada di depanku saat ini.

***

"Assalaamu'alaikum."

Aku mengucapkan salam, sembari mengetuk pintu bagian depan klinik.

Tak ada jawaban.

"Assalaamu'alaikum …."

Aku mengulangi dengan lebih keras, seraya melongok-kan kepala ke arah dalam klinik. Barangkali saja suaraku tak terdengar sampai ke dalam. Namun tak juga ada orang yang menjawab salamku.

[Apa nggak ada orang di dalam klinik ini? Tapi semua pintu dan jendela klinik terbuka. Atau orangnya sedang keluar?]

Dua menit aku menunggu, tak juga ada seorang pun yang keluar dari dalam klinik. Aku lantas berjalan menuju ke rumah yang ada di depan klinik bersalin itu. Kuketuk pintu rumah tersebut sembari mengucapkan salam sesampainya di sana. Beberapa waktu aku menunggu tapi tak juga ada yang menyahut. Akhirnya aku kembali lagi ke klinik.

***

Tampak seorang perempuan berusia sekitar tiga puluh tahun sedang berdiri di depan pintu klinik, ketika aku sampai di sana. Dia mengenakan setelan baju warna pink lengan panjang bercorak bunga dan rok warna hitam di bawah lutut. Terlihat sangat cantik dan anggun. Dia tersenyum kepadaku. Aku balas tersenyum, mungkin itu ibu pemilik klinik, aku membatin.

"Assalaamu'alaikum, Bu."

Aku mengucapkan salam, begitu berada di depan perempuan cantik itu.

"Wa'alaikum salam," jawab perempuan tersebut.

"Tadi saya sudah ke sini, tapi sepi. Beberapa kali saya mengucapkan salam, tapi nggak ada yang menjawab, jadi saya ke rumah depan, maksudnya ingin menanyakan apa di klinik ini ada orang, tapi ternyata juga di sana nggak ada orangnya," kataku menjelaskan.

"Oya? Maaf, tadi saya masih di bawah, nggak dengar kalau ada orang mengucap salam,"

Di bawah? Aku lihat klinik bersalin ini hanya satu lantai, nggak bertingkat. Tapi kenapa si ibu bilang dia tadi masih di bawah? Aneh, aku membatin.

"Nggak apa-apa, Bu. Oh … ya, nama saya Dewi, saya lulusan D3 Kebidanan. Maksud kedatangan saya ke sini mau melamar pekerjaan di Klinik Bersalin Kencana ini, soalnya kemarin saya baca di koran, kalau di sini sedang membutuhkan tenaga bidan. Apa lowongan itu masih ada?" tanyaku dengan penuh harap.

"Kebetulan sekali, Dewi. Lowongan itu masih ada. Kenalkan, saya Anggi, pemilik Klinik Bersalin Kencana ini. Ayo mari silakan masuk, kita berbincang di dalam."

Bu Anggi lalu mengajakku masuk ke sebuah ruangan di dalam klinik bersalin itu. Ruangan yang cukup luas, berukuran sekitar 24 meter persegi, terlihat sangat rapi dan bersih. Aku kemudian dipersilakan masuk dan duduk.

Tampak ada satu set sofa di sudut ruangan, ada set meja kursi di sudut dekat pintu masuk, ada dua buah lemari yang berukuran besar di sebelahnya, berisi buku-buku. Ada sebuah jam dinding dan beberapa buah bingkai foto yang dipajang. Semuanya tampak tertata dengan rapi.

Aku memberikan map berisi beberapa lembar dokumen, seperti fotocopy ijazah, SIBB (Surat Izin Berpraktik Bidan), sertifikat APN (Asuhan Persalinan Normal) dan lain-lain, sebagai persyaratan yang sudah kusiapkan dari kemarin kepada Bu Anggi, setelah beliau memintanya.

"Apa kamu sudah pernah bekerja sebelumnya, Dewi?" tanya Bu Anggi, setelah dia selesai membaca isi map yang kuberikan tadi.

"Belum, Bu."

"Klinik bersalin ini baru dibangun, jadi masih belum banyak orang yang tahu. Pegawai-nya pun baru ada sepuluh orang. Dua orang dokter, satu orang sebagai penanggungjawab klinik dan satu lagi dokter umum. Tapi mereka nggak setiap hari berada di klinik. Lalu ada tiga orang perawat dan dua orang bidan, mereka bergantian dinas dan berbagi shift. Ada juga seorang juru masak, cleaning service dan supir. Semua tenaga kesehatan yang bekerja di sini, harus bisa dan menguasai pekerjaan, karena suatu saat mereka akan dinas sendirian dan harus bisa menangani setiap keadaaan. Apa kamu sanggup?" tanya Bu Anggi, setelah dia memberikan penjelasan tentang siapa saja yang bekerja di klinik dengan panjang lebar.

Sesaat aku terdiam. Sendirian dinas di tempat ini? Kalau siang hari mungkin masih tak seberapa seram, tapi bagaimana jika malam hari? Apa aku sanggup dinas malam sendirian di klinik bersalin ini?

***

Bersambung