Pustaka
Bahasa Indonesia

Perawanku Untukmu

29.0K · Baru update
Mulan168
21
Bab
17
View
9.0
Rating

Ringkasan

Anton Wiranata dan Dini Permatasari sudah saling mengenal sejak kecil. Mereka dipesatukan kembali karena kuliah di kampus yang sama. Mereka menjalin hubungan spesial. Namun, karena kesalahan fatal yang tak sengaja dilakukan mereka berdua, Dini jadi berbadan dua. Namun, saat Dini sudah berbadan dua, Anton malah menolak bertanggungjawab karena ingin meniti karir terlebih dahulu. Dengan perasaan kecewa, Dini memutuskan untuk melakukan aborsi. Apakah akhirnya Anton akan mempertanggungjawabkan perbuatannya atau Dini harus melakukan aborsi?

RomansaModernMetropolitan

Bab 1 Jatuh Cinta

Anton terbangun saat merasakan panas yang menjalar di sekujur tubuhnya. Dilihatnya kaos yang dipakainya sudah basah karena keringat. Keringat juga membasahi keningnya. Padahal AC di kamarnya masih menyala, tapi mengapa udara terasa begitu panas?

Setelah mencari-cari remote AC, akhirnya Anton mendapatkan apa yang dia cari. Ternyata remote AC ada di atas ranjang, tepat di samping bantal kepalanya.

Anton sangat terkejut saat melihat seorang perempuan sedang tidur tepat di sampingnya. Dengan posisi tidur membelakangi Anton. Rambut hitam nan lebat milik perempuan itu terurai indah sekali. Bagaimana bisa dia tidak menyadari kehadiran perempuan ini sedari tadi?

atau jangan-jangan…… Perempuan itu hantu?

Dengan perlahan, Anton menyentuh lengan perempuan itu. Dia membalikkan posisi tidur perempuan itu menjadi terlentang. Setelah wajahnya tampak jelas terlihat, Anton sangat terkejut bukan main saat melihat siapa perempuan yang tidur di sampingnya itu.

Dini Permatasari, tetangga sekaligus sahabat dekat Anton Wiranata. Dini adalah sahabat kecil Anton, bahkan sudah dia anggap seperti adiknya sendiri. Ya, walaupun sebenarnya Anton Cuma 6 bulan lebih tua dari Dini.

Dengan perlahan, Anton membangunkan Dini. “Din, Bangun, Din!” Bisiknya pelan.

Tak lama kemudian, Dini membuka matanya. Bahkan, saat baru bangun tidur pun, Dini terlihat cantik sekali. Matanya hitam pekat, bulu matanya lentik, hidungnya mancung, dagunya berbentuk huruf V sempurna. Kadang kala Anton berpikir, bagaimana bisa perempuan yang ada di sampingnya ini benar-benar nyata?

Dini tersenyum manis saat melihat Anton. Dia mencium bibir ranum Anton. Ciumannya sangat lama, tapi anehnya Anton sama sekali tidak merasa kekurangan oksigen alis ngos-ngosan saat dicium Dini begitu lama.

Setelah ciuman itu usai, Dini memandangi wajah Anton. Dia mengagumi betapa indahnya laki-laki ciptaan Tuhan yang satu ini. Anton hanya terdiam, dirinya juga larut dalam paras rupawan milik Dini.

“I love you!” Bisik Dini.

“I love you too!” Balas Anton.

Kemudian Anton menindih tubuh mungil Dini. Kedua tangannya menangkup wajah Dini. Sementara jarinya mengelus pipi halus milik Dini. Betapa mulusnya pipi Dini itu.

“Anton…… Aku mau ‘itu’……” Bisik Dini manja.

Anton menyeringai. “Kamu mau apa? Hm……?” Tanyanya pelan.

Pipi Dini berubah jadi kemerahan. Tangan Dini lalu naik turun, mengelus ‘adik kecil’ milik Anton dengan jari-jari halus tangannya. “Aku mau ini, Ton.” Jawabnya malu-malu.

Seringai Anton melebar. “Apa kamu yakin, Din?” Tanyanya ragu-ragu.

Dini hanya menganggukkan kepalanya.

Tanpa basa-basi, Anton langsung menanggalkan celananya. Pipi Dini merona semakin merah saat melihat betapa besarnya dan gagahnya milik Anton saat sedang tegang itu. Tanpa ragu-ragu, Dini langsung mengelus milik Anton yang sudah tidak ditutupi sehelai kain pun.

“Anton, gede banget!” Bisik Dini.

Anton menyeringai. “Tapi, kamu suka, kan?” Godanya.

Dini hanya tersenyum malu-malu. Kemudian Anton menanggalkan seluruh pakaian yang menutupi tubuh mungil itu. Napsunya semakin memuncak saat melihat kedua gundukkan kembar milik Dini yang begitu ranum dan sangat menantang yang berada tepat di hadapannya itu.

Anton mencium gundukan kembar milik Dini secara bergantian, sehingga membuat si empunya tak henti-hentinya mendesah.

“Anton…… Ah……!” Desah Dini.

“Enak, kan?” Goda Anton.

Dini tak menjawab. Fokusnya sudah hilang, tergantikan dengan napsu. Dini sudah tak sabar menantikan apa yang akan terjadi selanjutnya.

“Apa boleh, Din?” Tanya Anton ragu.

Dini pun mengangguk ragu. “Boleh, asalkan pelan-pelan……”

Dengan perlahan, Anton memasukkan miliknnya ke dalam milik Dini. Keduanya mendesah saat merasakan nikmatnya surga dunia.

Dengan perlahan Anton mulai bergerak, memompa miliknya keluar masuk lubang hangat dan sempit milik Dini.

Tak lama kemudian, Anton mengeluarkan cairan putih dan lengket miliknya. Bersamaan dengan itu, tiba-tiba sekelilingnya berubah jadi gelap, seolah-olah di rumahnya sedang mati lampu. Mungkinkah listrik di rumahnya diputus PLN karena menunggak?

*****

Kringgg!!!

Anton terbangun saat mendengar alarm dari ponselnya. Waktu sudah menunjukkan pukul enam pagi. Anton memegangi kepalanya yang tak pusing itu.

Celana boxer yang dia kenakan terasa lengket. Demikian juga kasurnya. Dia sadar, yang tadi hanyalah mimpi. Ternyata dia baru saja mengalami mimpi basah.

Anton mengumpat kesal. Kenapa juga dia harus mengalami mimpi basah? Padahal sebenarnya tak mengapa juga. Hal itu wajar dan pasti akan dialami oleh semua laki-laki, bukan?

Dari SMP Anton juga sudah diberitahu oleh guru Biologinya. Tapi, yang jadi masalah adalah kenapa perempuan yang ada di dalam mimpinya itu Dini? Padahal biasanya yang hadir adalah artis seksi dan terkenal, seperti artis idolanya. Dia merasa canggung sendiri.

Dengan cekatan, Anton bangun dan mengganti boxernya beserta selimut dan spreinya. Yeni, adik perempuan, sekaligus adik Anton satu-satunya, langsung histeris saat melihat Anton yang pagi-pagi sudah ganti celana dan membawa sprei kotornya.

“Kak Anton, kenapa, kak?” Tanya Yeni penasaran.

“Kepo banget sih kamu ini! Sudah sana!” Jawab Anton kesal.

Melihat kakaknya pagi-pagi sedang bad mood, Yeni malah bertambah iseng. “Ma…….! Sini, ma! Mama lihat Kak Anton ngompol!” Teriak Yeni histeris.

Akhirnya mama mereka menghampiri kedua anaknya. Anton malah jadi bertambah malu. “Yeni, ada apa sih pagi-pagi sudah ribut begini?” Tanya mama heran.

Yeni cuma menyeringai. Dia sangat puas melihat kakaknya malu. Mama sepertinya tahu kalau ‘ngompol’ yang ada di dalam benak Yeni saat itu.

Mama tersenyum, “Ya sudah, taruh saja di ember baju kotornya itu. Biar mama yang bereskan.”

“Ih, jangan, ma. Gak apa-apa, biar aku bersihkan sendiri saja.” Kata Anton. Akhirnya dia membersihkan sprei, selimut dan boxernya menggunakan mesin cuci.

Setelah bersih-bersih dan mandi, Anton langsung siap-siap berangkat ke kampus. Padahal masih pagi, tapi Anton sudah pergi suluan. Apalagi penyebabnya kalau bukan karena Dini?

Anton sengaja pergi ke kampus sepagi ini supaya tidak bertemu dengan Dini. Dia masih merasa malu dan canggung. Apalagi Anton sempat melihat gundukan ranum milik Dini. Ya, walaupun itu hanya mimpi belaka. Bisa saja, dalam mimpi berbeda dengan aslinya.

“Anton berangkat ke kampus dulu ya, pa, ma.” Pamit Anton.

“Kamu nggak mau sarapan dulu?” Tanya mama.

“Nanti saja, ma. Gampang.”

“Kok tumben pagi-pagi?” Tanya papa.

“Anton mau kerja kelompok, pa.” Jawab Anton berbohong.

Tapi, takdir berkata lain. Baru saja mau buru-buru mengeluarkan motornya, tapi ternyata orang yang tidak mau ditemui oleh Anton kini malah sedang berdiri di depan rumahnya.

Anton dan Dini memang tetanggaan. Rumahnya persis samping-sampingan. Sejak kecil Anton selalu bermain dengan Dini. Yang paling memorable adalah saat main masak-masakan. Dini membuatkan Anton ‘nasi goreng’ dari tanah.

Anton langsung buang muka saat melihat Dini.

“Anton!” Sapa Dini.

Anton tak membalas sapaan Dini barusan. Akhirnya Dini segera menghampiri Anton. “Tumben amat kamu udah berangkat? Biasanya lima menit sebelum kelas baru dateng?” Tanya Dini heran.

Anton menyerah. “Nggak ada apa-apa. Aku lagi pengen bangun pagi aja.” Duh, lagi-lagi Anton berbohong.

“Kamu mau berangkat bareng aku, nggak? Eh, tapi kamu mau bawa motor ya?”

“Iya.”

“Boleh bareng, kan? Nanti aku ganti uang bensinnya deh! Ya? Boleh ya?” Pinta Dini.

Anton tak punya pilihan lagi. “Ya udah kalo begitu. Tapi, nanti kamu harus beliin aku gorengan sama bubur ayam ya!”

Dini mengangguk. Akhirnya Anton membonceng Dini. Setiap kali Dini menumpang motornya Anton, Dini tak pernah melingkari tangannya di perut Anton. Paling-paling kalau Anton tiba-tiba mengerem mendadak. Anton cuma memegang punggung Anton saja, supaya tidak ikutan oleng.

Satu jam kemudian, mereka sudah sampai tujuan. “Udah sampe. Turunlah.” Kata Anton.

“Nih, helmnya. Makasih ya, Ton.” Kata Dini.

“Eits… Kamu jangan buru-buru kabur dulu! Kamu masih inget, kan? Mau beliin aku gorengan sama bubur ayam.”

“Iya….. Iya, aku inget. Dasar bawel!”

Setelah Dini beli gorengan dan bubur ayam, keduanya langsung menuju kelas. Kelas masih terlihat sepi. Tapi, sudah ada beberapa mahasiswa yang datang. Termasuk Revan dan Devan, si kembar identik, sekaligus sahabat setia Anton.

“Pagi amat, bro?” Tanya Revan.

“Iya. Lagi pengen bangun pagi aja.” Jawab Anton dingin.

“Apa kamu lagi ada masalah?” Tanya si kembar satunya, Devan.

Anton terdiam sejenak sebelum kembali bicara. “Wajar nggak sih kalo pas kita mimpi ‘itu’, kita mimpiin orang yang kita kenal?!”

“Maksud kamu, mimpi ‘itu’ mimpi apaan?” Tanya Revan bingung.

“Ah, masa kalian nggak tau sih?” Tanya Anton balik.

“Oh, mimpi ‘itu’. Wajar-wajar aja. Dulu gue malah mimpiin teman sekalas gue waktu SMP.” Jawab Devan. Lalu dia melanjutkan bicaranya, “Kenapa emangnya?”

Anton tidak menjawab. Devan menyeringai. “Kamu abis mimpiin Dini ya?” Godanya.

Pipi Anton langsung memanas.

“Lo berjodoh kali sama Dini.” Canda Revan.

Ah, mana mungkin Anton dan Dini bisa berjodoh!

Setelah selesai kelas, Anton langsung cepat-cepat pulang. Padahal dia biasanya nongkrong dulu di kantin. Tapi entah mengapa, Anton masih merasa canggung bertemu dengan Dini. Tapi, takdir berkata lain.

“Anton, kamu udah mau pulang ya?” Tanya Dini.

Ah, baru saja Anton mau menghindari Dini, tapi sudah bertemu lagi.

“Iya, kenapa emangnya? Kamu mau bareng lagi?”

“Nggak kok. Aku cuma nanya aja. Aku duluan ya!” Kata Dini.

Akhirnya Dini menunggu kendaraan umum sendirian di halte. Melihat hari sudah mau sore, Dini hanya seorang diri, akhirnya Anton menawarkan Dini untuk pulang bersama. Anton tidak mau kalau sampai Dini kenapa-kenapa. Anton ingin selalu melindungi Dini.

“Naik!” Kata Anton.

“Nggak apa-apa nih?”

Anton dak menjawab pertanyaan Dini barusan, tapi Anton malah memberikan Dini helm.

Dini tersenyum. “Makasih.”

Selama di perjalanan, Anton dan Dini tak banyak bicara. Anton fokus menyetir, sementara Dini, tenaganya sudah habis karena sedari pagi sudah ada di kampus. Apalagi, Dini harus fokus mengerjakan skripsi juga, sama seperti Anton.

Satu jam kemudian, Anton dan Dini sudah sampai di tujuan. Dini langsung turun dari motor dan membuka kaitan tali helm. Tapi, entah mengapa susah sekali dibukanya. Akhirnya Anton membantu bukakan tali helm Dini itu.

“Sini, aku bantu bukain.” Kata Anton.

Seketika, Anton dan Dini berada sangat dekat. Mereka bisa merasakan hembusan napas masing-masing. Setelah kaitan helm terbuka, Anton malah jadi memandangi wajah Dini. Dalam keadaan lelah sekali pun, Dini tetap menarik di mata Anton.

Deg! Deg! Suara jantung Dini berdegup sangat kencang. Pipinya memerah. Dia tak sanggup dipandang Anton terlalu lama.

“Aku mau masak dulu…..” Kata Dini pamit. Dia jadi salah tingkah.

Sesampainya di rumah, Anton juga jadi senyum-senyum sendiri. Bayangan wajah Dini dan pipinya yang memerah tadi, tak bisa keluar dari benak Anton.

Mama sampai heran sendiri melihat putranya itu jadi senyum-senyum sendiri, seperti orang yang tidak waras. “Kamu kenapa, Ton?” Tanya mama heran.

“Nggak kenap-kenapa, ma.” Jawab Anton.

Oh, apakah ini yang dinamakan cinta?

Bersambung.....