Bab 2
Naya masih ada di sana dia membantu sahabatnya itu, bahkan Naya juga membantu Alya mandi dan mengganti pakaian.
Mereka tidak merasa canggung apa lagi dahulu mereka sering mandi bersama.
Alya dan Naya sudah saling kenal sejak sekolah dasar.
Orang tua Naya sudah tiada dan Naya hanya tinggal dengan Neneknya, hingga saat itu orang tua Alya merasa sangat kasihan pada Naya hingga mereka menyayangi Naya seperti Alya.
"Nay, kalau kamu ada pertanyaan silahkan tanya saja pada mas Yash, takutnya ada yang kamu gak paham." ucap Alya.
Naya bingung dia langsung menatap pada suami dari Sabahatnya itu.
"Boleh?" tanya Naya.
Mulai saat ini Naya sudah menyiapkan pertanyaan untuk calon suaminya nanti, dan mungkin sekarang adalah waktunya melontarkan beberapa pertanyaan itu.
Naya duduk di sofa yang ada di sana, Yash terlihat sangat canggung menatap pada Naya yang saat ini duduk di sampingnya.
"Baiklah mas Yash ada beberapa pertanyaan yang mau saya lontarkan pada, Mas." ucap Naya.
"Apa?" ketus Yash.
"Berapa gaji Mas?" tanya Naya.
"Perbulan kurang lebih sepuluh sampai dua belas juta." jawab Yash yang merasa sangat tak suka pada Naya, apa lagi kesan pertama kali yang Yash simpulkan tentang Naya adalah Naya wanita matre dan tak punya sopan santun.
"Bagaimana cara kamu akan membagi rata uang gaji mu itu?" tanya Naya.
"Gampang aku kasih semua uang aku pada Alya biar dia yang beri kamu uang perbulannya." jawab Yash yang bahkan tidak antusias.
"Mas gak bisa begitu, setelah menikah lagi kamu yang menentukan itu." sahut Alya dari arah ranjang pasien.
"Baiklah aku akan bagi rata, begini lima juta aku kasih Alya, dan dua juta aku kasih kamu selebihnya aku akan gunakan untuk biaya berobat Alya." putus Yash.
"Baiklah, sebenarnya apa pekerjaan kamu?" tanya Naya.
"Aku direktur di perusahaan KTA collection." ucap Yash.
"Oke, begini aku punya anak namanya Zoya dia empat tahun, bisakah kamu sayang pada anak ku?" tanya Naya.
Yash menatap pada Alya yang saat ini juga menatap padanya.
"Sayang apa ini ide yang bagus?" tanya Yash.
"Ya, lakukan saja." sahut Alya.
"Tergantung, aku tidak terlalu suka pada anak anak." jawab Yash jujur.
"Jika suatu saat nanti sebuah pilihan berat datang pada mu, apa kau akan memilih aku atau Alya?" tanya Naya.
"Ck tentu saja aku pilih Alya." sahut Yash menatap tajam pada Naya.
"Jika aku berbuat salah, apa kamu akan memaafkan aku?" tanya Naya.
Helaan nafas terdengar dari Yash.
"Tergantung kamu salah apa?" ketus Yash.
"Aku paham, ada lagi begini, jika suatu saat nanti aku atau pun Alya punya kelebihan masing masing, aku harap kamu jangan membanding bandingkan aku dengan Alya atau pun sebaliknya, aku tidak suka akan hal itu." ungkap Naya.
"Lagi pula kamu dan Alya saja tidak setara jadi apa yang mau aku banding banding kan?" ketus Yash yang langsung berdiri dan mendekat pada Alya.
Yash menyelimuti Alya supaya Alya tidak kedinginan.
"Istirahat lah aku akan keluar sebentar." ucap Yash.
"Ya mas, jangan lama." sahut Alya.
Naya mendekat pada Alya yang masih berbaring di sana.
"Al, aku pikir ini bukan ide yang bagus, kamu lihat suami kamu saja bahkan tidak suka padaku mana mungkin kita akan bersama." tanya Naya.
"Nay dia hanya belum terbiasa." ucap Alya.
"Aku gak mau!" kesal Naya.
"Nay, plis." pinta Alya memohon pada Naya.
"Ini bukan ide bagus Al, bagaimana kalau orang tua kamu tau akan hal ini?" tanya Naya.
"Dia akan mendukung aku." sahut Alya.
"Al ini bukan sebuah lelucon anak anak yang bisa dengan mudah di setujui oleh orang tua, apa lagi mereka orang terpandang Al, aku gak mau menjadi duri dalam rumah tangga mu, aku bisa merawat kamu. Al, tanpa melakukan pernikahan ini." ucap Naya.
"Aku meminta kamu menikah dengan suami aku karena aku mau kamu merawat suami aku." ucap Alya.
"Sejauh ini Al, aku gak mau mempunyai suami yang mempunyai dua istri, itu prinsip aku, susah Al bagi aku untuk menerima ini semua, aku bisa mendonorkan darah, ginjal, sumsum tulang belakang, atau bahkan jantung aku untuk kamu tapi tolong jangan lakukan ini padaku." ucap Naya sedih.
"Aku akan meninggal Nay, nanti kamu akan menjadi istri satu satunya suami aku." sahut Alya.
"Lihat suami kamu bahkan tidak suka pada ku." keluh Naya.
"Dia hanya belum terbiasa." ucap Alya.
Orang tua Alya datang ke sana, mereka tidak setiap hari datang ke sana, apa lagi mereka juga sibuk dengan pekerjaan mereka masing masing.
"Alya," sahut seorang wanita paruh baya, namun walaupun sudah cukup tua dia tetap terlihat seperti muda dan cantik.
Dengan rambut hitam yang lebih sering di sanggul wanita paruh baya itu terlihat sangat elit.
Lia Rohalia adalah ibu dari Alya, dia sangat baik bahkan dia juga sangat sayang pada Naya sejak Naya masih kecil.
Namun sayangnya sudah beberapa tahun Naya pindah ke kota sebrang karena ikut suaminya, hingga mereka tidak saling bertemu lagi.
"Mamah?" sahut Alya.
Lia langsung mendekat pada putrinya dia memeluk Alya yang saat ini adalah putri semata wayangnya.
"Bagaimana kabar kamu" tanya Lia.
"Baik mah." jawab Alya tersenyum.
Lia menatap pada Naya yang saat ini ada di samping putrinya.
"Anayah kan?" tanya Lia yang saat ini sangat terkejut melihat Naya.
"Ya Nyonya." ucap Naya yang langsung menyalami tangan Lia.
"Nyonya, astaga Naya panggil aku Mamah saja jangan Nyonya." ucap Lia.
"Ya mah." ucap Naya yang merasa nyaman dengan ibu dari sahabatnya itu.
"Bagaimana kabarnya Mah sehat?" tanya Naya.
"Ya seperti yang kamu lihat." ucap Lia.
"Syukurlah aku rindu pada kalian, dan aku merasa sedih saat melihat Alya yang seperti ini." ucap Naya.
"Ya terlihat dari mata kamu yang sembab!" sahut Lia.
"Padahal aku berpikir kalau kalian sehat sehat saja di sini." ucap Naya.
"Sudahlah tak apa, mungkin ini adalah karma atas apa yang sudah Alya perbuat dahulu." sahut Lia menatap pada putrinya itu.
Namun Naya terkejut apa yang sebenarnya Alya lakukan dahulu.
"Apa yang Alya lakukan?" tanya Naya.
Namun tak ada jawaban dari semua orang yang ada di sana, mereka diam seribu bahasa, sampai sini Naya paham kalau ada rahasia yang tidak boleh Naya ketahui.
"Mah sekarang kan ada mamah aku akan keluar dahulu, aku mau beli kuota." ucap Naya.
"Baiklah." ucap Lia.
"Al, aku pamit sebentar ya." ucap Naya.
"Ya Nay, jangan lama." sahut Alya.
Naya menuju ke salah satu counter yang ada di dekat rumah sakit itu, dia akan membeli kuota karena dia akan menghubungi bibinya yang dia titipkan Zoya, putrinya.
Namun sayang saat ini ada Ilyas juga di sana dia tengah membeli charger untuk mengisi baterai ponselnya.
"Mbak, aku mau isi kuota." ucap Naya pada mbak yang jaga toko itu.
"Kuota yang berapa mbak?" tanya penjaga toko.
"Yang Dua puluh ribu saja." sahut Naya.
"Mbak berikan dia kuota yang ful satu bulan ini uangnya." sahut Ilyas yang langsung menyodorkan uang pada penjaga toko.
"Tidak perlu tuan!" ucap Naya yang langsung menatap pada Ilyas.
"Eh mas Yash." gumam Naya.
"Baik pak." ucap penjaga toko.
"Padahal tidak usah aku hanya butuh untuk kerja dan menghubungi Zoya saja." sahut Naya.
"Jangan menolak!" sahut Ilyas yang langsung pergi dari sana.
Setelah selesai Naya langsung berlari mengejar Ilyas.
"Mas Yash." sahut Naya.
Ilyas menatap pada wanita yang memakai pakaian serba hitam itu.
"Apa?" tanya Yash memutar bola matanya malas.
"Ini uang kembaliannya, terimakasih aku akan ganti kalau aku sudah mendapatkan gaji." sahut Naya.
"Tidak perlu!" ucap Ilyas yang langsung pergi dari sana.
"Tapi mas aku mau pernikahan ini jangan di lanjutkan, tolong bujuklah Alya." sahut Naya yang langsung menghentikan langkah Ilyas.
