Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 2 Ceraikan Zaira!!

"Tuhan, kenapa hidupku harus seperti ini?Apa salahku, Tuhan?". Zuriel terus bertanya- tanya, kenapa takdir semesta begitu kejam pada dirinya.

Terbelenggu dalam keterpurukan, ya itulah yang dirasakan saat ini oleh pemuda tampan berusia 27 tahun itu. Hampir menyerah dan memutuskan untuk mengakhiri hidup, hal itu sempat terlintas dalam benaknya.

Namun, semua itu sirna seketika saat pemuda itu merasa ada tangan mungil yang mengelus punggungnya. "Zaira, hiks.. hiks maafkan aku" Tangis Zuriel pecah dalam pelukan istrinya.

Terlihat begitu lemah dan terpuruk, ya begitulah penampakan Zuriel saat ini. Pemuda itu tampak sangat kacau. Selama satu tahun menikah, Zaira tidakbpernah melihat penampakan suaminya begitu kalut

seperti saat ini.

"Tenang Mas, Aku masih ada bersamamu. Jika Kamu menyerah, lalu bagaimana dengan nasibku" Ucap Zaira lirih sembari mendekap tubuh suaminya byang tengah menangis hingga tubuhnya bergetar.

Degh...

Kata-kata Zaira ibarat obat paling mujarab yang mampu mengembalikan kesadaran Zuriel. "Benar apabkata Zaira, kenapa Aku sangat egois hanya memikirkan penderitaanku saja, bagaimana bisa Aku

menghadapi masalah ini dengan mengakhiri hidup, lalu bagaimana nasib istriku nantinya" Batinnya bergejolak.

Zuriel segera bangkit dan menghapus bulir

bening yang membasahi pipinya. Pemuda itu tampakbmenarik nafas panjang dan mencoba fokus mencaribjalan keluar. Hingga terbesitlah ingatan tentang foto rumah yang pernah ia tinggali dulu.

"Kita pergi sekarang" Ujar Zuriel sembari

menggenggam tangan istrinya dan melangkah pergi menuju sebuah perkampungan di pinggiran kota.

Setelah 30 menit menaiki angkot, akhirnya Zuriel tiba di depan sebuah rumah. Bisa dibilang bangunanbini seperti gubuk tua, bagian atapnya sudah banyakngenteng yang bolong, lantainya juga masih berupa tanah.

"Ini rumah siapa, Mas?" Tanya Zaira.

"Untuk sementara kita tinggal disini dulu ya,

Neng. Ayo masuk” Zuriel mengajak istrinya masuk ke dalam gubuk tua tersebut.

"Ini rumah yang Mas tempati dulu, sebelum Eyang menitipkan Aku ke kakekmu”

lanjutnya.

"Ha, sejak kapan Mas tinggal disini? Sama siapa aja?" Berondong Zaira penasaran.

"Sejak kecil, tepatnya semenjak orang tua Masbmeninggal. Mas tinggal disini sendirian" Jelas Zuriel yang kini tengah sibuk membersihkan ranjang.

Tak ingin banyak bertanya, Zaira merasa sangat lelah setelah mengalami kejadian yang cukup menguras emosi dan tenaga bergegas membantubsuaminya untuk membereskan rumah.

Setelah urusan berberes selesai, Zuriel pamit

untuk pergi sebentar. Ia pergi ke toko untuk membelibsembako, seperti beras, mie instan dan telur.

Sebenarnya ia ingin membeli beberapa barangblainnya, namun ia urungkan karena melihat dibdompetnya hanya tersisa beberapa lembar uangbberwarna biru.

Pemuda berparas tampan itu berjalan gontai

sembari menenteng kantong plastik berisibsembako.bSesekali pandangannya tertuju pada sembako yangbdibawanya. Entah kenapa tiba-tiba air matanyabkembali jatuh, dada Zuriel terasa begitu sesak.

"Maafkan aku Zaira, aku memang bukan suamibyang baik. Aku tidak bisa memberikan tempat tinggalbyang layak untukmu, bahkan saat ini aku hanya bisabmemberikanmu makan mie instan. Padahalbseumur-umur kamu tidak pernah makan makananbmurahan seperti ini”Gumamnya dalam batin.

Zuriel diam sejenak dan menatap rumah yang kini ia tinggali. Jauh dari kata layak, ia merasa malu pada dirinya sendiri. Sebagai seorang laki-laki diabmerasa tidak berguna, harga dirinya terinjak-injakbkarena tidak bisa melindungi dan memberikanbkehidupan yang layak untuk wanita yang ia cintai.

"Mas, kenapa berdiri disitu? Ayo masuk" Kata Zaira memecahkan lamunan Zuriel.

Zuriel mengangguk, sebelum kembali melangkah ia menarik nafas dalam-dalam.

Pemuda berparas tampan itu berusaha memasang wajah tegar untuk menutupi hatinya yang hancur saat ini. Zaira mengeluarkan sembako yang dibeli suaminya. Kemudian wanita itu berniat menyalakan api di tungku, tapi dia kesusahan karena ini memang kali pertama dirinya menggunakan tungku.

"Sini, biar Mas bantu”Ujar Zuriel meraih kayu dan plastik kemudian menyalakan korek. Pemuda itu terlihat cukup cekatan menyalakan api di tungku.

Mereka berdua masak bersama, Zuriel dengan telaten membantu istrinya memasak mie instan karena ia paham betul jika Zaira pasti akan kesulitan.

"Maafin Mas ya, Zaira. Pasti seumur-umur kamu belum pernah makan makanan instan yang murah seperti ini" Ucap Zuriel.

Zaira tersenyum.“Kata siapa, aku pernah kok beberapa kali makan mie seperti ini. Rasanya juga cukup enak, bahkan enak sekali menurutku”Ucapnya sembari memakan mie instan tersebut dengan lahap.

Zuriel hanya bisa tersenyum pahit mendengar penuturan Zaira. Pemuda itu paham betul jika istrinya itu pura-pura bahagia, karena tak ingin menambah beban suaminya.

Setelah menghabiskan makanannya,mereka berdua segera mengambil wudhu dan menunaikanbshalat isya'. Setelah itu Zaira segera merebahkan dirinya diatas kasur yang sudah usang, tanpa membutuhkan waktu lama wanita itu tampak sudah terlelap.

Zuriel kemudian ikut merebahkan diri disamping istrinya. Tapi, sudah hampir setengah jam berlalu pemuda itu tak kunjung bisa tidur. “Apa yang harus aku lakukan, tidak mungkin aku terus berdiam diri seperti ini. Apalagi kondisi keuangan semakin menipis" Gumamnya sembari menatap langit-langitbkamarnya.

Hingga terbesit sebuah pikiran untuk menemui Pak Surya, asisten sekaligus kuasa hukum eyang Benzi. "Ya, sepertinya ini jalan yang harus tempuh" Lirihnya.

Tepat pukul dua dini hari, Zuriel baru bisa tertidur. Keesokan paginya, pemuda tampan itu bergegas mandi dan bersiap-siap pergi ke kota untuk menemui orang kepercayaan almarhum eyangnya.

"Mas mau kemana?”Tanya Zaira melihat suaminya sudah berpakaian rapi.

"Hari ini Mas ada perlu menemui seseorang, kamu tunggu saja di rumah ya. Mas gak akan lama" Jawabnya kemudian pemuda itu bergegas pergi.

Demi menghemat ongkos, Zuriel memilih berjalan kaki kurang lebih empat puluh lima menitbuntuk sampai ke terminal. Baru setelah itu, ia menaikibbis untuk menuju ke kota yang memakan waktu kurang lebih tiga puluh menit.

Setelah menempuh perjalanan panjang, akhirnya tiba juga Zuriel di depan sebuah gedung besar bertuliskan Betrino Group. Dengan langkah ragu, Zuriel berusaha melangkah ke dalam gedung dan menemui bagian resepsionis.

"Permisi kak, perkenalkan sama Zuriel. Saya

ingin bertemu dengan Pak Surya" Ujar Zuriel.

"Maaf, apakah sebelumnya Anda sudah membuat janji temu?" Tanya wanita yang bertugas menjadibresepsionis.

Zuriel menggeleng. "Belum kak".

"Maaf pak, jika belum memiliki janji temu Anda tidak bisa menemui Pak Surya" Papar sang resepsionis.

Zuriel langsung tertunduk lesu, perjuangan panjang yang ia lalui nyatanya tidakbmembuahkanbhasil. Saat hendak meninggalkan lobby, tidak sengajabZuriel menabrak seseorang.

Brugh!

"Brengsek, kamu punya mata gak sih" ucap seorang pria yang tertabrak Zuriel.

"Maaf, maaf saya tidak sengaja" Zuriel memintabmaaf dan berniat membantu pria tersebut berdiri.

"Zuriel" Panggil pria tersebut.

"Mas Zain" Sapa Zuriel balik.

"Ngapain kamu kesini, kenapa bedebah

sepertimu bisa berada dikantor besar seperti ini. Jangan bilang kamu ingin melamar kerja disini. Kalo memang iya, aku bisa memastikan pemuda miskin dan kampungan sepertimu jelas tidak akan diterima" Ujarnya setengah berteriak hingga berhasil menarik

atensi para karyawan yang melewati lobby.

Saat itu Zuriel ingin sekali rasanya melayangkan pukulan ke mulut kakak iparnya tersebut. Namun, sebisa mungkin ia menahan amarahnya. Ia tak ingin menjadi tontonan orang banyak.

"Maaf, bisakah Anda tidak menghina saya

ditempat umum seperti ini" Ujar Zuriel dengan intonasi rendah namun penuh

penekanan.

"Haha... bedebah seperti mu itu memang pantas dihina" Zain malah semakin menjadi-jadi.

"Permisi, Nak Zuriel ada disini”Sapa seorang pria paruh baya berhasil menghentikan tawa Zain.

"Pak Surya, em selamat pagi, Pak" Sapa Zain sembari menundukan kepalanya sebagai bentuk rasa hormat.

"Pagi, ada apa ini ramai-ramai" Tanya pak Surya.

"Em, tidak ada apa-apa pak, tadi cuma pemuda bedebah ini membuat masalah, makanya saya tegur" Kilah Zain.

"Silahkan mulai bekerja”Perintah Pak Surya dan dibalas anggukan oleh Zain.

"Mari ikut saya, Nak Zuriel" Ajak Pak Surya sembari berjalan ke ruangannya diikuti oleh Zuriel.

Pertemuan kala itu diawali dengan saling menanyakan kabar, berbincang sedikit mengenai kondisi kesehatan Surya yang mulai memburuk hingga akhirnya Zuriel mulai mengungkapkan maksudnya untuk menemui pria paruh baya itu.

"Maaf Pak Surya, sebenarnya maksud kedatangan ucapan Zuriel terhenti.

Pak Surya mengangguk.“Tidak perlu diteruskan, Saya sudah mengetahui maksud kedatangamu Nak. Tapi maaf, Saya tidak bisa membantumu. Sesuai amanat dari almarhum tuan Betrino, kamu bisa mendapatkan hakmu setelah kamu mempunyai keturunan" Paparnya.

Zuriel terbelalak, beberapa saat kemudian tertunduk lesu. "Apa harus seperti itu?" Tanyanya.

"Iya, itu semua demi kebaikan dan keamananmu" Balas Pak Surya singkat.

"Apakah Bapak tidak bisa membantu sedikit saja, paling tidak untuk membantu Saya mengambil alih rumah yang diwariskan eyang ke Saya dari Bibi Tinah?" Zuriel kembali bertanya.

Pak Surya menggeleng. "Maaf Nak Zuriel, tapi lebih baik jangan lakukan itu saat ini. Kamu paham betul bagaimana tingkah paman dan bibimu. Untuk saat ini, kamu harus berusaha sendiri untuk membangun usaha demi mendapatkan kehidupanbyang layak. Setelah kamu punya keturunan, kamu bisa menemui Saya untuk meminta hak mu”Tuturnya.

Zuriel tampak sangat lesu, pemuda itu berjalan dengan gontai keluar gedung.

"Kenapa Eyang melakukan semua itu, apakah sebegitu bahayanya mereka hingga aku harus menutupi identitasku. Apakah mereka begitu mengincar keselamatan pewaris Betrino Group" Pertanyaan itu memenuhi benak Zuriel.

Iya, Zuriel Praba Betrino adalah seorang anak yang akan menjadi pewaris perusahaan besar Betrino Group yang selama ini identitasnya disembunyikan.

Sejak kematian kedua orang tuanya, Eyang Betrino memintanya untuk tinggal di gubuk tua. Disana iabharus belajar mandiri tanpa diberi fasilitas mewah.

Ditengah pikirannya yang kacau, lagi dan lagi

pemuda berparas tampan itu harus diterpa masalah lagi.

"Bedebah, berhenti kau”Teriak suara berat seorang pria yang selalu menghina Zuriel, siapa lagi kalau bukan Zain.

Zain berjalan mendekat ke arah Zuriel dan melemparkan sebuah kertas ke wajah pemuda berparas tampan itu. Zuriel mengambil kertas itu dan terbelalak kaget kala membaca tulisan surat gugatbcerai di bagian kop surat.

"Hai bededah miskin, aku tau pasti kehidupanmu saat ini sangat menderita. Aku yakin dirimu tak akan mampu memberi kehidupan yang layak bagi Zaira. Maka dari itu, tandatangani surat itu dan ceraikan dia"Degh Ujar Zain ketus dengan gaya melipat kedua tangannya di dada.

Degh!

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel