Pustaka
Bahasa Indonesia

Penghinaan Dari Keluarga Istriku

125.0K · Tamat
Mr.ONAR
102
Bab
475
View
9.0
Rating

Ringkasan

Pemuda bernama asli Zuriel Zavion berusia 27 tahun yang berasal dari keluarga miskin. Meskipun memiliki paras rupawan, ternyata pemuda ini memiliki nasib yang malang. Hidup serba kekurangan, ditinggal mati olehorang tuanya, dikelilingi keluarga jahat danbselalu mendapat hinaan Zuriel percaya kehidupannya berubah setelah menikahi gadis pujaannya. Namun, fakta malah berkata lain. Kehidupan sebagai menantu yang ia bayangkan justru berbanding terbalik dengan faktanya. Seringkali ia danbistrinya justru diperlakukan tidak manusiawi, baik oleh keluarganya sendiri maupun kerabat istrinya.Sempat terpuruk, namun pemuda itu berusahauntuk bangkit demi keluarga kecilnya. Hingga sebuah keberuntungan datang menghampirinya dan mampu merubah kehidupannya.Akankah Zuriel mampu membuat orang-orangyang menghinanya menundukkan kepala. Akankah kepribadian Zuriel mampu merubah sikap keluarganya atau malah sebaliknya, kehidupan barunya justru membuat kepribadian Zuriel berubah.

MenantuRomansaPernikahanBaper

Bab 1 Penderitaan

PRANG!

"Dasar menantu pembawa sial, dari dulu hidup cuma jadi beban saja. Minggat saja kau dari sini" Teriak seorang Pria paruh baya dengan penuh emosi.

Deru nafas Zuriel terengah-engah, pemuda berparas tampan yang tersungkur dilantai itu tampak meringis kesakitan akibat hantaman vas bunga. Hidung pemuda itu kini tampak mengeluarkan cairan merah.

"Hiks.. hiks, mas kamu gakpapa?" Tanya Zaira pada suaminya disertai isakan tangis.

Zuriel hanya mengangguk tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Pemuda itu mengusap cairan merah yang mengalir dari hidungnya.

"Dasar bedebah, jangan harap hidupmu bisa berubah dengan menikahi adikku. Bukannya mengangkat martabat keluarga, hidupmu malah menyusahkan kami saja" Hina Zain.

"Sudah kak hentikan, kenapa kalian kejam sekali pada suamiku. Apa salahnya?" Bela Zaira. Dengan penuh emosi, Zain mendekat ke arah Zaira dan menjabak rambutnya hingga kepalanya mendongak ke atas.

"Dasar adik tak tau diri, berani-beraninya kau berteriak pada kakakmu" Bentaknya.

Tak tega melihat istrinya meringis menahan sakit, Zuriel segera berdiri.

"Maaf kak tolong hentikan, jangan perlakukan istriku seperti itu. Dia itu adikmu" Ucapnya memelas.

Zain tersenyum sinis dan mendorong tubuh adiknya hingga terhuyung ke belakang. "Dulu dia memang adikku, tapi semenjak dia jatuh cinta dan memilih menikah dengan bedebah sepertimu sejak saat itu dia bukan lagi adikku” Paparnya.

Betapa terkejutnya Zuriel mendengar penuturan sang ipar. Sakit, itulah yang kini ia rasakan. Semenjak menikah dirinya memang tidak pernah mendapat perlakuan baik dari keluarga istrinya. Namun, pemuda itu berusaha untuk bertahan tapi tidak untuk kali ini.

Pertahanan pemuda tampan itu tampak mulai goyah, terlebih saat melihat istrinya diperlakukan kasar oleh keluarganya sendiri. Bukankah seharusnya keluarga menjadi garda terdepan untuk melindunginya, tapi kenapa yang terjadi saat ini malah sebaliknya. Zuriel mencoba mencerna keadaan yang saat ini terjadi.

Bruk!!

Sebuah tas tergeletak di lantai setelah dilempar seorang perempuan muda bernama Aya.

"Cepat minggat dari sini, bawa sekalian sampah kalian. Sumpek gue liat benalu kayak kalian di rumah ini" Ketus Aya yang merupakan istri Zain.

Jika mementingkan ego dan harga diri, tentu Zuriel tidak akan berpikir dua kali untuk segera pergi dari neraka tersebut.

Tapi, pemuda itu tidak tega melihat istrinya harus hidup menderita di luaran sana. Sekilas Zuriel melirik ke arah istrinya yang masih terisak. "Apa yang harus aku lakukan sekarang?" batinnya.

Karena tidak kunjung ada respon, kemarahan Zain semakin memuncak. Pemuda berambut klimis itu menyeret Zuriel dan Zaira kemudian mendorong

tubuh keduanya hingga terjatuh di depan pintu.

Bruk!

"Hentikan mas, kenapa kau sangat kejam” Teriak Zaira sembari memeluk tubuh suaminya sembari menangis sesenggukan.

Melihat istrinya diperlakukan sangat kasar, Zuriel menarik nafas panjang dan menghembuskannya dengan kasar.

Pemuda itu membantu istrinya untuk berdiri dengan susah payah. "Baik, sesuai permintaan kalian. Kami akan pergi dari sini, permisi" Ucap Zuriel dengan tegas sembari merangkul istrinya dan menenteng sebuah tas.

Menyusuri jalan dengan perasaan kacau tanpa punya arah dan tujuan yang jelas membuat mereka tak sadar sudah berjalan cukup jauh. Hingga akhirnya sepasang suami istri itu berhenti di sebuah masjid.

"Zai, kita sholat dulu ya" Ucap Zuriel sembari mengelus puncak kepala istrinya.

"Habis ini kita mau kemana mas?" Tanya Zaira dengan tatapan nanar.

"Sudah jangan pikirkan hal itu, biar itu menjadi tanggung jawabku. Sekarang kita sholat dulu biar pikiran dan hati jadi lebih tenang" Pungkas Zain mencoba menenangkan istrinya.

Sebenernya Zuriel sendiri juga bingung kemana ia akan membawa istrinya pergi. Sebagai seorang laki-laki, ia merasa gagal karena tidak bisa melindungi dan memberikan tempat tinggal untuk istrinya.

Namun, ia berusaha untuk menyembunyikan itu semua di hadapan istrinya. Pemuda itu segera beranjak mengambil air wudhu dan menunaikan sholat ashar. Dalam sujudnya, Zuriel menangis sejadi-jadinya.

Ia menumpahkan segala keluh kesahnya pada sang pencipta, tak lupa ia juga memohon agar diberikan kemudahan jalan untuk menghadapi segala persoalannya saat ini.bSetelah mengakhiri sholatnya dengan salam, pemuda itu duduk sejenak sambil berwirid.

Entah dari mana datangnya, tiba-tiba terlintas dipikirannya sebuah rumah peninggalan kakeknya. "Ya, dulu kakek

pernah bilang mewarisi aku sebuah rumah.

Alhamdulillah ya Allah engkau selalu membantu hambamu" Ucapnya sembari bersujud tanpa syukur.

Zuriel bergegas bangkit dari duduknya dan menghampiri istrinya yang sekarangbsedang duduk di pelantaran masjid.

"Ayo, Neng" Ajaknya.

"Kita mau kemana mas?" Tanya Zaira.

"Kita ke rumah peninggalan kakek, setauku dulu kakek berpesan mewarisiku sebuah rumah dipinggir kota" Jelas Zuriel.

"Ayo kita pergi, nanti keburu kemaleman"

Ajaknya. Sepasang suami istri tersebut menaiki sebuah bisbhingga terminal. Kemudian berpindah menaiki angkot dengan tulisan A02.

"Lewat kampung Sawo Merah, Pak?" Tanya Zuriel pada sopir angkot.

"Iya Mas" Balas sopir tersebut. Setelah menempuh perjalanan hampir 90 menit,

akhirnya tibalah mereka di depan sebuah rumah. Tidak terlalu besar, namun rumah minimalis itu terlihat cukup mewah meskipun lokasinya berada di pinggiran kota.

Tok tok tok

Zuriel mengetuk pintu, tak lama kemudian keluarlah seorang perempuan yang tampak kaget melihatnya.

"Lah ngapain kamu kesini, Riel?" Tanya

perempuan bernama Tinah dengan nada ketus. Dari sambutan awal, jelas nampak bahwa perempuan itu tidak menyukai kedatangan Zuriel.

Zuriel tersenyum dan ingin menyalimi tangan wanita yang merupakan istri pamannya tersebut. Namun, tanpa didugi Tinah justru menampik tangan pemuda tersebut.

"Gak usah pake salim-salim segala, langsung aja tujuan kamu apa datang kesini. Aku gak punya banyak waktu buat meladeni orang miskin kayak kamu” Cicit

Tinah dengan sombongnya.

Lagi dan lagi, Zuriel dibuat sakit hati. Kenapa semesta sangat jahat pada dirinya, kesalahan apa yang pernah ia perbuat hingga hampir semua keluarganya selalu membencinya, bahkan seringkali merendahkan dan mencemoohnya. Begitu hinakah nasib menjadi orang miskin?.

"Maaf Bi, tujuan Zuriel kesini ingin tinggal disini" Ujar Zuriel.

"APA?" Pekik Tinah. “Tinggal disini? Enggak salah denger aku?". Nampaknya perempuan itu tidak percaya mendengar jawaban keponakannya itu.

"Ada hak apa kamu tinggal di rumah ini?" Sergah Tinah lagi.

"Maaf Bik, Saya tidak bermaksud lancang. Tapi, seingat Saya dulu kakek pernah berpesan bahwa beliau telah mewariskan rumah ini pada Saya" Tina tertawa terbahak-bahak.

"Dasar orang sinting, jangan berharap bisa tinggal di rumah ini apalagi berniat untuk mendapatkannya. Saya tidak perduli rumah ini diwariskan buat Kamu, tapi yang jelas sekarang rumah ini jadi milikku" Jelasnya.

"Tapi Bik, tolong kami. Izinkan Saya dan Zaira tinggal disini, paling tidak untuk beberapa hari saja" Pinta Zuriel memelas hinggu berjongkok memegang kaki Tinah.

Bukannya mendapatkan belas kasihan dan bantuan, Tinah justru menendang keponakannya itu hingga tubuh Zuriel tersungkur.

"Jangan pernah ngemis-ngemis di depanku, sekarang pergi kamu dari sini.Buang-buang waktuku saja" Ketus Tinah

"Bik tolo_" Ucapan Zuriel terpotong.

"Pergi dari sini atau Saya panggilkan satpam biar usir kalian" Ancam Tinah.

Tidak mau membuat kegaduhan, Zuriel akhirnya berdiri dengan kaki lemas dan meninggalkan rumah tersebut bersama istrinya. Di sela-sela perjalanan, tak terasa buliran air mata jatuh membasahi pipi pemuda tampan itu.

Ya, seperti yang kalian tahu. Ketika seorangbercucuran laki-laki dewasa menangis tandanya ia sudah tidak mampu menahan beban hidup yang begitu berat. Saat ini Zuriel merasa sangat hancur, ia merasa menjadi orang paling hina. Bukan hanya itu, pemuda itu juga merasa gagal menjadi seorang suami bagi Zaira.

"Tuhan, kenapa hidupku harus seperti ini? Apa salahku Tuhan?" Batin Zuriel menjerit dengan air mata bercucuran.