
Ringkasan
Dimas adalah gitaris band sekolah yang populer. Setiap kali tampil, sorak-sorai penggemar selalu menggema. Namun, ada satu hal yang membuatnya penasaran, seseorang selalu meninggalkan catatan misterius tentang permainannya. Catatan itu bukan sekadar pujian biasa, melainkan kritik dan analisis mendalam tentang teknik gitarnya. Siapa penggemar rahasia ini? Dimas mulai menyelidiki, mencari sosok yang selalu hadir dalam setiap pertunjukan. Perhatiannya tertuju pada Rina, gadis kutu buku yang selalu duduk diam di barisan depan. Tapi mungkinkah dia? Rina bukan tipe penggemar yang biasanya mengidolakan band mereka. Ketika rumor tentang penggemar rahasia mulai menyebar. Sebuah kisah tentang musik, persahabatan, dan menemukan makna di balik ketulusan.
Penggemar rahasia
Aku, Dimas, adalah seorang gitaris band sekolah yang cukup terkenal. Penampilanku selalu keren dengan jaket kulit dan rambut yang sedikit berantakan, menciptakan kesan bad boy yang disukai banyak orang. Setiap kali band kami tampil, sorak-sorai dan tepuk tangan selalu menggema. Namun, ada satu hal yang selalu membuatku penasaran, seseorang selalu meninggalkan catatan tentang permainan gitarku di meja latihanku.
Catatan itu bukan sekadar pujian kosong seperti yang biasanya kudapatkan dari para penggemar, melainkan kritik dan analisis mendalam tentang permainanku. Ada satu yang benar-benar menarik perhatianku: Dimas selalu bermain dengan penuh emosi, tapi dia sering kehilangan fokus di bagian interlude. Jika dia memperbaikinya, permainannya akan lebih sempurna.
Aku terdiam membaca catatan itu. Tidak ada seorang pun yang pernah mengkritik permainanku sejujur itu.
Aku mulai mencari tahu siapa orang di balik catatan-catatan misterius ini. Aku bertanya pada teman-teman bandku, tapi mereka hanya tertawa. "Mungkin penggemar rahasia yang malu menunjukkan dirinya," kata Kevin, vokalis kami, sambil menyeringai. "Atau mungkin seseorang yang iri sama lo."
Aku tak yakin. Ada sesuatu dalam catatan itu yang terasa tulus, seperti seseorang yang benar-benar memahami musikku. Aku pun mulai memperhatikan siapa saja yang selalu hadir di setiap pertunjukan kami. Beberapa gadis sering berteriak memanggil namaku, tapi tak satu pun dari mereka terlihat seperti tipe yang akan menulis kritik musik yang mendalam.
Lalu, aku mulai memperhatikan seorang gadis di barisan depan yang selalu duduk diam dengan buku catatan kecil. Dia tidak pernah berteriak, tidak pernah melompat-lompat seperti yang lain. Hanya diam dan memperhatikan. Dia adalah Rina, gadis kutu buku yang selalu membawa buku ke mana pun dia pergi. Aku hampir tidak pernah berbicara dengannya sebelumnya.
Rasa penasaranku semakin besar. Aku memutuskan untuk menguji sesuatu. Saat latihan band, aku sengaja memainkan sebuah lagu dengan perubahan kecil pada interlude, mencoba memperbaiki bagian yang sering dikritik dalam catatan misterius itu. Aku menunggu, berharap ada catatan baru keesokan harinya.
Dan benar saja. Sebuah catatan kembali muncul di mejaku: Perbaikannya bagus, tapi transisinya masih terasa kasar. Coba lebih halus di bagian peralihannya.
Jantungku berdegup cepat. Ini bukan kebetulan. Orang yang menulis catatan ini benar-benar memperhatikan permainanku secara mendetail. Aku pun mulai menaruh curiga pada Rina.
Keesokan harinya, aku sengaja menghampirinya di perpustakaan. "Hei, Rina, kamu suka musik?" tanyaku, berpura-pura acuh.
Dia mengangkat wajahnya dari buku dan menatapku, jelas terkejut. "Aku suka mendengarkan, tapi aku lebih suka menganalisis musik."
Jawabannya membuatku semakin yakin. Aku mencondongkan tubuh ke arahnya. "Jadi, kamu juga sering menonton pertunjukan band kami?"
Dia tersenyum tipis. "Kadang-kadang."
Aku ingin bertanya lebih jauh, tapi tiba-tiba Kevin dan beberapa teman bandku datang menghampiri kami. "Dimas! Lo ngapain ngobrol sama dia?" Kevin tertawa. "Dia bukan tipe penggemar kita."
Aku kesal, tapi aku juga ragu. Jika benar Rina adalah orang di balik catatan itu, kenapa dia tidak mengaku? Kenapa dia tetap berpura-pura seolah hanya seorang pengamat biasa?
Hari-hari berlalu, dan catatan itu terus muncul. Aku mulai semakin yakin bahwa Rina adalah orang di balik semuanya, tapi aku tak tahu bagaimana membuktikannya. Hingga suatu malam, menjelang festival musik terbesar sekolah, seseorang menyebarkan rumor bahwa aku memiliki penggemar rahasia yang terobsesi padaku.
"Lo harus cari tahu siapa dia dan hentikan semua ini sebelum makin parah, Dim," kata Kevin. "Kalau enggak, kita bakal dicap band murahan."
Aku marah mendengar ucapannya, tapi aku juga tahu bahwa aku harus menemukan kebenarannya. Maka, aku memutuskan melakukan sesuatu yang nekat. Aku menulis sebuah catatan balasan dan meninggalkannya di meja latihanku.
Siapa pun kamu, aku ingin bertemu. Aku ingin berbicara langsung denganmu.
Aku menunggu, berharap ada jawaban. Namun, tidak ada catatan keesokan harinya. Atau lusa. Aku mulai berpikir bahwa aku telah menakuti orang itu, hingga akhirnya, malam sebelum festival, aku menemukan sebuah amplop di dalam lokerku.
Di dalamnya ada catatan terakhir: Aku tidak bisa menemui kamu. Tapi aku akan ada di festival. Jika kamu benar-benar ingin tahu siapa aku, perhatikan baik-baik.
Malam festival tiba. Aku berdiri di atas panggung, memainkan gitar dengan penuh emosi. Namun, di tengah pertunjukan, aku mengamati kerumunan, mencari seseorang yang mungkin tampak berbeda dari biasanya.
Dan di sana, di antara ratusan penonton, aku melihatnya—Rina. Tapi ada yang berbeda darinya malam itu. Dia tidak lagi mengenakan kacamata tebalnya, rambutnya tidak dikuncir, dan dia tampak lebih percaya diri. Aku tiba-tiba menyadari sesuatu.
Selama ini, aku mencari seseorang yang menyembunyikan identitasnya, padahal dia ada di depanku sepanjang waktu.
Setelah pertunjukan, aku bergegas menghampirinya. "Kenapa kamu nggak pernah bilang?"
Rina tersenyum kecil. "Karena aku ingin kamu menemukanku, bukan sekadar mengira-ngira. Aku ingin kamu benar-benar melihatku, Dimas."
Aku terdiam. Aku selama ini mengabaikan seseorang yang paling memahami musikku hanya karena penampilannya.
Aku menghela napas, lalu tersenyum. "Terima kasih untuk semua catatan itu. Kamu benar-benar membantu aku berkembang."
Dia menunduk malu. "Aku hanya ingin kamu menjadi lebih baik."
Aku menatapnya dalam-dalam. "Kalau begitu... bantu aku terus, ya?"
Dan malam itu, aku sadar bahwa bukan hanya aku yang telah menemukan seorang penggemar rahasia. Aku juga menemukan seseorang yang benar-benar memahami diriku lebih dari siapa pun.
**
