Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Part 9

Abraham dan Ivy kembali pulang, sesampainya di rumah masing-masing, Ivy langsung masuk ke dalam kamar dengan suasana hati yang ceria.

Ia baringan di tempat tidur dengan senyum mengembang, yang tak pernah luntur dari wajahnya cantiknya. Ivy menatap lagi jarinya yang dihiasi cincin pemberian Abraham, lebih tepatnya lamaran Abraham.

Di kecupnya cincin itu dan di usap-usapnya dengan sayang, dia benar-benar bahagia sekali. sampai rasanya tak ingin melupakan hal tadi bersama Abraham.

"Aku mencintaimu om Bram," ucapnya sambil menatap cincin itu.

Hal yang sama pun terjadi pada Abraham, pria tampan itu selalu tersenyum lebar. kala mengingat momen kebersamaannya dengan Ivy.

Ingin segera rasanya Abraham memiliki Ivy seutuhnya, dan berstatus sebagai istrinya. ah rasanya Abraham sudah tak sabar.

******

Hari-hari mereka lewati seperti biasanya, namun ada perbedaan. perbedaannya adalah semakin hari Ivy dan Abraham tambah mesra.

Mencari kesempatan untuk bertemu, mencuri-curi waktu dan memberi alasan agar bisa saling bertemu satu sama lain.

Seperti saat ini, Ivy di suruh mamanya untuk mengantarkan makanan ke rumah Abraham. tentu saja Ivy senang bukan main.

Rima sang mama pun merasa heran dengan tingkah putrinya. yang lebih banyak ceria, dan selalu gembira jika mengenai Abraham lain seperti dulu.

"Om Bram," panggil Ivy memeluk tubuh Abraham dari belakang.

Abraham membalikkan badannya dan tersenyum melihat Ivy, di belai-belai lembut pipi Ivy.

"Mama membuat kue dan itu untuk om!" tunjuk Ivy ke arah meja.

"Terima kasih ya sayang." Ivy mengangguk.

Abraham menarik Ivy untuk mengikutinya, ternyata Abraham membawa Ivy ke kamarnya.

Setelah pintu tertutup, dengan tergesa Abraham mencium bibir Ivy ganas. Ivy kewalahan membalas ciuman Abraham.

"Enggghhh," lenguh Ivy, Abraham melepaskan ciumannya.

"Kapan kamu membolehkan om untuk bicara pada orang tua kamu sayang?" tanya Abraham sedikit kesal.

Pasalnya Ivy melarang Abraham mengenai hubungan mereka, apalagi soal pernikahan.

"Apa kamu malu jika punya suami tua seperti om?!" Ivy menggeleng.

"Bukan gitu om tapi...."

"Tapi apa Ivy? kamu tuh aneh tau gak, om pengen kita cepat nikah tapi kamunya mengulur waktu." Ivy diam mendengarkan Abraham.

"Bahkan besok pun jika kamu mau kita menikah, om sanggup dan bisa melakukannya sayang." ucap Abraham mencoba menahan amarahnya.

Abraham memunggungi Ivy, berdiri di depan jendela kamarnya.

"Om...," Ivy mencoba memanggil Abraham.

Merasa di abaikan Ivy pun berniat pulang ke rumah, belum sempat pintu terbuka, dengan cepat Abraham menahan tubuh Ivy, dan menghempaskan tubuhnya ke ranjang miliknya.

"Om-om?" panggil Ivy ketakutan.

"Kamu maunya dengan cara seperti ini kan Ivy?" tanya Abraham yang membuat kening Ivy berkerut.

Tanpa basa-basi lagi Abraham membuka kancing baju Ivy, dan mulai melakukan semuanya dengan tergesa-gesa dan brutal.

"Aaaaahhh om," desah Ivy.

Ivy masih polos di bagian atasnya, saat Abraham menarik CD-nya dengan cepat Ivy mencegahnya.

"Jangan om!" Abraham menatap ke arah Ivy dengan alis terangkat.

"Setelah kita menikah," ucap Ivy.

"Tapi kapan Ivy?!" Abraham bangkit dari atas tubuh Ivy.

"Secepatnya, om boleh bicara ke orang tua Ivy." mendengar ucapan gadisnya, membuat Abraham tersenyum.

Cup.

Dengan cepat Abraham mencium Ivy, Ivy pun balas menciumnya dengan suka cita.

"Terima kasih," Ivy mengangguk.

Glek.

Abraham meneguk air liurnya, melihat bagian atasan Ivy yang menggelantung indah. Ivy mengikuti arah pandang Abraham di dadanya.

Ivy tersenyum geli melihatnya. "dasar mesum!" ejek Ivy tertawa geli.

"Sekali lagi boleh?" pinta Abraham meminta izin pada Ivy.

"Iya, boleh sayang." jawab Ivy.

Mendapat poin kesempatan, langsung saja Abraham ke tujuannya.

"Kenapa mereka indah sekali?" tanya Abraham yang masih asyik dengan kegiatannya.

Ivy merasa malu dengan pertanyaan vulgar Abraham, apalagi saat Abraham melihatnya dengan posisi seperti ini.

Setelah selesai Abraham kembali mengancingkan baju Ivy, dan mengecup pipi serta keningnya.

Abraham takut kebablasan, Ivy yang mengerti pun merasa bersyukur. karena Abraham sabar sampai menunggu waktu, dimana mereka sah dalam ikatan suci pernikahan.

Abraham tampak gugup duduk berhadapan di depan kedua orang tua Ivy, orang tua Ivy juga merasa canggung.

"Jadi begini, kedatangan saya kemari ingin melamar anak gadis mas dan mbak." ucap Abraham tegas dalam sekali tarikan nafas.

Tampak raut terkejut dari wajah Ruslan papa Ivy, sedangkan Rima mama Ivy tampak biasa saja. ia tersenyum senang karena pada akhirnya Abraham melamar putrinya.

"Sejak kapan kamu mulai menyukai anak ku Bram?" tanya Ruslan penasaran.

"Sejak Ivy kecil, waktu dia masih berusia 10 tahun." Ivy terkejut mendengar ucapan Abraham.

"APA?" jawab kedua orang tua Ivy kompak.

Sementara Ivy masih cukup terkejut dengan fakta yang Abraham katakan, selama ini Abraham mencintainya dari dia kecil.

"Ya, kalau kami berdua sih setuju saja. asalkan Ivy mau dan bahagia." ucap Ruslan setuju menerima lamaran Abraham.

"Terima kasih," ujar Abraham menjabat tangan kedua orang tua Ivy.

"Jadi kita akan melakukan acara pertunangan dulu bukan?" tanya Ruslan.

Abraham menatap Ivy yang juga tengah menatapnya.

"Abraham maunya segera menikah secepatnya." ucap Abraham nyengir.

"Ooohhh, udah gak sabar toh ternyata." goda Rima.

"Kalau Ivy maunya gimana?" tanya Abraham.

"Ivy ngikut aja," jawab Ivy menundukkan wajahnya.

"Baiklah, tunangan saja dulu lalu setelah satu bulan, baru menikah bagaimana?" usul Ruslan yang dia angguki Rima.

Abraham dan Ivy tersenyum mengangguk bersamaan, Ruslan dan Rima tampak bahagia melihat anak dan juga tetangganya, sekaligus calon menantunya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel