

4. Menyusui Tuan Muda
Nada menatap Daffa dengan mata terbelalak, tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.
"A … Apa?” suaranya bergetar, menggema di antara mereka.
Wajah Daffa terlihat penuh penderitaan, tubuhnya meronta seolah menahan rasa sakit yang sudah tak tertahankan lagi.
"Argh!" erangan Daffa menggema, membuat Nada gemetar di tempatnya berdiri.
Dia tak bisa berpikir jernih, rasa takut dan panik bergemuruh dalam dirinya. Tubuhnya terasa lemas, bingung, dan tak tahu harus berbuat apa. Dadanya sesak, dan pikirannya buntu. Memberikan air susunya pada Daffa?
Itu tidak mungkin!
Selama ini bahkan tidak pernah ada seorang pun laki-laki yang berani menyentuhnya, apalagi sampai sejauh itu.
“Apa … Apa yang harus aku lakukan?” tanyanya dengan suara gemetar, hampir tak terdengar.
Mata Daffa semakin sayu, wajahnya semakin pucat seperti hilang dalam kegelapan yang menyesakkan.
“Aku butuh air susumu …” suaranya terdengar hiba, hampir putus asa.
Nada memegang dada nya, merasakan detak jantungnya yang semakin kencang, seolah hendak meledak. Dia teringat ucapan Tuan Hendra.
"Daffa hanya bisa sembuh dengan air susu dari seorang gadis."
Tapi bagaimana mungkin Nada melakukan itu? Dia masih seorang gadis suci, belum pernah disentuh. Bagaimana mungkin dia menyerahkan dirinya begitu saja?
“Enggak!” Nada menggelengkan kepalanya dengan cepat, air mata hampir menggenang di matanya. "Aku nggak bisa melakukan ini."
Namun, tiba-tiba perkataan Tuan Hendra tadi terngiang di telinganya, membuatnya terdiam di tempat.
"Saya tidak menerima penolakan. Ingat, saya bisa menghancurkan hidup kamu kalau kamu berani membantah perintah saya!”
Ancaman itu bergema dalam pikirannya, membuat tubuhnya semakin gemetar. Jika Tuan Hendra tahu segala tentang dirinya, maka ia tahu semua termasuk tentang Nek Ijah.
Apa yang akan terjadi jika Tuan Hendra marah? Pasti dia akan mencelakai Nek Ijah juga.
Pikiran Nada dipenuhi bayangan buruk tentang Nek Ijah yang bisa saja terluka, atau lebih parah lagi.
“Ya Tuhan." Nada memejamkan matanya, air mata mulai mengalir di pipinya.
"Apa aku harus melakukan ini? Apa ini satu-satunya jalan?”
Ketakutan, keraguan, dan rasa bersalah bercampur aduk dalam dirinya, menenggelamkannya dalam lautan kebingungan.
"Argh!" erangan Daffa kembali terdengar, membuat Nada tersentak dengan perasaan panik.
"Cepat! A ... Aku butuh air susumu sekarang. Atau aku akan panggil papa!" Suara Daffa tercekat.
"Ba ... Baiklah. Aku akan memberikan air susu untuk Tuan muda," sahut Nada yang semakin panik.
Nada ketakutan dan tak punya pilihan lain selain menuruti permintaan Daffa. Daripada nanti neneknya yang menjadi pelampiasan kemarahan Tuan Hendra, maka lebih baik ia yang berkorban sekarang.
Dengan tangan gemetar, perlahan Nada mulai meraba dada nya. Dress berbelahan dada rendah yang dikenakannya itu kini sudah terasa basah, karena dia memang tak mengenakan bra.
Pelan-pelan Nada menurunkan belahan dres nya hingga di bawah dada nya. Dada Nada menggempa setelah terbebas dari rasa sesak akibat himpitan dres tersebut. Dada yang sangat besar, padat, dan kencang itu sukses membuat mata Daffa sedikit lebih melebar. Ia menatap takjub, karena selama ini ia tak pernah melihat dada seindah dan sebesar milik Nada.
Puncak dada nya yang kemerahan dan tampak mengeras itu tak hentinya menitikkan air susu yang jatuh tepat di wajah Daffa.
Nada memegang dada nya dengan gemetar, lalu setengah menunduk dan mengarahkan puncaknya tepat ke mulut Daffa. Sedangkan Daffa langsung membuka mulut, bersiap menerima air susu dari Nada.
"Bu ... Buka mulutmu lebih lebar, Tuan," kata Nada. Suaranya semakin gemetar. Ia bahkan mulai merasakan jika sekujur tubuhnya seolah membeku.
Sesuai permintaan Nada, Daffa membuka mulutnya lebih lebar. Nada mendekatkan puncak dada nya hingga kini berhasil menyentuh bibir Daffa. Tanpa membuang waktu lagi, pria itu langsung melahap puting payudara Nada dan segera menyusu dengan kuat layaknya seorang bayi.
"Ahhhh."
"Mmmphhh." Daffa menggeram sambil tetap melahap asi yang keluar dari payudara Nada.
Sedangkan Nada refleks menggigit bibir bawahnya kuat-kuat. Kedua matanya terpejam, merasakan gelenyar aneh yang menjalari sekujur tubuhnya saat dada nya dihisap oleh Daffa dengan sangat kuat.
Tubuh Nada terasa menegang. Bulu kuduknya meremang dan hawa panas mulai merambat hingga ke ubun-ubun. Ia bahkan merem melek, sesekali matanya terbuka dan sesekali terpejam.
"Ssshhh! Ahhhh!" Nada yang berusaha mati-matian agar tak bersuara, kini desahan kecil itu keluar juga dari bibirnya.
Bahkan tanpa sadar, ia refleks menekan kepala Daffa ke dada nya supaya pria itu menyusu lebih dalam.
"Mmpphh." Daffa kembali mendesah.
Kini matanya mulai terbuka lebar. Jari-jarinya juga mulai bergerak dan tak kaku lagi seperti tadi. Sepertinya efek dari air susu itu memang bisa membuat Daffa pulih dalam waktu yang tak terlalu lama.
Pria tampan bermata coklat itu menatap wajah Nada lekat-lekat, dimana gadis itu sedang mati-matian supaya tak kelepasan mendesah lagi. Ia terus menggigit bibir bawahnya sambil terpejam. Nafasnya juga tampak memburu, sangat indah saat melihat payudara nya yang naik turun dengan cepat. Sementara gundukan yang sebelahnya sedang asyik di lahap oleh Daffa.
Daffa mulai mengangkat tangannya perlahan dan hati-hati, menggerakkannya tepat ke dada Nada yang satunya. Nada yang masih memejamkan mata, tak menyadari hal itu. Ia hanya merasakan sesapan kuat dan gelitikan nikmat di dada nya karena ulah Daffa yang beberapa kali menggigit nipple nya dan menghisapnya dengan lembut.
"Ah, apa ini?" Nada membuka matanya dengan cepat, saat merasakan dres bagian atasnya ditarik turun, tepat ke bawah dada hingga nampaklah dada Nada yang kencang dan super besar itu berayun dengan sangat mempesona.
Tangan Daffa bergerak sangat aktif menangkup kedua bukit kencang yang menantang dan terus menitikkan asi. Pandangan mata pria itu kembali sayu, membayangkan asi yang super putih itu lahap ia minum.
"Punyamu benar-benar indah dan luar biasa," puji Daffa sambil meremas remas dada Nada, lalu membuka mulut untuk menampung asi yang menetes deras.
"Tuan muda, ahhh, ini ...." Nada langsung menutup mulutnya rapat-rapat. Ia tak mau kelepasan mendesah lagi, karena saat ini rasa geli sekaligus nikmat sedang menggelitik area dadanya.
Namun, Daffa tak peduli lagi dengan apa yang dikatakan oleh Nada. Pria itu terus memompa dada Nada dengan telapak tangannya yang kekar. Bahkan ukuran dada yang jumbo itu tak muat dalam genggaman telapak tangannya.
Hap!
Daffa langsung melahap puncak dada Nada yang sudah mengeras itu, lalu menyesap, menggigit kecil, dan memilin dengan lidahnya begitu lihai. Nada gemetar, tubuhnya menggelinjang merasakan sensasi aneh yang selama ini belum pernah ia rasakan.
Sementara satu dada sibuk menjadi santapan Daffa, dada yang satunya sudah diremas-remas dan dimainkan oleh pria itu dengan penuh hasrat. Tangan Nada refleks membenamkan wajah Daffa semakin dalam di dadanya.
"Punyamu sangat nikmat dan rasanya sangat segar. Aku merasa sangat sehat sekarang," ujar Daffa di sela-sela ia menyusu pada Nada.
Nada hanya diam dan terus menahan raut wajahnya yang menahan hasrat. Posisi ia masih memangku kepala Daffa, sedangkan kedua payudara nya sudah terbuka dan tumpah ruah dalam tangan dan mulut Daffa.
Ceklek!
"Daffa! Nada!”
