Pustaka
Bahasa Indonesia

Pemuas Birahi Pemandu Senam

65.0K · Tamat
Dilan Kisaran
44
Bab
3.0K
View
9.0
Rating

Ringkasan

Cerita Dewasa, mengandung adegan sex yang kuat ... Ini adalah cerita aku dan pemandu senam aerobik tampan. Setelah aku bergabung pada kumpulan senam yang khusus wanita itu, barulah aku tahu mengapa semua wanita sangat betah berada di sana, bahkan rela meninggalkan suaminya di rumah saat waktu liburan.

RomansaDewasaPerselingkuhanCinta Pada Pandangan PertamaSweetBaperMengandung Diluar NikahplayboyLembutGenit

1. Masukin Mas

“Ach, mas,” ucapku dengan nada suara sangat terengah-engah, kelelahan karena sudah beberapa menit tidak berhenti.

“Enak sayang?” tanya lelaki yang sekarang berada di hadapan, bergoyang sangat lihai bagai orang yang tengah kesurupan.

“Em … aku … aku gak kuat, mas. Tolong sudahi saja, ini adalah yang paling tidak bisa aku tahan.” Dengan menelan air ludah, aku pun merasakan keringat yang bergerak sangat kencang membasahi badan.

“A A A A A A A A A A A … sumpah, oh my god em em em em … bentar lagi sayang, sebentar lagi sayang.” Akhirnya, semua pun ke luar pada bagian yang memang sangat aku sukai, walau pun tidak semuanya mengalir akan tetapi ada juga sebagian yang terjatuh di lantai.

***

Di sebuah pagi dengan kicauan burung burung yang sangat riang, aku masih berada di samping rumah dan menjemur pakaian. Rutinitas ini sudah makanan sehari hari, menjalani semuanya dengan hidup berdua di rumah. Wanita yang tangguh dan tak pernah menyerah demi keluarga, walau pun suami sekarang telah berada di luar kota, aku tidak pernah mengganggu waktunya dalam mencari nafkah.

Dia adalah seorang lelaki tampan yang merupakan pemilik PT paling terkenal, perusahaan yang secara turun temurun itu sudah di geluti sejak masih remaja. Untuk saat ini, dia tidak pernah pulang ke rumah. Namanya juga seorang bisnis man, pasti semua akan dia lakukan untuk kedua putrinya bernama kanaya dan Jessica. Aku sendiri bekerja di sebuah perusahaan yang tak jauh dari rumah, menggunakan mobil pribadi sebagai kendaraan setiap hari.

Kebetulan pembantu di rumah sedang tidak masuk karena pulang kampung, sehingga aku yang melakukan semuanya sendiri. Awal mula aku ingin sekali memiliki sahabat dekat, tetapi apa daya di perusahaan tidak ada yang mampu memberikan itu. Bahkan untuk sekadar curhat saja, belakangan ini suami memang jarang pulang karena banyak hal. Salah satunya adalah, karena dia di sibukkan dengan berbagai kepentingan mendadak.

Bahkan aku juga sempat berpikir kalau suami sudah terlalu sering meninggalkan aku. Bahkan, kami jarang berkomunikasi satu sama lain. Pagi ini, ingin rasanya tidak masuk bekerja dan kemarin sudah di setujui oleh seorang pimpinan yang merupakan seorang sahabat dari suami. Kami telah lama dekat, bahkan lebih dekat dengan suami sendiri. Namun, yang namanya rumah tangga ada lika dan liku, sambil meneguk lemon tea, kedua kali ini membangkitkan badan di kamar.

Aku pun bergegas ke sana dan segara mengganti pakaian, setelah beberapa menit mengganti pakaian, kini saatnya tiba untuk pergi. Mengambil tapi rafia di meja rias, akhirnya aku pun menuruni anak tangga lantai dua. Dengan menggunakan mobil pribadi, akhirnya aku bergerak ke luar perkarangan rumah dan melintasi jalan yang hanya ada satu jalur ke luar rumah.

Namaku adalah Sherina, seorang wanita karir yang sekarang sudah punya dua putri. Dia adalah kanaya, dan juga Jessica. Keduanya merupakan putri dari pernikahan aku dengan mas Bram, pasalnya kedua putri sekarang duduk di bangku SMA dan SMP. Sama sama ada di kota, dan keduanya pergi di antar oleh supir pribadiku di rumah. Pak Jarwo namanya, aku sudah sangat percaya pada supir pribadiku.

Walau pun kadang dia mengetahui semua seluk beluk dari perjalanan rumah tangga ku yang tak harmonis dengan mas Bram, dia tahu dan paham. Saking suka nya main tangan, mas Bram sampai tidak segan segan memberikan sebuah tapak tangan yang mendarat di wajah ini. Aku bisa apa, semua telah di alami sangat lama. Sejak aku kenal mas Bram, sampai dia menikahi diri ini sampai saat sekarang.

Belum pernah aku menemukan kebahagiaan, semua itu berubah ketika lima belas tahun lalu. Saat suami sedang berada di sebuah ruang kamar, dan ada wanita di sana. Tepat pada sebuah ruang yang tidak boleh satu pun masuk, ruangan di perusahaannya. Bahkan aku, istrinya dan anak anak nya. Barang siapa yang masih bersikeras masuk, akan menerima hukuman itu. Perselingkuhan suamiku itu hanya jebakan, aku yakin kalau dia adalah orang setia.

Walau pun keras, tetapi aku sangat menghargai dia sebagai kepala keluarga. Tepat di saat mobil melintas ke perkotaan, aku pun menuju ke salah satu tempat yang sangat jarang ada pengunjung. Kafe berukuran tidak terlalu mewah, akan tetapi nyaman kalau di pakai merenung. Dengan memberhentikan kendaraan, aku masuk sambil mendudukkan badan.

Tak berapa lama seorang pelayan datang sambil membawa buku menu. Seraya menatap sangat mantap, aku pun menunjuk beberapa menu hari ini. Sangat lengkap, dan seorang pelayan pun menunggu aku memilih menu apa yang hendak di makan sekarang.

“Makanannya yang ini, dan lemon tea ya mas. Kalau bisa, tambahkan sedikit lagi minuman yang dingin satu lagi,” ucapku pada seorang pelayan tersebut.

“Baik bu,” jawabnya, sambil pergi meninggalkan.

Dari sebuah tas kecil, berdering ponsel dan aku membuka nya sangat kencang, seraya menatap akhirnya terlihat pula sebuah nomor yang sangat asing. Aku tidak tahu itu nomor siapa, karena merasa tak terlalu penting akhirnya aku matikan saja. Sambil menunggu menu makanan datang, sebuah aplikasi pun aku buka. Di sana banyak sekali beberapa momen yang di bagikan oleh orang orang dalam indahnya memiliki seorang suami.

Kedekatan meraka membuat aku sangat iri, bahkan tidak ada satu pun yang mampu membuat aku merasa sangat tenang. Seraya menyentuh foto suamiku yang tampan dan brewokan, aku ingin kembali di masa SMA. Waktu itu dia adalah raja di dalam hati ini, mampu meratukan aku dalam keadaan apa pun tanpa ada paksaan dari siapa pun.

FLASH BACK

“Sherina,” teriak seorang lelaki dari depan mata menggunakan sebuah seragam abu abu SMA Tunas Bangsa.

“Hai, kamu Bram?” tanyaku dengan sangat malu, ini adalah pertemuan kami di sebuah depan sekolah, kebetulan ayahku tidak menjemput hari ini.

“Kamu pulang sama siapa, kenapa gak ada yang jemput dari tadi?” tanya Bram lagi, lalu aku pun terdiam sambil menoleh ke kanan.

“Ayah aku gak jemput Bram, kayaknya mereka lupa deh kalau aku sekolah hari ini,” ujarku seraya menatap lagi Bram secara saksama.

“Kalau begitu, aku mau kok antar kamu pulang. Karena … kamu juga gak mau kan lama lama di sini, bentar lagi hujan soalnya,” paparnya, membuat aku mengangguk.

Kala itu, aku pun dia ajak pulang bareng sama dia. Kami menaiki motor yang sangat clasik dan hampir punah untuk masa sekarang, sebagai seorang wanita aku tidak suka menilai hanya dari fisik semata, karena itu akan musnah kalau sudah masanya hilang. Kami pun menaiki motor dan melintasi jalan raya, baru pertama kali dalam hidup aku di ajak lelaki pulang bersama.

Biasanya ayah tidak pernah membiarkan kalau aku pulang pada siapa pun, katanya masih kecil. Sedangkan aku sudah dewasa, bahkan sangat bisa memilih mana yang baik dan mana yang buruk. Dari arah depan, air hujan pun turun dengan sangat deras. Akhirnya kau tidak mau kami pun singgah ke sebuah warung bakso yang ada di tengah perkotaan, Bram memasuki parkiran depan dan mengajak aku singgah.

Kemungkinan dia akan makan di sini, ya sudah aku ikut aja apa maunya dia. Seraya memasuki lokasi itu, kemudian Bram pun mendudukkan badan di bangku paling belakang. Tepat berada pada tenda tenda biru, sangat khas pada warung bakso zaman kami.

“Kamu mau makan apa sheri?” tanya Bram, lalu dia menyentuh kursi agar aku mau duduk di sana.

Akhirnya aku duduk di sampingnya, dan menjawab, “aku mau makan apa aja, sama kayak kamu pun gak masalah buat aku.”

“Mas, bakso nya dua mangkok ya,” teriak lagi Bram, membuat pelayan membuatkan ke depan.

Entah kenapa aku sangat gerogi dekat dengan lelaki yang baru saja aku temui, walau pun sangat ganteng aku suka. Bram tampak sangat tulus orangnya, dia juga lembut dan penyayang. Namun, aku tidak tahu ayahku apa tanggapannya karena dia adalah lelaki yang hanya menggunakan motor murah untuk ke sekolah. Biasanya yang datang ke rumah selalu orang kaya, paling tidak lelaki jodohkan ayahku.

“Sheri, kamu sekarang lagi sibuk apa nih?” tanya Bram serius.

“Aku di rumah aja bantuin mama masak, karena sebagai seorang wanita kan kita harus bisa masak untuk calon suami kan?”

“Iya bener, aku suka sama perempuan yang jago masak. Apalagi seperti kamu ini, yang selalu bisa membuat aku tersenyum kalau melihat mata kamu, cantik banget sumpah,” puji Bram membuat aku melayang ke udara.

“Kamu gombal Bram, lagian aku ini wanita yang manja dan tidak suka di goda. Kamu entar nyesal loh kenal sama aku, kan kamu tahu ayah aku sangat galak sampai satu pun cowok gak berani dekati aku,” paparku menjelaskan.

Bram menarik napas panjang, dia menjawab dengan sangat dewasa. “Jangankan ayah kamu, apa pun yang ada di hadapan aku akan segera aku tantang. Gini gini aku juga pernah menang tanding silat, kalau ayah kamu macam macam aku bisa takhlukkan.”

“He He He … kamu kira ayah aku apaan, dia itu orang yang sangat hebat bela diri loh, karena selalu juara karate di masa muda, entar kamu malah ilfil sama dia,” jawabku menjelaskan.

“Aku bercanda kok ser, lagian aku mana berani juga melawan calon ayah mertuaku sendiri.”

Deg!

‘Bram ngomong apa sih, kenapa dia bilang ayahku adalah calon mertuanya. Lagian aku belum jadian sama dia, emangnya dia memang bener bener suka dan serius sama aku ya?’ tanyaku dalam hati.

Secara perlahan, Bram menoleh ke kanan dan memerhatikan kedua mata ini. Dia menyentuh punggung tanganku, kami saling berhadapan satu sama lain. Dengan begitu yakin, akhirnya Bram mulai mendekat dan mencium bibir ini perlahan. Kebetulan warung bakso tidak ada yang singgah, dan pelayan juga ada di bagian depan.

Lambat lambat, Bram melepas ciuman itu barulah pelayan bakso datang. “Ini pesanannya, silakan di makan mas, mbak.”

“Iya terima kasih ya mas,” jawab kami serempak.

Bram pun memegang tangan ini tanpa berhenti, sambil mengunyah bakso yang sangat kenyal dan enak sekali. Seketika aku deg degan dengan apa yang sudah terjadi saat ini, begitu juga Bram tak mau berkata apa pun seperti orang kehilangan keberanian.

‘Setelah ini Bram mau apa ya sama aku?’ tanyaku dalam hati.

Bersambung …