SELENA
Walaupun begitu,bukan berarti tak ada hari tenang di hidup Nila. Dalam satu bulan, ada dua hal yang membuat Nila bisa bernafas lega dan sejenak bersantai di rumah tanpa khawatir adanya Chandra,Suaminya.
Pertama,ketika Chandra mengikuti seminar kewirausahaan yang mengharuskan ia ke luar kota atau bahkan luar Negeri. Biasanya 3 hari sampai 1 minggu, tergantung jauh- dekatnya tempat Seminar berlangsung.
Seminar yang di hadiri Para CEO untuk menambah ilmu bisnis dan saling sahring sebagai sesama Pengusaha. Dulu pun Nila sering bersama Ayahnya nya menghadiri seminar semacam itu. Tentu saja karena Kakak lelaki yang harusnya mengikuti dan mendampingi, lebih memilih meja judi dan menghamburkan uang untuk memangku Jalang.
Yang kedua,saat Chandra berkeliling untuk melakukan pengecekan pada kantor-kantor cabang. Dan itu bisa memakan waktu lebih lama lagi, karena letak Perusahaan yang satu dan yang lainnya,beda kota,malah ada yang di luar pulau juga. Bisa sampai dua minggu lebih Chandra pergi hanya untuk pengecekannya itu.
Dalam hal ini,Nila bersyukur dengan sifat Chandra yang workaholic. Chandra tidak gampang percaya pada bawahan dan sangat teliti soal pekerjaan.
Hukuman yang di berikan pun tak main-main. Sebagai Yang Maha Kuasa di perusahaanya, Chandra akan langsung memecat atau menurunkan jabatan seorang yang di nilainya gagal. Sebab itu jugalah Chandra di kenal dingin dan di segani bawah.
Seperti pagi di hari Rabu yang cerah, dengan awan putih yang memayungi langit.Nila sedang mencabuti daun-daun yang telah menguning dengan hati ringan,karena tak ada Chandra di runah.
Ini hari kedua suaminya pergi,dan Nila mulai merasakan kenyamanan.Untuk beberapa waktu,tak ada sosok yang menganggu pandangannya.
"Nyonya, matahari sudah tinggi, sebaiknya kita lekas berteduh." Marni yang membawa plastik besar berwarna hitam,berisi daun kering yang di petik Nila dari tangkai bunga-bunga mataharinya itu berkata.
"Kau saja yang berteduh sendiri,Marni." Nila yang memakai topi berbentuk lingkaran dengan tutupnya yang lebar acuh.
"Mana mungkin saya meninggalkan, Nyonya." Pelayan wanita berusia 25 tahun itu diam-diam senang Nila mau menyebut namanya.
Saat ini mereka berada di tengah kebun bunga matahari yang berada di halaman samping rumah induk. Ada tiga jenis bunga matahari yang di tanam Chandra untuk Nila.
Bunga matahari Gian Sun Gold, yang tumbuh menjulang hingga satu meter dan lingkar bunganya bisa sampai lima belas centimeter. Keunikannya terletak pada kelopak bunganya yang bertumpuk-tumpuk, membuatnya seolah tumbuh di atas kelopak bunga yang satu dan yang lain.
Lalu ada jenis Early Rusian, terlihat seperti bunga matahari pada umumnya. Hanya saja diameter kelopak bunganya sangat besar, bisa mencapai tiga puluh centimeter dan tinggi tangkainya bisa mencapai dua sampai tiga meter. Sangat besar sampai Nila bisa berteduh di bawahnya.
Dan yang paling menjadi favorite Nila, adalah jenis bunga matahari big smile.Untuk jenis ini tidak di tanam langsung di tanah seperti yang lain. Tapi di taruh di pot-pot yang berjejer rapi di area paling depan dari kebun bunga matahari tersebut,karena tingginya yang hanya empat puluh centimeter saja.
"Nyonya,biar saya yang menyiram." Marni mencoba menawarkan,saat Nyonya mudanya itu mengambil selang air dan bermaksud menyiram kebun bunga matahari yang luas itu.
Nila tak mengubris, dan tetap membawa selang berwarna hijau tersebut, setelah tadi ia menyalakan keran air yang berada di pojok taman.
Marni saling tatap dengan tiga orang pengurus kebun yang hanya bisa diam berdiri di pinggir tanpa berani melarang,karena tugas mereka telah di ambil alih.
"Baju Nyonya nanti basah."Marni berjalan cepat-cepat mengikuti langkah majikannya yang telah menyemprotkan selang air ke arah bunga-bunga matahari yang mekar sempurna.
Senyum Nila terkembang,saat percikan air dari selang yang ia bawa terlihat bekilauan terkena cahaya matahari yang semakin tinggi dan cerah menghangatkan.
Marni mengikuti ke mana Nila berjalan sambil membawa-bawa selang air.
Sandal dan kaki majikannya itu telah kotor terkena tanah yang bercampur air. Termasuk baju terusan warna biru muda yang di kenakannya pun ikut basah,dengan noda tanah di beberapa bagian.
Marni hanya bisa memandang gelisah, sambil meremas-remas kedua tangannya tanpa bisa menghentikan aksi Nyonya muda nya tersebut.
"Pantas banyak gosip beredar kalau istri Bang Chandra penyakitan,kotor begini."
Suara seorang wanita terdengar.
Nila menghentikan aktifitasnya,dan bersama Marni menoleh ke sumber suara.
Selena,adik Chandra yang berperawakan tinggi besar seperti Kakaknya,serta memiliki rambut pendek sebahu,memandang remeh ke arah Nila.
Begitu tahu yang datang Selena,Nila kembali melanjutkan aktifitas menyiramnya.
"Tumben Nona Selena pagi-pagi sudah ke sini?" Marni memdekatinya.Semata agar adik Tuannya itu tak menganggu Nila,yang bahkan menoleh kearahnya pun tak sudi.
"Tapi sayang sekali,Tuan Chandra baru pulang besok lusa." kembali Marni berkata.
"Aku sudah tahu,Abang pergi." ucapnya ketus."Minggir!" ia menyingkirkan pelayan yang menghalangi langkahnya.
Perasaan Marni tak enak,saat Selena berjalan mendekati Nila.
"Heh,perempuan mandul!" ia berkacak pinggang. "Sampai kapan Keluarga kami di suruh menunggu?" tanyanya emosi.
Nila tak menjawab.
"Perempuan macam apa yang hamil saja tak bisa?" nada bicaranya terdengar seolah itu hal remeh yang siapa pun pasti bisa.
Nila tetap asik menyiram bunga-bunganya,tanpa melihat ke arah adik iparnya tersebut.
Selena kesal.Dari awal,ia sudah tak menyukai kehadiran Nila di keluargnya.
Hanya karena Chandra adalah kepala keluarga Admaja dan semua sungkan padanya.Maka tak ada yang berani protes.Termasuk saat Kakak nya itu menglontorkan dana miliaran hanya untuk wanita yang hobi sakit-sakitan ini.
"Kau tahu,Mami sudah menyiapkan calon untuk Bang Chandra." Selena bermaksud memanas-manasi.
Nila menurunkan selang air nya.
Melihat akhirnya Nila ada reaksi,membuat Selena kian senang.
"Yang jelas,calon yang di siapkan Mami lebih cantik dan sehat,tidak seperti mu." ejeknya.Ia berani berkata seperti itu,karena tak ada Chandra di rumah.
Nila berjalan melewatinya begitu saja,dan kembali menyiram.
Selena geram.Di pandanginya tubuh kurus Nila yang di balut dress biru muda tanpa lengan.
Jika saja Kakaknya tidak cinta mati pada wanita itu,tentu Selena akan mendorong dan mencakari wajah sombongnya Nila,karena gemas dengan sikapnya.
"Selain cacingan, kau juga tuli,ya ?" Selana berkoar.
Nila tak peduli.
Selena mengepalkan kedua tangannya.Ia sengaja datang untuk membuat wanita itu sedih.Tapi malah acuh saja dia nya
"Apa kau tahu,Nila,saat kau sedang berkotor-kotor dengan tanah dan air seperti ini. Abang ku sedang bersenang-sedang dengan wanita lain." ia berbicara cukup keras,berharap Nila akan sedikit saja terpancing.
Tapi wanita itu malah mengulung selang air,dan berjalan menjauh dari nya.
"Nyonya,biar saya saja yang menyimpan selangnya." Marni mengulurkan kedua tangannya supaya Nila memberikan selang air itu padanya.
Tapi Nila hanya melewatinya,membuat Marni sedikit salah tingkah.
Mihat sikap Nila yang ternyata juga acuh pada semuanya,membuat Selena makin tak terima.
"Kau ini benar-benar sok sekali." Selena berjalan cepat ke arah Nila,lalu di tarik lengannya agar Nila berhenti berjalan, dan menoleh padanya.
Nila menatapnya dengan kening berkerut dalam.
"Kalau bukan karena Bang Chandra, kau sudah di jual untuk menutupi hutang judi Abang mu." Selena menunjuk-nunjuk muka Nila. "Bang Chandra juga yang membuat ventilator Papa mu tetap terpasang.Jadi berhenti bersikap seperti Nyonya besar,karena kau bukan siapa-siapa tanpa Abang.."
Kalimat Selena terputus, karena Nila sudah menyemprotnya dengan selang air yang di bawa.
