
Pembalasan Dendam Untuk Mantan Suami Dan Anak Rahasianya
Ringkasan
Dia seorang aparat, tugasnya mengayomi masyarakat, juga menangkap penjahat. Namun, ternyata ia adalah seorang aparat yang keparat. Pada hari pernikahanku dengannya, seorang wanita datang bersama seorang bayi yang dikatakan bahwa suamiku adalah ayah dari bayinya. Merasakan begitu banyak kecewa pada pernikahan ini membuatku memutuskan untuk lari ke tempat saudaraku berada. Namun di sana sesuatu yang mengagetkan terucap oleh saudaraku, “apa kau ingin balas dendam pada mantan suamimu? Aku akan ada di belakangmu dan membuat semuanya bersih.”
Wanita Misterius Di Hari Pernikahanku
Xaviera
Upacara pernikahan digelar dengan mewah sesuai keinginan suamiku, Eric. Dihadiri banyak kerabat dan teman membuatku mendengar beragam tanggapan mereka, mulai dari mereka yang iri, hingga mereka yang bersyukur karena aku dan Eric saling menemukan satu sama lain, yang membuat mereka berkata bahwa pasangan tercocok dan diberkahi tahun ini jatuh pada Eric dan aku.
Aku senang dan bersyukur atas setiap ucapan dan harapan para tamu undangan di hari ini. Haru mereka sampai ke hatiku, aku sudah sangat mengira ini akan menjadi hari yang tidak akan pernah terlupakan dalam hidupku. Dan benar, di detik saat kami semua bersulang untuk pernikahanku seorang wanita melenggang masuk ke tengah-tengah kami.
Seorang wanita cantik, memakai dress merah selutut lengkap dengan perhiasan dan tas kecil yang mahal. Wanita itu menggendong seorang bayi kecil yang seperti baru beberapa hari lahir ke dunia. Kaki-kaki cantiknya berjalan ke mejaku dan Eric, dimana semua tamu duduk di kursi mereka dan hanya satu orang yang berjalan menghampiri meja pemilik pesta.
Tiba-tiba selembar kertas melayang ke meja di hadapanku dan Eric, aku kaget dengan apa yang terjadi hingga membuat semua tamu diam dan fokus mereka tertuju pada wanita cantik di hadapan kami semua. Kuraih surat di atas meja dan segera terkejut karena isi di dalamnya adalah hasil tes DNA atas nama seorang bayi bernama Patricia yang baru lahir seminggu yang lalu. Dan sebuah nama lain yang menjadi ayah biologis bagi bayi ini, yaitu Eric Wilbert--suamiku.
Kulirik Eric yang ada di sampingku, hendak menanyakan penjelasannya tapi Eric bahkan tak menggedipkan mata dan terpaku pada wanita di hadapan kami ini. "Leticia, kau datang," ucap Eric, terlampau tenang dangan tatapan yang terpaku.
***
Pernikahan tidak berjalan lancar sampai akhir. Kami harus menelan malu dan menyudahi acara dengan seribu tanya di benak para tamu. Sebelum ada kejelasan, baik kerabat dan teman dekat tak ada seorang pun yang diberitahu siapa wanita bernama Leticia yang mereka duga menjadi penyebab berhentinya acara secara mendadak.
Aku berada di sofa dan Eric di hadapanku, tatapan kami sama-sama tertuju pada Leticia dan anak perempuannya yang diduga adalah anak dari Eric. "Aku tidak pernah berbuat jahat, Xaviera."
"Tapi mirisnya seorang polisi telah menghamili wanita yang ia temui di bar." Aku menatap datar ke arah Leticia yang kini sedang menyusui anaknya. Tak usah ditanyakan bagaimana hancurnya perasaanku saat ini, gelar yang dikatakan teman-teman sebagai pasangan paling romantis dan setia seketika buyar di pesta pernikahan kita. Lucu sekali, dan tanpa sadar aku tertawa dalam lamunanku.
"Aku tak berniat untuk tidak bertanggung jawab. Leticia menghilang saat aku hendak bertanggung jawab," kilah Eric, tubuhnya condong ke hadapanku memintaku agar percaya dan mau mengampuninya.
"Kau melakukannya saat kita telah berpacaran. Kejahatan macam apa yang tidak kau akui wahai Pak Polisi yang terhormat?" Nada suaraku tanpa sadar meninggi, saat menengok ke arah Eric, ketika mata kami bertemu, seketika mataku mendadak menjadi begitu panas.
"Pertama, aku mengenal Leticia. Aku hendak jujur padamu, dan aku akan bertanggung jawab." Pengakuan Eric membuat jantungku berdebar, ternyata pernikahan ini seharusnya tidak terjadi jika Leticia tidak pergi. Seharusnya Eric telah meninggalkanku tahun lalu, dan aku hanya akan menerima undangan pernikahan mereka.
"Benar, seharusnya sejak awal begitu. Sekarang aku yang tersiksa karena terikat pernikahan denganmu." Jangan tanyakan seberapa kecewa aku, aku bahkan merasa ingin ditelan bumi di pesta pernikahanku sendiri saat itu juga. Aku tidak bisa untuk tidak marah, tidak hanya aku yang berekspektasi Eric akan menjadi suami sempurna, tapi ibu, juga kerabat-kerabatku.
"Xaviera! Jangan katakan itu. Aku mencintaimu." Ucapan Eric membuatku berdecak, "barusan kau katakan bahwa kau hendak bertanggung jawab pada anaknya. Berarti saat itu kau telah bersiap untuk melepasku, kenapa sekarang kau menikahiku? Kenapa tidak kau kejar wanita itu saat itu?" Ucapanku penuh penekanan, seketika membuat Eric terdiam.
Eric yang ada di sampingku saat ini tiba-tiba menjadi begitu asing dalam waktu satu hari. Hubungan yang kami jalani lima tahun lamanya dengan suka cita tak pernah melibatkan orang ketiga sama sekali, kupikir Eric sungguh setia. Sekarang tak hanya aku, teman-teman dan keluargaku sungguh akan kecewa padanya.
Aku menangkap satu hal dari diamnya Eric saat ini, dari tatapan Eric pada Leticia di pernikahan kami tadi, serta dari ucapannya barusan--Eric pernah atau mungkin sampai saat ini masih menaruh Leticia dalam hatinya.
Cukup sudah, aku bangkit hendak meninggalkan Eric yang masih menggenggam erat tanganku. Sayangnya aku terlalu muak dengan semua kata-katanya. Kuhempas genggaman tangan Eric dan pergi menuju lantai atas, dari lantai dua bisa kulihat Eric menghampiri Leticia dan putri mereka. Untuk pertama kalinya aku merasakan hal seperti ini, terabaikan demi wanita lain.
Mengusap air mataku, aku segera masuk ke dalam kamar yang seharusnya menjadi kamarku dan Eric. Melihat semua dekorasi kamar pengantin membuatku murka dan mencabut seprai dalam kasur dengan sekuat tenaga, seketika kelopak-kelopak mawar yang telah disusun sedemikian romantis untuk sepasang pengantin berhamburan ke lantai dengan menyedihkan.
Napasku terengah, air mata menetes lagi, tak pernah terbersit dalam benakku bahwa aku akan mengalami kegagalan dalam pernikahan bahkan ketika aku belum menjalaninya satu hari saja. Padahal yang kunikahi adalah pria yang kucintai, padahal kukira Eric juga cinta mati, namun pada akhirnya pengkhianatan yang harus kuhadapi.
Di tengah emosi yang memuncak kulihat sebuah kotak berwarna silver hadiah pernikahan yang ditaruh di atas nakas. Aku menghampiri kado tersebut dan membaca sebuah pesan yang dikirim si pemberi kado. "Adikku Xaviera, selamat atas pernikahanmu. Maafkan aku karena tidak bisa datang, tapi saat kado ini dikirim padamu aku sudah melihat fotomu dalam gaun pernikahan. Kau sempurna hari ini, sayang. Tadinya aku ingin menjodohkanmu dengan rekan kerjaku, tapi pria lain telah lebih dulu meminangmu. Aku hanya berharap ia pria yang baik."
Setetes air mata tumpah lagi, aku senang karena saudara laki-lakiku telah mengirim kado pernikahan, di sisi lain aku sedih karena harapan saudara laki-lakiku bahkan harapan ibu dan ayahku tentang pria yang baik untukku ternyata tidak ada pada Eric. Satu-satunya anak perempuan yang mereka rawat dengan penuh kasih agar tak tergores sedikitpun, kini telah dilukai oleh suaminya sendiri bahkan di saat hari pernikahannya. Apa jadinya jika ayah tahu semua ini, seberapa sedih ibu jika tahu Eric menyelingkuhiku, dan seberapa marah Felix jika melihat kejadian ini?
"Felix, haruskah perjodohanmu aku terima saja sekarang? Maukah pria itu pada seorang janda satu hari setelah pernikahannya?" Karena terlalu sakit, aku bahkan telah memikirkan perceraian di malam pertamaku sendiri.
