Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 1 Malam Jahanam

Malam ini udara terasa gerah. Sudah hampir satu bulan tidak turun hujan di daerahku. Musim kemarau telah tiba, hingga membuat udara di malam hari terasa gerah. Aku terbangun dari tidur tepat jam dua belas malam waktu dini hari. Kulihat di samping tempat tidur  Mas Elan tidak ada. Entah ke mana dia malam-malam begini.

Pikiran langsung tertuju pada kamar mandi yang berada dalam ruang ini. Mungkin Mas Elan sedang ke kamar mandi untuk buang air kecil. Segera ku beranjak dari tempat tidur untuk melihat ke arah kamar mandi.

“Mas,” panggilku.

Ceklek.

Pintu kubuka perlahan dari arah luar. Tapi Mas Elan tidak ada di dalam. Aku menjadi panik seketika, begitu mencari Mas Elan tidak ada di dalam ruang kamar tidur atau pun kamar mandi. Langsung saja aku beralih ke dapur untuk mencari keberadaan suamiku.

 Dalam benak ini, mungkin Mas Elan sedang haus dan mengambil air minum. Seperti yang biasa dilakukan, jika tengah malam terbangun dalam keadaan haus. Biasanya aku selalu menyediakan air putih di dalam kamar dengan teko kaca.

 Tapi untuk malam ini, aku tidak menyediakan karena badan terasa tidak enak. Lebih tepatnya di katakan demam. Mas Elan juga meminta untuk melayaninya di ranjang tapi ku tolak. Saat ini kondisi badan dalam keadaan tidak nyaman, jadi kutolak keinginannya dengan halus.

“Nada sayang, malam ini kita bulan  madu, ya?” ucapnya sambil memeluk. Aku tahu kalau sudah begini,  pasti menginginkan untuk melayaninya di ranjang.

“Maaf, Mas. Malam ini terpaksa harus berpuasa dulu karena badanku lagi tidak enak,” kataku sambil mencium pipinya. Sengaja ku berikan dia kecupan di pipi agar merasa tidak galau, karena aku menolak keinginannya untuk bulan madu.

Wajah Mas Elan berubah menjadi cemberut. Hasratnya tidak kesampaian untuk dituntaskan. Dia kemudian merengkuh tubuhku dalam pelukannya, dan membenamkan kepala di dadanya.

 Saat itulah dia merasakan ada hawa panas di kening yang menempel di dadanya. Dengan refleks dia menyentuh dahi dengan menempelkan punggung tangannya.

“Badan kamu panas, yank. Kalau gitu kamu istirahat saja! Aku akan mengambilkan obat penurun panas,” ujar Mas Elan padaku. 

Aku mengangguk tanpa suara, sampai akhirnya Mas Elan berlalu dari hadapanku untuk mengambil obat penurun panas.

Lima menit kemudian, Mas Elan kembali ke kamar membawa obat penurun panas dan segelas air putih, lalu diberikan kepadaku 

“Sayang, ini obat penurun panasnya. Segera di minum obatnya lalu beristirahatlah biar cepat sembuh!” Mas Elan membuka bungkus Paracetamol, lalu membantuku minum obat.

“Terima kasih, Mas,” ucapku mengulas senyum. Dalam hal keromantisan Mas Elan suami yang patut di acungi jempol. Selain tampan, Mas Elan juga jago dalam hal memasak dan membantu pekerjaan rumah.

Mas Elan tersenyum, lalu membantu tubuhku untuk rebahan di atas ranjang.

“Aku sangat mencintaimu Nada. Sudah menjadi kewajibanku untuk merawat dan menjagamu,” sahutnya.

Aku hanya menatapnya dengan ekspresi datar. Segudang ucapan terima kasih  ingin kuucapkan padanya untuk semua rasa cinta, dan sayang yang selalu diberikan selama ini. Tapi bibir kelu untuk mengucapkannya.

Pelan-pelan kumenuju ke ruangan dapur. Mengingat kondisi tubuh yang masih agak rada pusing. Aku berjalan dengan tertatih-tatih mencari keberadaan suamiku di ruang dapur. Sesampainya di ruang dapur tidak kutemui keberadaan suamiku, hasilnya juga nihil tidak ada dia di sana. 

Segera kuberalih keruang kerjanya untuk melihat apakah dia ada di sana. Mengingat suamiku sangat disiplin dalam mengerjakan tugas kantor. Dia tidak ingin mengulur-ulur waktu dalam bertugas. Sehingga di juluki karyawan teladan.  Sampai di ruang kerja pun dia tidak kutemui.

Kini aku mulai putus asa mencari keberaadannya. Tidak mungkin di tengah malam dia keluar rumah, untuk mengerjakan tugas. Kebiasaannya itu tidak pernah sekalipun dilakukan. Meskipun banyak tugas kantor yang menumpuk. 

Baru saja aku hendak kembali ke kamar, samar-samar ku dengar suara rintihan dari kamar anak gadisku, yang tidak jauh dari ruang tamu hanya berkisar lima meter saja.  

Semakin mendekat ke arah kamar Oliv semakin jelas terdengar suara rintihan itu, di tengah kegelepan malam yang sunyi. Dalam benak, aku berpikir mungkin Oliv sedang sakit. Karena dari sejak sore aku tidak melihatnya karena kondisi yang lagi demam. Hanya bisa berbaring di atas tempat tidur.  Atau mungkin saja Oliv sudah sejak sore sakit, tetapi aku tidak mengetahuinya.

 Ruang dalam rumahku kedap udara bila ditutup pintu dan jendela. Aku takut Olivia akan mengalami sesuatu yang buruk. Niat untuk mencari Mas Elan segera kurungkan. Melihat kondisi Olive lebih penting dari apa pun. 

Takutnya sesuatu yang buruk akan menimpa dia. Pikiran semakin panik, begitu suara rintihan di kamarnya semakin terdengar deras, dan di selangi desahan panjang. Buru-buru kudekati kamarnya dan akan segera mengetuk pintu. Untuk bertanya apa sebabnya, yang membuat dia merintih sekencang itu. Sakit apakah yang di derita anakku hingga membuat diri ini semakin penasaran.

Jantungku berdetak empat kali lebih cepat dari biasanya. Ketika aku berdiri tepat di depan pintu kamar Olivia. Aku tertegun sejenak di depan pintu kamar anak---gadisku. 

Ada perasaan aneh yang menyelimuti jiwa dan pikiran. Saat akan kuketuk pintu Olive. Dari balik pintu suara rintihan semakin terdengar kencang, seakan sedang melakukan melakukan pergulatan dengan lawan jenis.  

Semakin aku berpikir semakin membuat dada bergemuruh keras. Memikirkan sesuatu yang akan terjadi hingga membuatku sedikit ragu, untuk membuka pintu kamar Oliv.

Dengan perlahan kutarik handel pintu dengan pelan, tetapi tak menimbulkan suara.

Deg!.

Jantungku seakan lepas dari sarangnya. Ketika ku saksikan pemandangan yang  mengerikan di dalam kamar Oliv. Dua insan manusia berbeda jenis sedang melakukan hubungan suami istri.  Dengan tubuh polos tanpa sehelai benang pun, yang menutupi tubuh mereka.

 Mataku  seakan keluar dari kelopaknya, saat menyaksikan siapa yang berada di atas tubuh Olive, yang sedang menindih tubuh polosnya. Dengan gerakkan erotis seperti adegan dalam film biru. Mas Elan dengan lincahnya melakukan adegan panas bersama Oliv, yang masih berumur 17 tahun. Sementara anakku begitu menikmati permainan ayah tirinya. Bagai singa yang kelaparan. Sesekali Oliv merintih. 

“Mas Elan, Oliv!” seruku lirih. 

Seketika aktivitas mereka terhenti. Begitu aku sudah berdiri di depan mereka, dengan wajah yang sudah menjalar panas. Mataku terasa perih bagai tertiup debu jalan yang tebal. Dua orang yang sangat kucintai dan paling penting dalam hidup, kini bergulat dalam kenikmatan dosa. 

Tubuhku ambruk seketika ke lantai, bagai di hantam besi baja seberat puluhan kilo.  Setega itu anak kandung menjadi pelakor dalam hidupku sendiri. 

Setega itu juga suamiku  menusuk dari belakang. Anak yang seharusnya  dijaga dan lindungi sampai hati dia rusak. Rupanya pelayananku selama ini tidak membuatnya puas. Hanya untuk satu wanita, hingga tega dia hancurkan. Masa depan anak remaja yang masih sekolah kelas dua SMA, dan masih berumur 17 tahun. Umur yang seharusnya tidak tahu untuk mengenal hubungan percintaan suami-istri.  

Buru-buru Mas Elan mencabut juniornya dari sangkar Oliv, dan menutupinya dengan baju  yang dia pakai sebelumnya.

“Nada!” serunya pelan.

 Dia mencoba mendekati, dan membantu berdiri yang masih dalam keadaan shock terduduk di lantai. Sementara Oliv hanya menunduk menutupi tubuhnya dengan selimut.

Kutepis tangannya  yang kekar. Aku merasa jijik di sentuhnya sekarang. Saat dengan mata kepala dengan jelas menyaksikan adegan panas bersama Oliv, dan mempermainkannya dengan brutal.

 Melihatnya saja sudah membuatku ingin menampar. Apa lagi mengingat kejadian barusan. Masih terngiang dalam pikiran ini, bagaimana suamiku bergulat penuh peluh. Melakukan adegan syur yang seperti biasa kami lakukan.

“Lepaskan! Jangan sentuh aku! Aku jijik melihatmu, Mas,” ketusku. 

Perasaanku kian campur aduk antara marah, kesal dan benci, semua berbaur menjadi satu. Menciptakan sesak yang memenuhi dada. Aku menangis tanpa suara di tengah malam buta.

***

Bersambung.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel