9. ANTARA LOGIKA DAN NAFSU
David terpejam sejenak. "Jangan berpikir terlalu jauh Intan! Aku dan kamu tidaklah sama!"
"Kita memang tidak sama. Aku wanita dewasa dan kamu ...," bisik Intan di telinga David. "Pria yang sangat luar biasa."
Tangan David terkepal di antara kedua sisi tubuhnya. "Ingat kedudukanmu! Aku siapa dan kamu siapa?!"
"Ups!" Intan mundur dua langkah ke belakang. "Ternyata kamu pria yang sangat sabar."
David menatap tajam Intan. "Cepat ke luar dari sini!"
Intan tersenyum. "Aku tidak mau," jawabnya santai malah duduk di sofa.
"Jangan menguji kesabaranku! Di mataku, kamu tidak lebih hanyalah wanita murahan! Hubungan kita hanya sebatas pelanggan, tidak lebih dari itu!"
Intan mengangkat kedua kakinya ke atas meja tanpa rasa takut sedikit pun. "Tanpa kamu ingatkan pun, aku tahu akan hal itu."
"Selama aku masih bisa bersabar, cepat angkat kakimu dari sini!" Teriak David.
Intan menatap David. "Baiklah, baik. Tapi bisakah aku minta segelas air. Rasanya tenggorokan ini kering." Intan mengelus lehernya sendiri.
David menghela napas. "Brengsek!" Daripada Intan akan terus menerus mengganggunya, mau tidak mau David pergi ke dapur mengambil air.
Intan tersenyum samar memperhatikan dari David. "Tidak semudah itu mengusirku dari sini Tuan David. He-he. Kamu adalah tambang emasku."
David menaruh begitu saja botol air mineral di atas meja. "Cepat minum dan segera angkat kakimu dari sini!"
"Thank you." Intan sengaja membuat gerakan menggoda, rok mini yang super pendek semakin ditariknya ke atas agar pahanya yang putih mulus bisa terekspos.
David menelan ludah, biar bagaimanapun dirinya adalah laki-laki normal. Melihat pemandangan indah depan mata, tentu saja membuat jantungnya berdetak cepat. Apalagi melihat belahan dada yang begitu menantang, hampir setengah dari isinya seakan mau meloncat ke luar dari sesaknya baju yang dipakai.
Diam-diam Intan dalam hatinya tersenyum. "Laki-laki sepertimu, tidak akan bisa menahan godaan. Kita lihat, sampai seberapa kuat kamu menahan hasratmu melihat tubuhku."
David memalingkan wajahnya. "Sialan si Intan! Juniorku mendadak bangun, begitu melihat dadanya yang montok."
Selesai minum beberapa teguk, Intan kembali mencari alasan baru. "David, apa boleh aku menggunakan kamar mandimu?!"
"Intan!" bentak David kesal.
"Please, hanya sebentar. Setelah itu, aku akan pergi dari sini sesuai keinginanmu." Intan memasang wajah memelas. "Aku sudah tidak tahan."
Dengan sangat terpaksa David menunjuk arah ke kamar mandi. "Itu!"
Intan tersenyum senang, berjalan melenggak lenggok menggoda David. "Hanya beberapa menit saja."
"Ya Tuhan. Kenapa urusannya jadi seperti ini?! Darimana si Intan tahu tempatku ini?!" David geleng-geleng kepala. "Ini tidak bisa dibiarkan, tidak bisa! Aku harus berbuat sesuatu!"
Intan di kamar mandi hanya diam berdiri memandang kaca di atas wastafel. "Sok jual mahal! Padahal matamu tidak lepas memandang tubuhku. Dasar buaya! Lihat saja, aku akan membuatmu bertekuk lutut di hadapanku!"
David kesal bercampur gelisah menunggu Intan ke luar dari kamar mandi. Kepulan asap putih nampak menutupi sebagian wajahnya. "Sedang apa dia di dalam?"
Pintu terbuka. Intan berjalan bak peragawati di atas catwalk melenggak lenggok melewati David menuju sofa.
"Cepat pergi dari sini!" David bicara dengan nada ketus.
Santai sekali Intan menanggapi kekesalan David. Diambilnya bungkus rokok yang ada di atas meja. "Satu batang saja, setelah itu aku akan pergi."
David menghisap rokoknya kuat-kuat. Kepulan asap putih semakin menyebar kemana-mana. Tatapannya begitu tajam memperhatikan setiap gerakan yang dilakukan Intan.
Merasa dirinya sedang diperhatikan, Intan mengambil kesempatan dalam kesempitan. Setiap gerakkan yang dilakukanya selalu mengundang David menarik napas panjang. "Sampai kapan kamu akan bertahan? Hi-hi-hi. Jangan panggil namaku Intan, jika tidak bisa membawamu ke atas ranjang," bisik hati Intan.
David mematikan rokoknya, jantungnya berdetak kencang ketika kedua bola matanya menangkap dua bukit kenyal yang begitu menantang terayun indah ketika Intan berjongkok untuk mengambil air minum.
Diam-diam Intan tersenyum. "Mampus kau! Sampai kapan akan bertahan dengan gengsimu itu? Kita lihat, siapa yang akan jadi pemenang?! Aku pergi dari sini atau naik ke atas ranjangmu?"
David pergi mengambil air minum, berusaha menenangkan hatinya yang mulai bergejolak. "Sialan! Juniorku langsung bangun begitu melihat dada montoknya si Intan!"
Intan tidak membuang kesempatan, dengan cepat dan bermodalkan keberanian, segera mendekati David dan memeluknya dari belakang. "Aku menginginkan dirimu," bisiknya pelan tanpa rasa malu.
David menunduk, melihat tangan yang melingkar dipinggangnya. "Lepaskan!"
"Apa kamu tidak menginginkan aku?" bisik Intan menggoda, tangannya perlahan merayap turun. "Ternyata si kecil sudah bangun."
David memejamkan matanya, akal sehatnya mulai berperang melawan hawa nafsunya. Jemari Intan dengan mudah menyelusup masuk dan mengelus yang sudah terbangun.
Intan memang sudah sangat lihai dalam menaklukan pria hidung belang. Sekeras apa pun bertahan, akhirnya David goyah juga dalam pelukan seorang wanita malam.
Intan terkikik manja ketika David mengendongnya masuk ke dalam kamar. "Hi-hi-hi."
Tubuh montok nan sintal, David hempaskan ke atas tempat tidur king size nya. Bathrobe yang menutupi tubuhnya segera dilemparkan ke sembarang arah tanpa melepaskan pandangan dari tubuh yang telentang tidak berdaya dengan rok yang sudah tersingkap.
"David," panggil Intan manja dengan membuat gerakkan menggoda sehingga membuat David semakin tidak bisa menguasai dirinya. Tidak lama kemudian, hanya dalam hitungan menit seluruh ruangan kamar sudah terisi dengan suara erangan dan desahan yang saling bersahutan.
Intan begitu pandai memanjakan segala keperkasaan David. Pengalamannya yang sudah bertahun-tahun malang melintang digelapnya dunia malam membuatnya begitu mudah dalam menaklukan seorang David yang tadi begitu keras menolak dirinya.
Menit ke menit berlalu, David seakan tidak ada lelahnya dalam melakukan gerakan berirama yang membuat tubuh Intan terhentak di bawah kungkungan tubuhnya. Kulit tubuhnya yang eksotis terlihat mengkilap diselimuti peluh yang ke luar dari setiap pori-pori kulitnya.
Intan tidak kuasa menahan segala kenikmatan surga duniawi yang David berikan. Entah sudah yang ke berapa kali, Intan menjerit nikmat disertai tubuh yang terangkat setiap kali berhasil mencapai kenikmatan.
Berbeda dengan David yang masih setia melakukan gerakan ritme untuk mengejar puncak kenikmatan. Tubuh bagian bawahnya terus saja menghentak tanpa jeda, hingga sampai di mana aset pribadinya merasakan sesuatu yang akan membuatnya terbang tinggi ke antah berantah.
Dengan erangan panjang serta mata tertutup, David menghujamkan miliknya dalam-dalam. Tubuhnya terasa melayang terbang tinggi ke langit, kenikmatan yang sulit diungkapkan dalam setiap tetes yang telah berhasil dicapainya.
"Kamu ... hh, luar biasa." Intan memuji menatap David yang berada di atas tubuhnya.
David perlahan menggeser tubuhnya sehingga otomatis aset pribadinya pun ikut ke tarik dari surga dunia yang tadi telah diobrak abriknya. Peluh nampak mengkilap di keningnya meskipun suhu kamar begitu dingin.
Intan menutup tubuhnya yang lelah dengan selimut. "Aku selalu puas jika bercinta denganmu. Itulah yang membuat aku kembali padamu. Dari semua pelangganku, hanya kamu yang bisa memuaskan aku. Jadikan aku sebagai penghangat ranjangmu!"
