BAB. 8 Jalan-jalan Keliling Dubai
Setelah selesai sarapan pagi di restoran hotel tempat mereka menginap, Keluarga Besar Brett bersiap untuk memulai hari pertama mereka mengelilingi Dubai.
Mommy Olivia tampak anggun dengan kacamata hitam dan scarf di leher, sementara Daddy Zay berdiri gagah di sampingnya dengan kemeja linen putih. Si sulung Raynard mengenakan kaos polo dan celana pendek santai, sedangkan adiknya, Rayner, tampil kasual namun rapi bersama istrinya, Deborah, yang selalu tersenyum manis.
“Siap semua?” Daddy Zay memastikan setiap anggota keluarganya.
“Siap, Dad!” Rayner menjawab semangat sambil merangkul pinggul Deborah, yang tersipu. Sementara Raynard hanya mengangguk santai.
“Heboh banget sih, Lo! Kayak baru pertama saja ke sini!” kesal Raynard kepada adik kembarnya.
“Jelas dong, Ray. Karena ini kali pertama aku jalan-jalan bersama Deborah, istriku! Memangnya kayak Lo? Betah menjomlo terus?” ejek Rayner kepada sang kakak.
“Lo?” Raynard segera mengepalkan tangannya dan ingin menghajar adik kembarnya.
Namun dengan cepat Mommy Olivia melerai keduanya.
“Rey, stop! Sudah cukup kamu isengin Raynard terus. Kita sedang liburan sekarang bukan untuk bertikai!” tegur sang ibu.
“Rayner yang terus mencari gara-gara lebih dulu, Mom!” Raynard juga ikut mengadukan tingkah adik kembarnya.
“Yaelah, Ray! Dasar baperan, Lo! Gue cuma bercanda kali! Mana selera humor Lo? Apakah sudah ikut tenggelam bersama lenyapnya Rebecca?” sindir Rayner.
“Apa Lo bilang, Rey?” Raynard malah semakin tersulut emosinya.
“Rey, please! Hentikan! Bukannya kamu yang menginginkan liburan ini? Kok malah kamu yang mengacaukannya?” Tuan Zay pun angkat bicara menegur putra-putranya.
“Iya, Dad.” sahut Rayner singkat.
Deborah, sang istri juga ikut menasihati Rayner untuk tidak menggangu Raynard lagi. Setelah situasi mulai kondusif, mereka pun melanjutkan perjalanan mereka berkeliling Kota Dubai.
Destinasi pertama mereka adalah Burj Khalifa, gedung tertinggi di dunia yang menjulang megah di tengah Kota Dubai. Setelah menempuh perjalanan singkat dengan mobil, mereka tiba di area Burj Khalifa.
“Wow, tempat ini sungguh luar biasa,” Deborah berkata dengan mata berbinar, menengadah memandang gedung yang seakan tak berujung.
Raynard mengangkat alis. “Pemandangan dari atas pasti lebih menakjubkan,” ucapnya, penuh antusiasme.
Sesampainya di dalam, setiap orang langsung menuju lift yang akan membawa mereka ke dek observasi. Mommy Olivia terlihat antusias, meski tetap menjaga keanggunannya.
“Mommy sunguh tak sabar melihat kota ini dari atas,” ujarnya.
Saat lift melesat naik, Rayner menggenggam tangan Deborah dengan lembut.
“Kamu takut ketinggian nggak?” tanyanya dengan canda.
Deborah terkekeh.
“He-he-he. Aku tidak takut kalau kamu di sampingku, Rey.” jawabnya, yang membuat Rayner tersenyum lebar.
Ketika mereka tiba di dek observasi, pemandangan yang tersaji benar-benar memukau. Dari ketinggian itu, seluruh kota Dubai terlihat seperti miniatur, dengan gedung-gedung pencakar langit, gurun pasir, dan pantai yang indah.
“Ini gila!” Raynard bergumam sambil memotret dengan ponselnya.
Mommy Olivia tersenyum puas. “Tak ada tempat seperti Dubai. Benar-benar perpaduan sempurna antara tradisi dan modernitas.”
Setelah puas menikmati pemandangan dari Burj Khalifa, mereka melanjutkan perjalanan ke The Dubai Mall, salah satu pusat perbelanjaan terbesar di dunia. Setibanya di sana, Rayner langsung mengajak Deborah menuju akuarium raksasa yang menjadi salah satu atraksi utama mall ini.
“Lihat itu, Deb! Akuarium raksasa! Ini lebih besar dari yang aku bayangkan,” Rayner berseru antusias.
Deborah terkesima.
“Wow, tempat ini benar-benar indah! Lihat hiu-hiu itu!” serunya sambil menunjuk beberapa hiu yang berenang anggun di balik kaca tebal.
Raynard yang biasanya terlihat tenang bahkan ikut terpana melihat keajaiban tersebut. “Mereka pasti butuh banyak air untuk menjaga semua ini tetap hidup.”
Deborah tertawa kecil.
“He-he-he. Tentu saja, Raynard. Sepertinya tempat ini bukan hanya sekedar pajangan, tapi ekosistem laut yang lengkap.”
Setelah beberapa lama menikmati keindahan akuarium, mereka pun lalu berjalan menuju air terjun indoor yang terkenal. Raynard kembali terkejut ketika melihat air terjun yang mengalir deras di tengah-tengah mall.
“Serius, ini luar biasa. Bagaimana mereka bisa membangun semua ini di dalam mall?” tanyanya sambil menggelengkan kepala.
“Daddy pikir Dubai tidak pernah gagal membuat siapa pun menjadi terkesima,” jawab Daddy Zay sambil mengamati dengan kagum.
Mereka kemudian memutuskan untuk menyewa fotografer profesional untuk mengabadikan momen-momen tersebut. Rayner dan Deborah berpose mesra di depan akuarium, sementara Raynard dan Mommy Olivia berfoto di dekat air terjun indoor.
“Ini akan menjadi foto keluarga yang indah.” Mommy Olivia berkata senang setelah melihat hasil fotonya.
Saat sedang berkeliling, Mommy Olivia tiba-tiba menarik tangan menantunya.
“Deborah, ayo kita lihat-lihat toko-toko yang ada di sini. Mommy ingin membelikanmu sesuatu,” ajaknya.
Deborah tersenyum dan mengikuti ibu mertuanya.
“Baik, Mom, aku ikut.”
Sementara itu, Rayner diam-diam berpisah dari rombongan dan masuk ke toko yang menjual gaun malam. Dia pun mengamati beberapa deretan gaun dengan cermat, mencari sesuatu yang menurutnya paling cocok untuk dipakai Deborah. Pikirannya sudah membayangkan betapa cantiknya istrinya saat mengenakan gaun itu nanti.
Raynard yang melihat kelakuan adik bungsunya hanya bisa menggelengkan kepala.
“Dia benar-benar dimabuk cinta,” gumamnya pelan sambil tersenyum tipis.
Setelah berbelanja dan berfoto-foto, Daddy Zay mengajak seluruh keluarga untuk makan siang di salah satu restoran mewah di dalam mall tersebut. Mereka duduk di meja yang menghadap ke pemandangan kolam air mancur di luar mall.
“Menu yang ada di sini semuanya terlihat lezat,” ujar Raynard sambil membolak-balik buku menu.
Mommy Olivia setuju.
“Ya, Dubai memang tidak pernah kekurangan pilihan kuliner yang menarik.”
Setelah makan siang dan bersantai sejenak, mereka melanjutkan perjalanan ke destinasi berikutnya, yaitu Museum Dubai yang terletak di Al Fahidi Fort, salah satu bangunan tertua di kota tersebut. Saat mereka memasuki museum, suasana sejarah langsung terasa, dengan dinding-dinding batu yang masih terjaga dengan baik.
“Ini adalah Dubai yang sebenarnya.” Daddy Zay berkata dengan nada serius.
“Sebelum gedung-gedung tinggi dan kemewahan ada, inilah kehidupan tradisional Kota Dubai.”
Mereka lalu berjalan menyusuri galeri yang menampilkan berbagai artefak, mulai dari peralatan rumah tangga tradisional hingga replika kapal kayu yang digunakan para pedagang dahulu kala.
“Sejarah di balik kota ini benar-benar mengesankan.” Deborah berkata dengan kagum.
“Aku tidak menyangka Dubai punya cerita yang begitu kaya.”
Rayner setuju.
“Iya, sering kali kita hanya melihat kemegahan modernnya, tapi tradisi dan sejarahnya sama pentingnya.”
Raynard yang jarang terlihat begitu emosional pun mengangguk.
“Kota ini memang unik. Modernitas dan tradisi bisa hidup berdampingan dengan harmoni.”
Setelah puas menjelajahi museum, mereka keluar menuju halaman dan duduk sejenak di bangku taman kecil di sekitar benteng. Matahari sore yang hangat menyinari mereka, memberikan akhir yang sempurna untuk perjalanan hari itu.
“Terima kasih sudah membawa kami ke sini, Dad.” Raynard berkata sambil tersenyum kepada ayahnya.
Daddy Zay membalas senyumnya.
“Ini baru hari pertama, masih banyak yang akan kita jelajahi besok.”
Mommy Olivia menggenggam tangan Deborah dengan lembut.
“Semoga kamu menikmati hari ini, Sayang.”
Deborah tersenyum lebar. “Tentu, Mom. Ini hari yang luar biasa. Terima kasih.”
Rayner yang duduk di sebelahnya menambahkan, “Kita akan membuat lebih banyak kenangan di sini.”
