Allah Masih Menyayangiku
Bergegas aku melajukan mobilku menuju klinik dokter langgannan keluargaku selama di kota Kediri ini. Aku harus cepat-cepat karena feelingku Mas Chandra siang ini juga akan berkunjung ke kantor. Sebelum keluar tadi aku sempatkan memanggil tukang kunci dan memintannya membuat duplikatan kunci ruangan Mas Chandra itu. Karena aku tak mau selama kepergianku ini, akan ada orang kepercayaan Mas Chandra yang masuk. Di perjalanan aku pun mampir ke toko komputer, membeli lagi beberapa alat pengintai, sepertinya kamera imut itu akan sangat berrati untukku.
Akhirnya sampai juga aku di klinik tujuanku. Dokter Dewi, pemilik klinik ini sudah kenal akrab denganku. Jadi aku tak perlu sungkan mengungkapkan tentang masalah ku ini, dan kebetulan juga tadi aku sudah membuat janji denganya, jadi siang ini aku bisa berkonsultasi lebih lama. Dokter Dewi adalah Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin.
"Mari silahkan masuk Mbak Dita. Ada yang bisa saya bantu?" Dokter Dita mempersilahkanku duduk.di hadapanya.
Kemudian aku pun menceritakan semua keluhanku tentang ulah Mas Chandra.
"Menurut saya akan lebih baik, jika sebelum pemeriksaan kelamin kira tes kehamilan dulu ya, Bu. Sebagai antisipasi saja. Saya akan meminta suster untuk membawa kemari alat testpack itu. Ditunggu sebentar ya," ucapnya ramah.
Semoga saja aku tidak hamil ya Allah, dalam keadaan seperti ini, jika aku hamil maka hatiku akan sangat dilema. Karena kehadiran seorang buah hati pasti nantinya akan membutuhkan sosok dari Ayahnya, sedangkan aku sudah tak ingin lagi hidup bersama laki-laki yang telah menghianatiku itu.
"Kapan terakhir kali Bu Dita berhubungan suami istri?"
Aku pun mencoba mengingatnya, karena memang sudah agak lama Mas Chandra tak meminta jatah batin itu, "kalau tidak salah, tiga bulanan yang lalu, Bu," jawabku.
"Jadi sudah selama itu dia tidak meminta jatah pada Ibu? Harusnya sih, Ibu curiga jika suami sampai segitu lamanya tak meminta berhubungan. Karena rata-rata pria itu tak bisa menahan untuk tidak melakukan hal itu paling lama hanya dua minggu. Jika sudah selama itu dia tak meminta, maka bisa jadi diluar dia sudah mendapatkan kepuasan batin lain, Bu," jelas dokter yang kelihatannya kaget dengan jawabanku tadi.
Selama ini memang kamu jarang melakukan hubungan suami istri itu, namun hal itu tak mengurangi kemesraan kami. Aku pun tak akan menuntut nafkah batin jika Mas Chandra tak memintanya. Apalagi enam bulan empat bulan terakhir ini dia sering tidak pulang, alasannya ada proyek di luar kota, padahal dia bersama wanita lain.
"Oke baiklah. Silahkan Bu, biar di cek dulu urine nya oleh suster," kata dokter kemudian.
Aku pun mengikuti suster tersebut, dan melakukan test urine. Kemudian kembali duduk dihadapan Dokter Dewi.
"Alhamdulillah hasilnya negatif, Bu," kata dokter dengan tersemyum.
"Untuk saat ini saya sangat bersyukur tidak hamil, Dok. Tetapi apakah saya ini mandul ya, Dok? Tiga tahun menikah tapi saya belum juga hamil, sedangkan selingkuhan suami saya saat ini tengah hamil," tanyaku.
"Apakah Ibu sudah pernah mengecek perihal itu ke Dokter Kandungan?"
"Sekitar enam bulan lalu, saya mengecek dan menurut dokter, saya subur dan bisa hamil. Tapi saat itu, Mas Chandra tak mau ikut periksa, Bu."
Enam bulan yang lalu aku memang sempat mengajak Mas Chandra memeriksakan kesuburan, namun dia tak mau. Alasannya dia pastilah subur, karena dalam keluarganya tak ada riwayat mandul. Dan akhirnya, aku pun periksa sendiri, dan menurut dokter aku subur saat itu.
"Berarti memang Ibu subur kalau sudah di cek oleh dokter ahlinya. Bisa jadi mungkin Allah belum memberi momongan karena hal seperti ini akan terjadi. Atau mungkin saja sebenarnya Pak Chandra itu mandul, dan selingkuhannya itu hamil dengan laki-laki lain, Bu. Haduh maaf saya jadi sedikit emosi karena mendengar cerita Bu Dita tadi."
"Nggak apa-apa kok, Bu."
Kenapa pikiran dokter Dewi ini bisa sama ya denganku? Karena menurutku Raisa itu bukanlah gadis baik-baik, dia rela melakukan apapun asal mendapat uang. Jadi bukan tidak mungkinkan dia melakukan perbuatan zina denagn laki-laki lain hingga hamil, tapi dia meminta tanggung jawab Mas Chandra karena menurutnya suamiku itu kaya raya. Hal itulah yang nanti akan menjadi PR untukku.
"Baiklah kalau begitu, sekarang kita mulai rangkaian pemeriksaannya ya, Bu. Bismillah semoga tak ada hal buruk. Mari, Bu."
Kemudian aku pun mengikuti serangkaian pemeriksaan dari dokter. Sambil terus kulafadzakan nama Allah di hati. Mas Chandra sudah mendzholimiku, tolong ya Allah jangan menambahkan padaku rasa sakit lagi. Biarkan semua sakit ini dibawa pergi olehnya dan selingkuhannya saja.
Akhirnya rangkaian pemeriksaan itupun usai. Dokter memintaku menunggu hasilnya selama sekitar sepuluh menit.
Sambil menunggu hasil itu, aku menelepon agen property yang kemarin kartu namanya kutemukan di dompet Mas Chandra. Semoga saja ini benar agen yang menjual rumah untuk hadiah pernikahan mereka nanti. Dan Alhamdulillah, ternyat memang benar dialah agen yang menjual rumah itu. Namun Mas Chandra baru membayar dua puluh lima persen saja dari harga jualnya, dan dia berjanji akan melunasi itu seminggu lagi.
"Saya istri sahnya Chandra. Detik ini juga, saya akan transfer kekurangan uang itu beserta fee untuk Anda, namun pastikan sertifikat itu atas nama saya dan juga diserahkan kepada saya dua belas hari kedepan. Namun Anda harus juga membantu saya untuk bersandiwara pada Chandra, seolah saya tak pernah menghubungi Anda. Pokoknya ikuti semua cara main saya, nanti akan saya beri komisi yang sangat banyak untuk Anda, berkali-kali lipat dari fee yang Anda minta tadi," kataku melalui panggilan telepon saat itu.
"Baik Bu. Saya siap membantu Ibu. Sejumlah uang tersebut tidak usah ditransfer, saya lebih suka bila Ibu memberikan kepada saya secara cash, dan kita bisa bertemu, membuat kesepakatan ini lebih riil. Bisakah Ibu hari ini datang ke kantor property saya? Alamatnya ada di Ruko Jalan Soekarno Hatta, Bu."
"Bisa, tapi mungkin baru sore hari nanti, saya bisa kesana. Karena kalau siang ini saya masih sangat repot. Begini saja, tolong kirimkan nomer rekening kantor Anda saja, uang akan saya transfer sekarang. Tapi nanti saya tetap akan kesana biar lebih enak."
"Oke, tidak apa-apa. Segera akan saya kirimkan rekeningnya, terima kasih abnyak sudah percaya dengan saya, Bu. Saya tunggu kehadirannya disini ya, Bu."
Cukup memuaskan, satu langkah lagi telah terlewati, memang semua di dunia ini tak boleh di ukur dengan uang, namun segalanya butuh uang. Setelah rekening itu dikirimnya, langsung kutransfer sejumlah uang pelunasan rumah beserta fee nya. Lumayan itung-itung investasi juga sih, he-he.
"Bu Dita ini hasilnya saya bacakan sekarang ya. Alhamdulillah tak ada penyakit kelamin yang menakutkan Bu. Hanya infeksin kelamin saja, nanti akan saya beri obat dan antibiotik untuk menyembuhkannya," kata dokter.
"Alhamdulillahirobbil Alamin. Terima kasih ya Allah," ucapku bersyukur.
"Meskipun sering berganti pasangan, kemungkinan Pak Chandra ini rutin memakai pengaman, jadi semua masih bisa terkendali. Namun hukum karma Allah itu pasti datang, bisa saja kemudian hari dia mendapatkan penyakit kelamin menular dan penyakit lain yang lebih berbahaya. Semoga saja itu terjadi saat nanti Ibu telah berpisah dengannya. Saya kok jadi benar-benar geram sama Dia. Amit-amit naudzubullahimindzalik," kata dokter itu sambil menggedikkan bahunya.
"Amiiin. Semoga saja ya Dokter," kataku.
"Saran saya, mulai hari ini dan seterusnya jangan mau berhubungan badan dengan dia lagi ya, Bu. Tiga bulan yang lalu dia masih sehat, tapi kita tak tahu sekarang apa dia masih sehat juga atau penyakit kelamin itu bersarang padanya."
"Pastilah, Dok. Sejak tahu dia berselingkuh saya melihatnya saja sudah jijik, apalagi untuk melakukan hubungan badan, saya tak bisa Bu. Tak mungkin saya berhubungan lagi dengan laki-laki yang bergonta-ganti wanita selingkuhan seperti dia. Dulu saya memang bodoh, karena mengangap dia setia dan tak akan berbuat macam-macam diluar. Tapi saya sekaramg sudah berubah dan Insyaallah tak akan termakan bujuk rayuanya lagi," kataku.
Aku pun kemudian pergi dari klinik itu. Rasa bahagia dan syukur tak henti-henti kuucapkan dalam hati. Dan penyesalan pun juga kurasakan, karena ku terlalu bodoh selama ini, dan mungkin benar aku sudah menjadi budak cinta dulu. Tapi itu dulu, tidak dengan sekarang. Rasa sakit ini telah mematikan semua rasa cinta itu.
Kemudian aku pun melajukan lagi mobilku dengan sedikit kencang menuju ke kantor, tak ingin aku keduluan oleh Mas Chandra. Tak lupa aku membeli makan siang yang nanti akan ku makan dikantor saja.
Sesampainya di kantor, aku langsung menuju ruang manager satu persatu, alasan ku untuk berkunjung saja, padahal di setiap ruangan itu kupasang sebuah kamera pengintai imut itu. Tak lupa kupasang juga pada meja kerja Linda, di ruang rapat dan juga beberapa tempat di kantor ini yang menurutku riskan. Untuk memantau dari jauh, aku sudah menyiapkan sebuah laptop dan ponsel pintarku.
Satu langkah lagi telah kulakukakan, dijaman sekarang ini kurasa lebih bisa di percaya komputer dan kecanggihan teknologi dari pada sekedar mulut manusia.
Aku pun kembali ke ruangan, melepaskan lelah sejenak dan makan siang. Sambil menunggu kedatangan Mas Chandra, yang menurut firasatku akan segera sampai disini. Karena dia pasti khawatir ruangannya kuobrak-abrik.
