Pustaka
Bahasa Indonesia

One Hundred Strings

70.0K · Tamat
Shineamanda9
51
Bab
4.0K
View
8.0
Rating

Ringkasan

Maxent Wesley Morgan, Pria penuh ambisi untuk menjadi Hacker dunia akhirnya merasa begitu di permainkan dengan sebuah akun Anonymous yang memiliki Nickname "Black Prinspon". Ia melakukan Trick untuk menemukan sosok di balik Nick name yang memiliki dua tingkatan di atas dirinya. Tidak terima! hingga akhirnya berhasil menemukan sosok di balik nama tersebut. Dia wanita, dengan rambut darkblond dengan mata hazel.

Mengandung Diluar NikahOne-night StandCinta Pada Pandangan PertamaThrillerRomansaBillionaireSweetKeluargaDewasaBaper

Prologue

Enam bulan lalu, Pertengahan tahun 2018 dengan cuaca cukup ekstrem, untuk pertama kalinya setelah 29 tahun negara bagian Florida diguyur hujan salju. Penyebabnya adalah bom topan atau Bom Cyclone, akhirnya, negara julukan Sunshine state itu mengalami penurunan suhu hingga nol derajat.

"Laura!"sebuah suara melengking, memenuhi ruangan yang memiliki luas sekitar 2.707 meter persegi.

"Diam! Aku tidak tuli,"balasnya tegas sambil melangkah menaiki tangga kolam.

"Kau bisa mengalami hipotermia, tutupi tubuhmu!"ucap seorang pria sambil melempar sehelai handuk ke arah gadis itu. Ia terkekeh lalu mengusap rambut light brown nya dan duduk di sudut kursi.

"Tubuhmu Laura!"

"Tenanglah Steven, kau terlalu khawatir!"celetuknya datar.

"Kau tidak lihat? Semua orang kedinginan dan kau malah—"

"Aku tidak ingin bertengkar hanya karena masalah kecil,"potong gadis itu dengan cepat lalu melangkah menjauhi pria tersebut tanpa peduli.

"Laura. Berhentilah terlibat, aku lebih senang kau berada di depan laptop mu dari pada—"

"Steven kau tahu aku berambisi, tolong jangan mengaturku!"

"Aku tidak ingin kau terluka Laura! Lihatlah, bekas luka tembak di tubuhmu buktinya."Steven menatap cemas, menyelam penuh harap ke dalam manik mata biru terang pada gadis yang ia cintai selama tiga tahun itu. Laura prioritasnya.

"Aku tidak menyangka, orang seperti mu di anggap mafia kelas dua. Kau pengecut!"tuding Laura sambil memicingkan matanya.

"Aku mencintai mu, aku kekasih mu Laura! Karena itu aku mencemaskan mu, tidak ada kaitan dengan pekerjaan ku,"balas Steven dengan nada yang tidak ingin kalah.

"Berhentilah membicarakan cinta jika niatmu hanya ingin aku tidak terlibat dalam rencana mu,"Laura memusingkan tubuhnya kembali, melangkah menjauhi pria tersebut.

"Laura!"Steven menangkapnya, ia memeluk erat gadis tersebut dari belakang. Menghirup aroma wangi pada tubuhnya yang cukup terekspose.

"Aku dingin, lepas!"tolak Laura sambil melepaskan diri dari pria tersebut lalu mengalungkan handuk yang masih ia pegang ke tubuhnya. Satu hal yang di suka Laura dari Steven, pria itu lembut dan selalu menghormatinya. Terbukti, sampai saat ini mereka tidak pernah melakukan hubungan intim. Ia berhenti saat Laura memintanya.

Laura mengunci kamar, ia mengeluh kasar sambil mengeringkan rambutnya yang masih basah. Sejenak gadis tersebut melirik ke arah laptopnya yang terbuka.

"Apa virusnya berhasil?"celetuknya sambil mendekati laptop berlogo Apple tersebut dan duduk di kursi yang ada di depannya. Ia mengigit kuku memerhatikan layar itu dengan seksama.

"Kenapa masih loading,"pikir Laura. Ia mengutak-atik laptop dengan lihai, memerhatikan program yang ia pasang pada bar lainnya. Laura bukan Hacker biasa, gadis itu dewi di darknet. Ratusan juta orang mencarinya sepanjang tahun ini, entah berapa ratus situs terkenal yang ia serang dengan nick name The Prinspone.

"Shit!!!!"gadis itu menelan ludah lalu menutup cepat layar laptopnya. Ia menyadari seseorang berhasil menyadap camera yang terpasang pada benda tersebut. Ia mengepal tangan begitu kuat sambil menggigit bibirnya.

"Aku harus memastikannya,"gadis itu membuka kembali laptopnya, ia membulatkan mata. Seseorang mengirim email dan dengan tangan bergetar, gadis tersebut membukanya. Ia mematikan akses camera lalu menunggu jaringan yang terasa lambat tidak seperti biasanya.

"Brengsek!"Laura mendadak membanting laptop tersebut, ia melihat sebuah rekaman dirinya sejak ia masuk ke ruangan tersebut. Ia benar-benar ketahuan, setelah belasan tahun gadis itu menyembunyikan diri dari nick name The prinspone, hari ini ia lolos. Gadis itu tidak akan lagi bisa mengelak.

"Aku harus tenang, berpikir!"Laura memijat kening, ia menghela napas begitu berat lalu mengedarkan pandangan. Ia mengambil pakaian lain dan mengganti apa yang melekat di tubuhnya saat ini.

"Aku harus tenang,"Laura kembali keluar dari kamar setelah meraih ponselnya dan segera menemui Steven.

"Hon, aku pinjam laptop dan mobil mu."

"Kau mau kemana? Cuaca di luar sangat tidak baik,"tanya Steven cemas.

"Hanya ingin minum coffee, aku akan segera kembali!"Laura mengecup sudut wajah pria itu dengan cepat. Lalu segera melangkah menjauh, menyusuri anak buah yang cukup ramai di ruangan tersebut.

________________

Laura memesan dua coffee latte, lalu duduk santai di pinggir ruangan cafe. Ia benci tempat ramai. Gadis itu mengeluh kasar membuka layar laptop yang menampilkan fotonya bersama Steven. Tampak begitu mesra dan dekat.

"Nona, seseorang memberikan anda ini,"seketika kilat mata biru gadis itu membulat. Ia melirik ke arah pelayan mencoba mencari tahu.

"Siapa?"tanyanya sambil meraih coffee capuccino yang bertuliskan nama lengkapnya. Laura Channing O'Keefe.

"Dia sudah pergi,"balas pelayan tersebut datar. Ia mendengar keluhan yang kuat dari napas gadis itu lalu segera memutar tubuhnya ke arah lain.

"Aku tidak pernah suka Capuccino,"pikirnya sambil meletakkan minuman itu di atas meja tanpa peduli dan kembali berkutat pada laptop yang ada di depannya.

Drrttt!!

Ponselnya bergetar, ia mengeluh kasar kembali dan melihat seseorang menelponnya. "Steven aku—"

"Pulang sekarang, markas kita di serang!"celetuk pria itu sedikit sarkas membuat gadis tersebut langsung membulatkan mata.

"Ada apa?"tanyanya dengan wajah tegang sambil mengemasi laptopnya dengan satu tangan.

"Mereka mencari mu, apa kau—"suara Steven mendadak jauh saat seseorang merampas ponselnya dengan cepat. Ia memutar tubuhnya dan melihat beberapa orang berdiri di depannya sekarang.

"Nona Laura Channing O'Keefe, kau di tunggu di luar."

"Siapa kalian?"tanyanya dengan nada suara yang lantang.

"Kau tidak perlu tahu, ikutlah dengan kami tanpa perlawanan!"

"Tidak akan!"

Laura memukul wajah salah satu pria gemuk yang ada di depannya dengan laptop hingga pria tersebut langsung jatuh dan terpental beberapa meter. Ia meringis merasakan darah mengucur dari hidung mancung nya.

"Jangan mendekati ku!"tukas Laura sambil mengepal kedua tangan sekaligus memasang kuda-kuda. Ia bersiap, tampak begitu serius.

Namun, di menit berikutnya. Dua orang pria mendekat dan mencoba menyerangnya secara bersamaan.

"Para pengecut,"kecamnya sambil tersenyum tipis lalu menendang salah satu pria dengan kakinya hingga pria tersebut mundur. Ia memutar tubuhnya dan melihat pria satunya lagi dan langsung mengirim satu tinju yang berhasil di tepis. Laura tidak ingin kalah, ia begitu cepat menendang lutut pria itu hingga tubuh pria kuat itu mundur ke belakang. Ia memutar tubuh sambil menaikkan kakinya ke atas lebih tinggi dari sebelumnya.

Brakk!!

Tendangan itu mengenai salah satu kepala pria yang mencoba melawannya. Laura menangkap bahu dan langsung menendang perut pria kokoh tersebut berkali-kali.

Namun, seseorang tiba-tiba menarik tubuhnya menjauh hingga sejenak gadis tersebut merasa terkunci. Ia langsung menyikut perut lawannya tersebut hingga jarak kembali tercipta. Seorang pria kembali mendekat lalu meninju kuat wajah Laura, darah segar langsung keluar dari pelipisnya yang kemungkinan robek. Pria tersebut menangkap kuat tubuh gadis itu dan menyuntikkan sesuatu di lehernya, lalu melemparkan kembali ke tembok.

"Apa yang kau lakukan hahh?"suara Gadis tersebut terdengar kuat, tubuhnya sedikit oleng, ia mengedarkan pandangan melihat para lawan tampak tidak seimbang. Total mereka delapan orang dan Laura langsung menelan Saliva saat mengetahui jumlah tersebut. Ia harus segera kabur sebelum obat yang di suntikkan padanya bereaksi.

"Polisi!"Laura mencoba menipu, dan ia tidak menyangka bahwa tipuannya itu berhasil. Semua orang tersebut menolah dan dengan segera Laura melebarkan kakinya untuk berlari keluar.

"Shit!"maki seorang pria saat menoleh dan melihat gadis tersebut sudah berada di luar pintu.

Dorrr!!!

Seseorang menembak ke arah Laura dan kini mengenai lengan gadis tersebut. Ia terhenti sejenak, merasakan betapa panas nya peluru tajam menembus kulitnya. Ia mengedarkan pandangan lalu melihat sebuah supercars Bugatti La Voiture Noire terparkir sekitar empat meter darinya. Pintu mobil itu bahkan terbuka lebar, seakan memberi jalan untuknya saat ini.

"Kesempatan!"Laura berlari kencang, menuju bibir pintu supercars dan masuk ke dalam benda mewah yang di nobatkan menjadi mobil termahal di dunia saat ini.

Seketika, sepasang mata Amber menyorot padanya, menatap lugas dan penuh ingatan yang cukup asing. Laura tahu, siapa sosok yang tengah berada di kursi setir itu. Ia anak dari salah satu pria berpengaruh yang bergabung di organisasi Blindberg. Tempat di mana para elite global berkumpul dalam keadaan santai namun penuh rahasia. Tidak ada satupun jurnalis di tiap pertemuan mereka, ia adalah penerus keluarga Morgan—Maxent Wesley Morgan.

"Apa yang kau lakukan di mobil ku?"tanya nya dengan wajah kaku, Laura menelan ludah sambil melihat para pria yang menyerangnya mulai mendekat.

"Help me, mereka mau membunuh ku,"ucap Laura tampak serius. Ia menggelengkan kepala, merasa kesadarannya mulai berkurang. Ia bahkan tidak bisa merasakan tubuhnya berfungsi dengan baik.

"Kekasih ku di luar, jadi—"

Dorrr dorr!!!

Dua peluru di lepaskan, mereka memberi peringatan agar Maxent tidak melawan dan lebih baik memberikan Laura padanya. "Tolong,"tukas Laura kembali sambil memegang lengannya yang tampak terluka parah.

"Shit!"maki pria itu dengan nada pelan, ia melirik ke sebuah toko, di mana kekasihnya Avril masih tampak menyibukkan diri dengan pesanan cake nya.

"Maxent,"suara Avril terdengar lantang saat supercars yang di kendarai pria tersebut mendadak memutar kemudi mobilnya dan menjauhi kawasan yang tampak begitu kacau. Ia berlari keluar dan mengepal tangan sekuat nya, pria itu meninggalkan Avril begitu saja dan memilih untuk membantu Laura yang begitu sekarat.

Sementara para pria yang mencoba menyerangnya tampak berhenti, mereka tidak ingin mengejar pemilik mobil itu dan membiarkannya begitu saja.