Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 6

Dewi terkulai lemas di atas Rangga. Kepalanya bersandar di bahu pria besar itu. Tapi Rangga belum selesai. Maka ia terus menggerakkan pinggang Dewi yang digenggamnya dengan dua tangannya yang besar.

Logika Rangga sempat menyeretnya ke tepian kesadaran. Bahwa dia sama buruknya dengan pria-pria yang melecehkan Dewi. Tetapi cairan alkohol menenggelamkan logika itu lagi.

“Fuck! Persetan, Dee!” geramnya saat menggerakkan Dewi makin cepat, membuat wanita muda itu bersuara berisik, tetapi sangat menikmati perbuatan Rangga.

Hingga di satu momentum, Rangga mulai merasakan tarikan-tarikan yang ia kenali. Segera Rangga berdiri, membawa Dewi bersamanya.

Dewi memekik kaget saat badannya tiba-tiba melayang karena digendong Rangga. Pria itu berdiri dengan perkasa, Dewi berada di kedua lengannya yang ia jauhkan dari pinggang ke bawah.

Penyatuan mereka terlepas tepat waktu saat Rangga menggeram rendah, memuntahkan semen karena ia telah sampai pada titik kepuasannya.

Dewi meraih dan memeluk leher Rangga selama pria itu menggeram-geram dengan wajah memerah dan mata terpejam. Selama memeluk Rangga, Dewi juga menatap ke bawah, ke arah cairan putih milik pria itu yang jatuh dan mengotori lantai di antara kakinya.

“Yaach,” keluh Dewi pelan.

“Apa?!” sergah Rangga kasar, masih tersengal dan masih menutup matanya.

“Kenapa dibuang keluar. Di dalem aja, enggak apa-apa,” ujar Dewi kenes.

“Para kakek-kakek itu yang bilang gak papa?!” Rangga yang marah menurunkan Dewi setelah sedikit bergeser agar tak menginjak cairannya.

Dewi yang telah memijak lantai tetapi masih berpegangan pada Rangga mendongak, menatap wajah marah pria itu. “Iya. Katanya udah gak sakti. Jadi gak papa keluar di dalem. Lagian gak sebanyak punya Om.”

Rangga menggeleng tak kuasa. Ia melepas celana pendeknya yang sekarang menjadi kotor. Satu tangan meraih tangan Dewi dan menggandengnya menuju kamar mandi. Dewi berjalan santai hanya memakai bra saja.

Ia masih menoleh ke lantai yang dipenuhi cairan Rangga. “Sayang banget,” katanya menyesali.

Rangga berdecak sebal mendengar kalimat Dewi, lalu mendorong wanita muda itu masuk ke kamar mandi.

“Nanti kamu dapet lagi!” sentaknya kasar.

Dewi menatapnya dengan wajah sumringah. “Iya? Dewi boleh dapet lagi?”

Rangga tak kuasa marah melihat wajah Dewi yang seperti itu. Tanpa bicara lagi, karena setiap kalimatnya akan dibalas Dewi dengan kalimat menyebalkan. Rangga mulai melucuti bra Dewi dan kausnya.

Ia mandi bersama wanita muda itu.

Usai mandi, Rangga meminjamkan salah satu kausnya untuk Dewi, sementara gadis itu berganti pakaian. Rangga mencucikan daster dan dalaman Dewi agar bisa segera dikeringkan.

Cukup satu kaus Rangga dan Dewi seperti memakai gaun mini. Sekarang ia bersandar di kusen pintu, menatap Rangga yang sibuk di mesin cuci dekat kamar mandi.

“Dewi kalau nyuci pake bak, pake tangan. Itu apa, Om?” tanyanya sambil menunjuk mesin cuci yang berdengung pelan, mengeringkan pakaian-pakaian.

Rangga meraih tangan Dewi dan membawanya kembali ke ruang tengah.

“Kalau cucianmu banyak, bawalah kemari. Aku ajarkan cara memakai mesin itu.”

Dewi berjalan masih dengan menatap mesin cuci tersebut.

“Oh, Dewi bisa bayar.”

Rangga mendengus kasar. Ia menarik Dewi agar duduk di sebelahnya.

“Kamu, sering membayar orang-orang dengan tubuhmu?” tanya Rangga pelan, menekan emosi karena percuma. Dewi tidak mengerti.

Wanita itu mengangguk. “Lumayan sering, sih.”

“Kamu menyukainya?” tanya Rangga lagi.

Dewi menggeleng, “Banyak yang enggak. Banyak yang rasanya gak enak dan menyebalkan. Menganggu sekali.”

Rangga menarik napas pelan, menatap kasihan pada Dewi.

“Tapi Om beda. Kalo sama Om rasanya enak,” ujar wanita muda itu.

“Kenapa?” tanya Rangga sabar.

“Soalnya Om ganteng, badan Om bagus. Burungnya juga bagus.” Selama menjawab, Dewi mendekat ke arah Rangga. Mengelus wajahnya, meraba dadanya, perutnya. Rangga membiarkan saja.

“Om juga baik. Sabar sama Dewi, gak kasar. Om juga baunya enak,” lanjut wanita itu.

Rangga meletakkan wajah ke telapak tangan kanannya. Tak kuasa menolak Dewi yang kini memeluknya dengan erat.

Ia balas memeluk Dewi, mengelus punggungnya dengan sabar.

“Dewi, mulai sekarang, jangan membayar siapapun dengan tubuhmu,” kata Rangga pelan.

Dewi mengurai pelukan, menatap ke arah Rangga, “Kenapa?” tanyanya.

“Karena tidak pantas melakukan itu pada semua pria, Dewi.”

“Sama Om juga gak boleh?”

“Sama aku apalagi! Pokoknya sama pria manapun tidak boleh.”

“Tapi Dewi suka kalau sama Om. Tidak apa-apa kalo Dewi berhenti bayar sama mbah-mbah. Tapi kalau sama Om, Dewi mau.”

Rangga mendongak, menyembunyikan wajahnya yang menggelap.

“Terus, Dewi bayar pake apa kalau gak boleh bayar pake badan, Om?”

Pertanyaan tolol itu membuat Rangga menunduk kembali ke arah Dewi dengan wajah heran.

“Bener-bener, dah!” desisnya tak kuasa. Sedangkan Dewi terus menatap dengan wajah polos.

Rangga sekarang sadar, Dewi tak pernah diajarkan hal-hal penting menyangkut tubuhnya. Dia yang dibesarkan dengan asal-asalan, tak mendapat pendidikan yang memadai, cenderung diabaikan bahkan ditelantarkan.

Bukan hanya itu. Ada indikasi kalau bibinya juga menjual dia. Makin membuat Dewi terbelakang dan bodoh dengan semua aturan sosial bermasyarakat.

Rangga kembali menarik napas dan melepaskan beban yang mencengkeram perutnya. Ia meraih wajah Dewi dan menangkupnya dengan kedua tangan.

“Kamu cukup bilang terima kasih, untuk bantuan yang kamu terima, Dewi. Jika bantuannya kamu rasa cukup besar dan bermanfaat untukmu, kamu bisa membayarnya dengan tenagamu.”

“Iya, kayak tadi kan? Pake tenaga, soalnya Dewi sampe lemes, capek.”

“Bukan, Dewi. Bukan.” Rangga menggelengkan kepala dengan putus asa. Dewi menatapnya bingung.

“Bayar pake tenaga, artinya kamu bekerja untuk mereka. Membersihkan rumah mereka, membantu mencucikan baju, atau bekerja di ladang mereka. Apapun. Tapi jangan boleh kalau ada lelaki yang akan menyentuh badanmu. Dan jangan mau kalau mereka memintamu untuk menyentuh badan mereka.”

“Sama Om juga?” Dewi seperti kehilangan sesuatu, ia seperti tidak suka dilarang menyentuh atau disentuh Rangga.

“Iya, sama aku juga,” jawab Rangga cepat. Dewi menggeleng.

“Dewi mau berhenti sama semua mbah-mbah di desa. Tapi Dewi gak mau berhenti sama Om.”

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel