Pustaka
Bahasa Indonesia

Om Duda

46.0K · Tamat
Alfylla
45
Bab
10.0K
View
8.0
Rating

Ringkasan

Sherin, seorang remaja yang masih duduk di bangku perkuliahan. Punya dua sahabat, bernama Renata dan Novi. Kebetulan sekali, Renata dan Novi memacari sepasang anak kembar bernama Alvian dan Alvano. Suatu hari, Sherin dipaksa oleh kedua sahabatnya untuk ikut berkunjung ke rumah si kembar. Sherin menolak, berpikir buat apa ke sana jika hanya jadi pembasmi nyamuk. Namun karena dipaksa, mau tak mau Sherin tetap ikut. Dan hari itu, adalah hari yang paling disesali oleh Sherin. Hingga Sherin malu sekali berhadapan dengan Revan, ayah kandung si kembar.

RomansaBillionaireDewasaCinta Pada Pandangan PertamaKampus

Bab 1

"Sherin! Kamu tahu gak? Aku sudah resmi jadian dengan Vano!" Renata, berkata dengan riang seraya memperlihatkan chat dia dengan Vano. Sherin melihatnya tanpa minat dan hanya mengangguk pelan.

"Dengan Vano? Lah, semalam Vian nembak aku dong," sambung Novi dengan wajah kaget. Mereka bertiga kini saling bertatapan. Tak percaya, kalau Novi dan Renata yang sepasang sahabat bisa memacari sepasang anak kembar secara bersamaan!

"Aku gak nyangka kita sehati banget, Ta. Sampai-sampai pacar kita kembaran," ucap Novi riang. Mereka tertawa bersamaan. Sedangkan Sherin hanya diam memperhatikan. Ngenes sekali dia yang sekarang jadi jomblo seorang diri. Sementara kedua sahabatnya sudah memiliki pacar.

"Gak usah natap sinis juga dong, Rin. Kita gak maksud buat pamer kok," ucap Renata. Sherin mendengus pelan lalu kembali fokus pada makanannya.

"Aneh. Kok mereka bisa nembak kalian secara bersamaan?" tanya Sherin heran.

"Mereka kan anak kembar yang otomatis tinggal serumah. Mungkin, mereka sudah saling curhat tentang siapa yang disukai hingga memiliki rencana mengungkapkan cinta bersamaan," jelas Novi menggebu-gebu. Sherin manggut-manggut mendengarnya. Alasan yang cukup logis.

"Selamat ya. Kalian bukan jomblo lagi sekarang."

"Ikutin jejak kita dong, Rin! Jadi nanti kita bisa triple date!" seru Novi. Sherin menggeleng pelan.

"Nggak ah. Aku mau fokus kuliah dan kerja," jawab Sherin santai. Novi mengerucutkan bibir mendengar itu.

"Sekali-kali menikmati waktu itu gak ada salahnya, Rin. Masa remaja kita tak akan terulang lagi," ucap Renata pelan. Sherin tersenyum mendengarnya. Menatap kedua sahabatnya.

"Aku gak seberuntung kalian sayangnya. Jadi aku harus kerja keras agar bisa menyelesaikan pendidikan dan bertahan hidup." Novi dan Renata terdiam mendengar itu. Makanan Sherin sudah habis dan dia segera membereskan barang-barang miliknya.

"Pacar kalian datang ke sini. Jadi, aku pergi dulu ke perpustakaan." Sherin bangkit berdiri lalu membayar makanannya pada penjaga kantin. Setelah itu, dia langsung pergi meninggalkan kantin.

"Loh, Sherin kemana?" Alvano bertanya saat dia dan adik kembarnya sudah duduk. Mereka berdua menatap Novi dan Renata dengan penasaran.

"Sherin pergi ke perpustakaan." Novi menjawab jujur.

"Ah. Dia memang cerdas. Pasti hobinya cari ilmu di mana pun," ucap Alvian seraya tersenyum. Novi dan Renata ikut tersenyum mendengarnya. Mereka sesekali melihat ke arah Sherin, yang semakin hilang dari pandangan.

***

Sherin masuk ke perpustakaan dan mencari tempat yang sepi. Mengeluarkan bukunya, dan mempelajari pelajaran yang belum sepenuhnya dia pahami.

Bukan maksud menjauh, Sherin hanya kurang nyaman saja jika harus berada di antara orang-orang yang berpacaran. Karenanya, Sherin memilih pergi saja. Belajar di perpustakaan lebih baik.

Sherin memiliki nama lengkap Sherina Arvaliana. Dia seorang anak broken home. Orang tuanya bercerai saat usianya masih lima tahun. Dan sampai sekarang, Sherin tak pernah merasakan kasih sayang orang tua lagi. Ayah dan ibunya sama-sama sibuk dengan keluarga baru mereka. Seolah lupa, ada anak di antara mereka yang membutuhkan perhatian juga.

Sejak orang tuanya bercerai, Sherin berkali-kali bolak-balik pindah rumah. Awalnya, dia tinggal dengan ibunya. Karena sering bertengkar dengan saudara tiri, akhirnya Sherin pindah dan tinggal dengan ayahnya. Sherin tak beruntung karena memiliki ibu tiri yang pilih kasih. Tak menyayanginya, dan selalu melemparkan kesalahan padanya.

Di usia tujuh tahun, Sherin pindah lagi dan tinggal bersama neneknya. Beruntung, neneknya baik. Bekerja banting tulang menghidupi cucu satu-satunya. Tak pernah mengeluh, dan menyayangi Sherin. Sayang, saat masuk SMA, nenek Sherin meninggal dunia. Dan sejak itu, Sherin mulai hidup mandiri. Bekerja paruh waktu untuk biaya hidupnya. Sebagian uangnya dia tabung untuk bayar uang sekolah. Beruntung dia berteman dengan Novi dan Renata yang baik. Mereka berdua kadang membantu Sherin membayar uang sekolah.

Saat masuk kuliah, Sherin memaksa diri meminta pada orang tuanya. Dan mereka hanya memberi separuh untuk biaya kuliah. Lagi-lagi, Renata dan Novi yang ikut membantu Sherin membayar biaya kuliahnya.

Sekarang, Sherin sudah berhenti kerja paruh waktu. Dia kerja secara online, menjadi seorang penulis di sebuah komunitas menulis online. Royalti yang dia dapatkan perbulan cukup untuk biaya hidup dan kuliahnya. Sebagian Sherina simpan untuk biaya semester.

Selain belajar, mengarang cerita juga menjadi hobi Sherina. Dia bisa menghabiskan waktu berjam-jam di hadapan laptop hanya untuk menulis sebuah bab dari ceritanya. Tentu dia harus, karena itu sumber penghasilannya sekarang.

Luka yang di torehkan oleh orang tuanya sangat membekas dalam hati Sherin. Sering dia menangis seorang diri di kamar kosnya mengingat keluarganya yang hancur berantakan. Mungkin, itu semua tak akan terlalu menyakitkan jika Sherin tak melihat kehidupan mereka dengan keluarga barunya.

Sayang, anak tiri ayahnya yang seusia dengannya kuliah di kampus yang sama dengan Sherin. Selalu ada rasa iri saat melihat saudara tirinya hidup enak. Tas bermerk, ponsel mahal, bahkan diberi kendaraan. Sementara Sherin, harus kerja memutar otak agar bisa membayar biaya semesternya sendiri.

Iri, sakit, hingga berujung dengan perasaan benci. Itu semua semakin menyiksa Sherin. Karenanya, Sherin berusaha menerima semuanya dengan lapang dada. Biarlah. Cukup dia saja yang hidup susah, tak ada perhatian dari ayah maupun ibunya. Keberuntungan bagi saudara-saudara tiri Sherin yang mendapatkan ayah maupun ibu tiri yang baik.

Sherin menghela nafas, melihat bukunya yang terbuka. Dia hanya melamun, mengingat kisah hidupnya tanpa membaca ulang pelajaran. Padahal, harusnya dia fokus belajar. Karena malas belajar, akhirnya Sherin mengeluarkan laptopnya. Dia akan menulis saja, melanjutkan ceritanya. Berharap, tak lagi mengingat masa-masa pahit yang dia alami.

***

Revan Atma Wijaya. Seorang duda yang memiliki anak kembar berjenis kelamin laki-laki. Anak-anaknya sudah tumbuh menjadi remaja yang tampan dan gagah sepertinya. Nama mereka Alvano Wijaya dan Alvian Wijaya. Dua anak yang sangat Revan sayangi.

Revan menjadi duda tentu bukan karena keinginan. Tapi, dengan terpaksa dia menceraikan ibu si kembar 10 tahun yang lalu. Karena pengkhianatan, tak bisa Revan maafkan. Dan sekarang, Revan menjadi orang tua tunggal untuk anak kembarnya.

Sejak bercerai, Revan pernah beberapa kali akan menikah. Namun banyak hal yang akhirnya membuat Revan memutuskan untuk tetap sendiri.

Revan adalah owner dari GT Corp. Sebagai owner, Revan hanya mengawasi jalannya perusahaan. Dia tak menjabat sebagai apapun, dan menunjuk orang kepercayaan untuk menempati posisi Direktur Utama.

Sekarang, Revan sedang duduk di ruangan CEO. Menanyakan banyak hal pada CEO, yang merupakan teman lamanya sendiri. Saat sedang menikmati secangkir teh, ponselnya berbunyi. Sebuah panggilan telepon dari salah satu anaknya, Alvano.

"Halo. Ada apa, Vano?"

"Papa di rumah gak? Rencananya aku dan Vian nanti mau bawa teman ke rumah. Boleh kan?" Revan tersenyum mendengar itu.

"Tentu saja boleh. Papa sekarang sedang di perusahaan. Nanti siang pulang."

"Oke. Terima kasih, Pa." Sambungan telepon terputus. Revan menyimpan ponselnya di atas meja, kembali menikmati tehnya. Revan tersenyum, tahu pasti kalau teman yang dimaksud Vano bukan sekedar teman. Tapi, biarlah. Yang penting bagi Revan, mereka tak melewati batas. Itu saja.