Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 10 Perhatian

Angela mengelap keringat yang membasahi keningnya dengan tangan kirinya. Setelah itu ia merapikan ikatan rambutnya yang terasa melorot. Setelah rapi, ia berjalan menuju meja salah satu undangan. Di meja itu tergeletak kardus berisi air mineral dalam kemasan gelas. Bergegas ia berjalan menuju kardus itu karena merasa haus sekali.

Sejak pukul 08.00 wib semua panitia Pensi sudah ada di gedung kesenian untuk persiapan nanti malam. Hanya yang bertugas menjemput artis di bandara saja yang tak perlu ke gedung kesenian. Pagi tadi Gustav di grup WA panitia Pensi mengatakan kalau ia menyusul ke bandara karena Elang Bayu mengabari jika ternyata kurang satu armada penjemputan lagi untuk membawa perlengkapan bintang tamu. Gustav meminjam mobil ayahnya untuk menjadi tim penjemputan.

Pagi tadi, timnya Aldo Hilmi yang sudah datang lebih dulu di gedung kesenian. Sebagai koordinator sie perlengkapan, Aldo dan timnya sudah datang lebih dulu. Mereka membawa semua perlengkapan yang dibutuhkan untuk pertunjukan malam nanti.

Semua pengurus OSIS adalah panitia Pensi, jadi semuanya pagi ini sibuk membenahi ruangan yang akan dipakai buat keperluan Pensi nanti malam. Angela ikut mengangkati kursi untuk menata ruangan sesuai gambar yang sudah di buat Aldo Hilmi dan timnya. Sekitar 30 menit yang lalu Sahadewa Band usai chek sound dan meninggalkan gedung kesenian. Gustav, Elang dan Rizal beserta Bu Sofie menemani mereka untuk menunju hotel dan makan siang.

Angela menggerakkan tangan kanannya ke dalam kardus untuk mencari air mineral. Tapi ia harus kecele karena tak ada satu pun air mineral gelas di dalam kardus itu. Segera saja raut mukanya menunjukkan kekecewaan. Kerongkongan jadi terasa makin kering. Dengan raut muka yang masih kecewa itu ia menghempaskan pantatnya ke kursi terdekat, meratapi diri tak bisa membasahi kerongkongannya dengan air minum dengan segera.

Ia menyandarkan kepalanya di sandaran kursi, meluruskan kakinya. Kemudian memejamkan mata beberapa detik. Angela menghela dan menghembuskan nafas panjang untuk mengusir kesalnya akibat tak mendapatkan air mineral untuk diminumnya. Beberapa detik ia masih sibuk menenangkan diri.

”Kak Angela haus ?”

Angela membuka matanya. Segera ia mendapati Raffa berdiri tak jauh dari kursinya.

”Iya. Haus banget Raff,” sahut Angela sembari menarik kepalanya dari sandaran di kursi.

”Ini, kak !” sahur Raffa sembari menyodorkan air mineral botol yang ada di dalam plastik berlabel salah satu minimarket dengan tangan kanannya. Sepertinya Raffa baru saja membeli air minum dari minimarket di sekitar lokasi gedung kesenian. Karena di tangan kirinya juga tampak air mineral botol yang isinya sudah berkurang. Kemungkinan tadi Raffa sama seperti Angela, kehausan dan langsung pergi ke minimarket untuk membeli air minum.

Wajah Angela langsung berbinar bahagia. Tanpa dikomando dua kali ia langsung menyambar plastik itu. Raffa hanya merespon dengan senyuman lebar melihat betapa tak sabarnya Angela saat itu.

”Ada snack di dalamnya. Kalau kakak laper bisa dimakan dulu. Tim konsumsi masih mengambil makanan dan membeli air kemasan lagi,” imbuh Raffa.

Angela langsung mengangguk kuat-kuat. Ia sudah terburu-buru membuka tutup botol air mineral. Jadi tak menjawab dengan ucapan. Raffa kembali tersenyum lebar melihat itu. Ia kemudian duduk di salah satu kursi tak jauh dari Angela. Senyumnya terus mengembang saat melihat Angela minum air dari dalam botol itu dengan tak sabar.

Angela menyudahi minum setelah hampir separuh isi botol air minum berpindah ke dalam kerongkongannya. Ia meneguk beberapa kali terus berhenti untuk menarik nafas sebentar. Setelah itu ia melanjutkan meneguk air mineral lagi hingga isinya nyaris tinggal separuh. Usai minum ia membuka kemasan snack dan segera memakannya.

”Kakak keliatannya lapar banget,”

Angela menjawab dengan anggukan.

”Kakak sih tadi ikutan angkat-angkat kursi dan meja juga. Jadi laper sekarang. Harusnya kakak, nyapu atau membantu memasang ornamen dekorasi panggung saja. Biar nggak terlalu capek. Sampai kehausan dan kelaparan gini,”

Angela mencoba tersenyum lebar di antara mulutnya yang sibuk mengunyah snack.

”Biar cepat kelar, Raff. Jumlah panitia sedikit. Acara sudah mepet. Jadi ya ayo gotong royong,”

”Tapi kan sudah di bagi-bagi. Cewek cukup nyapu, membuat ornamen dekorasi panggung, sama ngurusi konsumsi snack buat ntar malem aja. Yang cowok-cowok baru yang ngangkatin kursi meja, ngurusi soundsystem dan memasang dekorasi panggungnya,”

”Nggak papalah, Raff. Jumlah panitia cowok lebih sedikit dari panitia cewek. Kalau ngandalin semua ditangani cowok, bisa kelar sore dong. Padahal kita kan musti cepat juga kan ?”

”Iya sih. Tapi kalau kayak gini kan kakaknya jadi kecapekan. Padahal acara ntar malem masih padat lho,”

”Nggak papa, Raff. Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing,” kata Angela ngasal. Diiringi senyum kocak. Raffa menimpalinya dengan senyuman ringan.

”Raff !” panggil Aldo Hilmi dari atas panggung.

Raffa dan Angela spontan menoleh ke arah panggung. Tampak Aldo sedang memegang microphone.

”Kita sewa berapa microphone sih, Raff?”

”Jadi sepuluh microphone sekarang, Kak. Tadi artisnya minta tambahan buat backing vokalnya. Terus mic clip on-nya empat. Mau dipakai anak-anak teater buat pentas nanti,”

”Oh, gitu. Ya, sudah aku cek-nya alat- alat ini. Biar yakin kalau pas dipakai ntar malem sudah siap semua. Bisa bantu aku, Raff?”

”Bisa, Kak. Sebentar lagi saya ke situ,”

”Oke,”

Aldo langsung berlalu dari bibir panggung ke arah belakang panggung, mendekati arah soundsystem.

”Saya ke sana dulu, Kak ! Mau membantu, Kak Aldo,” kata Raffa pamitan. Ia terlihat berdiri dari duduknya.

”Iya,” sahut Angela sambil mengangguk.

”Eh, sebentar Raff....Gustav, Elang sama Rizal masih ngikut Sahadewa Band ya ?”

”Iya, Kak. Sama Bu Sofie juga. Mereka nganter ke hotel dulu, membantu nurunin barang, terus makan siang. Habis itu Bu Sofie pulang. Dan kakak-kakak itu balik ke sini,”.

Angela mengangguk.

”Oh, gitu. Terus ntar malem gimana ? Siapa yang ngejemput artisnya ?”

”Nanti malem semua ke sini dulu, Kak. Karena artisnya baru di bawa masuk ke gedung 30 menit sebelum tampil sih, jadi semua panitia ke sini dulu. Nanti kemungkinan yang menjemput nggak semua. Cuma Kak Rizal dan Bu Sofie saja,”

”Terus makan malam mereka bagaimana ?”

”Oh, itu...tadi mereka bilang mau makan kue aja dulu. Makan beratnya usai tampil. Mau jalan-jalan malam sambil menikmati kuliner kota kita katanya. Kue-kuenya akan dibelikan juga usai makan siang ini,”

”Terus yang mendampingi siapa ?”

”Kalau dari kita, Kak Elang dan Kak Rizal. Kalau dari pihak guru, bukan Bu Sofie. Tapi bapak Wakasek Kesiswaan dan bapak pembina OSIS,”

”Terus besok artisnya pulang jam berapa ?”

”Penerbangan jam 10 pagi,”

”Yang ngedampingin ke bandara ?”

”Kak Elang, Kak Rizal dan Kak Gustav ?”

”Kalau dari pihak sekolah ?”

”Kemungkinan bapak Wakasek Kesiswaan aja yang datang, Kak. Cuma nemuin di hotel aja sih. Yang ke bandara sudah ketiga kakak-kakak itu. Saya juga rencananya mau ikut, Kak,”

”Oh gitu,”

Raffa menggangguk. Ia hampir saja pergi ketika tiba-tiba Angela bertanya lagi.

”Eh, soal pembayaran artisnya bagaimana, Raff ?”

”Udah, Kak. Tadi sempet ngobrol bentar sama Kak Gustav sebelum mereka ke hotel. Sisa pembayaran honor bintang tamu akan ditransfer Bu Sofie usai makan siang ini. Mungkjn sekarang sudah ditransfer ke managementnya, Kak,”

”Oh...udah beres berarti semuanya. Ya udahlah kalau sudah beres gitu,”

”Iya. Insya Allah sudah semua, Kak,” kata Raffa diiringi anggukan.

”Saya ke Kak Aldo dulu ya, Kak ?”

Angela menjawab dengan anggukan. Setelah Raffa pergi Angela kembali memakan snack pemberian Raffa tadi. Beberapa waktu berlalu dalam kesibukan Angela yang sedang makan snack.

Angela berjalan mencari tempat sampah untuk membuang bungkus snack. Karena tempat sampah ukuran kecil tak ada, ia mau tak mau harus keluar gedung untuk membuang di tempat sampah yang ada di luar.

Sampai di dekat pintu langkahnya terhenti. Dari arah luar masuk Randy dan Septiana. Ketiganya mendadak kikuk. Angela yang paling dulu menguasai keadaan. Ia yang lebih dulu menyapa.

”Hai !” sahutnya singkat sambil tersenyum.

Keduanya reflek menjawab hai pula.

”Mau GR ya ?” tanya Angela basa-basi.

Ia tahu Septiana ikut ekskul teater dan akan tampil malam ini.

”Iya,” sahut Septiana yang posisinya lebih dekat dengan Angela.

”Ke belakang panggung aja ! Tadi beberapa anak teater udah ada yang datang terus ngumpul di situ,”

”Oh gitu. Oke deh,” respon Septiana.

Keduanya lantas berlalu meninggalkan Angela. Randy menganggukan kepalanya saat melewati Angela. Yang dilakukan Angela juga sama, mengangguk pula. Setelah itu ia keluar membuang sampah.

Usai membuang sampah, Angela berniat kembali masuk gedung kesenian. Tiba-tiba saja seorang abang ojek online menghampirinya.

”Maaf, mbak...ini yang nanti malam ada acara Pensi itu kan ?”

”Iya. Betul,”

”Oh, syukurlah. Berarti benar tempatnya,”

Angela melihat si Abang Ojol tersenyum.

”Mbak, di dalam ada panitia Pensi yang namanya Angela nggak ?”

” Ada. Itu saya,”

”Oh, itu mbak sendiri. Kebetulan banget,”

Kembali Angela melihat Abang Ojol tersenyum lebar. Ia tampak mengambil sesuatu dari motornya.

”Ini, mbak Baksonya,” katanya seraya menyerahkan Bakso dalam kantong plastik ke Angela.

”Haah ?? Saya nggak pesan Bakso. Salah orang mungkin,”

”Mbak, namanya Angela Putri kan ?”

”Iya Betul. Tapi saya nggak pesan Bakso,”

”Kiriman nih mbak. Dari Mas Revin,” ujar Abang Ojol.

Mata Angela membesar karena kaget.

”Ini mbak. Baksonya silahkan diambil,”

Abang Ojol menyodorkan kantong plastik berisi Bakso itu. Angela menerimanya masih dengan perasaan bingung. Abang Ojol berpamitan pergi. Angela mengangguk. Setelah itu ia berjalan masuk ke arah gedung kesenian lagi. Saat ia hendak masuk ke dalam ruangan gedung, dari arah dalam muncul Randy. Kembali keduanya dihinggapi rasa tak nyaman. Kikuk. Mereka berdiri sejenak untuk berkomunikasi.

”Kok keluar?” tanya Angela basa-basi.

”Oh...mmmm iya....ada perlengkapan Septiana yang lupa...masih tergantung di motor. Makanya mau di ambil ini,”

”Ooh,” jawab Angela singkat.

Randy melihat kantong plastik yang di bawa Angela.

”Habis beli Bakso ya ?” tanya Randy. Giliran dia yang sekarang berbasa-basi untuk membuang rasa canggung.

”Nggak. Nggak beli kok. Ini... dikasih orang,”

”Dari siapa ?”

”Dari Kak Revin,”

”Dia ke sini buat nganter Bakso ?”

”Nggak. Pakai Ojol tadi,”

”Oh... perhatian banget Kak Revin ke kamu,”

Angela hanya tersenyum tipis untuk merespon kata-kata Randy itu.

”Ya, udah...aku ke parkiran dulu,” pamitnya kemudian.

Angela mengangguk. Randy berlalu. Angela masuk menuju kursi di deretan yang paling depan. Ia duduk di kursinya sambil mencari ponselnya yang ada di tas kecil yang tergantung di bahunya itu. Angela berniat mengucapkan terima kasih kepada Kak Revin yang sudah memberinya Bakso. Setelah ponsel terpegang, ia membuka kunci dan segera ia melihat ada kiriman pesan suara masuk di WAnya. Angela menekan tombol untuk mendengarkan pesan yang masuk itu.

Cantik, udah siang lho... saatnya makan...

Angela tersenyum lebar mendengar pesan suara dari Kak Revin itu. Ia segera mengetikkan sesuatu.

Terima kasih Kak buat kiriman Baksonya...

Tak harus menunggu lama, ada balasan dari Kak Revin.

Oh udah sampai ya Baksonya ? Syukur deh. Selamat makan !

Senyum lebar Angela kembali mengembang. Ia segera membalasnya.

Udah sampai, Kak...

Oke deh, Kak Rev.... sekali lagi terima kasih ya, Kak...

Kak Revin membalas dengan emo oke. Angela menutup ponselnya dan segera memasukkannya ke dalam tas kecilnya yang masih terlilit di bahunya.

”Kak Angela, ini nasinya !” seru sebuah suara dari samping kanan Angela. Ia menoleh. Raffa sudah berdiri di dekatnya sambil membawa nasi bungkus dan air mineral gelas.

”Oh, kakak udah beli makanan ternyata,”

Terlihat ada perubahan di wajah dan suara Raffa. Tak seceria di awal tadi. Ia melihat bungkusan kantong plastik tergeletak di kursi sebelah kiri yang di duduki Angela.

”Mmmmhhh...nggak sih...nggak beli kok. Ini pemberian orang. Cuma Bakso aja,”

”Oh, gitu,”

”Iya. Aku nggak beli kok,” tandas Angela.

”Itu apa, Raff ?” tanya Angela kemudian.

”Nasi bungkus aja sih, Kak. Nyesuain sama anggaran kita,”

”Sini...sini...aku laper, mau makan nasi aja. Bakso di simpen dulu,”

”Serius, Kak ?”

”Iya...sini...aku makannya,” kata Angela sambil mengarahkan tangannya untuk menerima nasi bungkus dari Raffa.

Terlihat Raffa mengulurkan tangannya ke Angela. Kini nasi dan air mineral sudah berpindah tangan.

”Kamu nggak makan, Raff ?”

”Nasi saya ada di belakang panggung, Kak. Teman-teman yang sudah selesai salat makan bareng di belakang panggung,”

Angela langsung terkesiap.

”Eh, iya. Jadi inget, aku kan belum salat Dhuhur. Ini sudah jam berapa ?”

”Jam satu, Kak,”

”Aku salat dulu aja deh,”

Raffa tersenyum ringan.

”Saya juga mau salat ini, Kak. Makanya nasi saya masih utuh di belakang panggung sana,”

”Ya udah....bareng aja. Jamaah gitu. Kamu mau kan jadi imam ?”

Raffa tersenyum.

”Jadi imam buat kakak ? Mau banget kak ?” senyum Raffa kembali mengembang.

”Ya udah, yuk ! Mushollanya dimana ?”

”Di sebelahnya parkiran, Kak,”

”Ya udah, ayo !”

Angela menaruh nasi bungkus dan air mineral gelasnya menjadi satu dengan kantong plastik berisi Bakso tadi. Setelah itu ia berdiri. Raffa mempersilahkan Angela berjalan di depannya. Keduanya kemudian berjalan ke pintu keluar gedung.

Sampai di pintu, ketika keduanya hendak keluar, mereka dikejutkan oleh sosok Randy dari arah luar. Ketiganya sama-sama terkejut. Kembali situasi canggung tercipta.

”Ketemu lagi kita,” kata Randy memulai percakapan untuk mengusir kecanggungan.

”Iya,” sahut Angela pendek.

”Ini yang ketiga kalinya. Kalau ketemu sekali lagi di sini, dapat piring cantik ya ?” Randy mencoba berseloroh. Angela tersenyum sambil mengangguk ringan. Raffa yang tak paham pun ikutan tersenyum.

”Mau kemana, Njel ?”

”Mau salat Dhuhur,”

Randy mengucapkan kata Oh gitu sambil mengangguk.

”Berdua aja salatnya?”

”Iya, saat ini. Nggak tahu kalau nanti ada yang gabung,”

”Oh...oke.. silahkan,” sahut Randy sambil minggir supaya Angela dan Raffa bisa lewat. Posisinya beberapa saat yang lalu sedikit menutupi pintu, sehingga menghalangi jalan keluar Angela dan Raffa

Angela mengangguk dan berlalu. Di susul Raffa di belakangnya. Raffa terlihat menggangguk ke arah Randy sebagai isyarat sapaan. Randy juga membalasnya dengan anggukan serta senyuman tipis.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel