Menjauhlah Dariku
“Kamu sudah mengantar Nadia pulang?” tanya Sofia begitu melihat Ray masuk ke dalam rumah.
Putranya itu tampak murung, padahal beberapa saat yang lalu Ray terlihat begitu bahagia saat memperkenalkan Nadia pada keluarganya. Dia pikir Nadia akan merasakan hal yang sama dengan dirinya. Nyatanya, gadis itu marah dan kecewa karna Ray memutuskan untuk membawa Nadia bertemu orang tuanya tanpa memberi tahu kekasihnya terlebih dahulu.
“Ada apa?” Sofia mengusap pundak Ray yang tampak lemas. “Kalian bertengkar?”
Ray menghela napas panjang, tatapannya tertunduk ke bawah. Pria itu benar-benar menyesal karna sudah bersikap terlalu kasar pada Nadia.
“Apa kamu benar-benar mencintainya?”
Pertanyaan Sofia membuat Ray mendongak ke arah wanita itu. “Maksud mama?”
“Kalian terlihat serasi. Nadia gadis yang ramah dan sangat cantik. Tapi, mama melihat dia tidak nyaman dengan pertemuan tadi. Apa kamu memaksanya?”
“Dia tidak tau tentang pertemuan tadi.”
“Jadi, kamu berniat membuat kejutan untuknya?”
“Sayangnya Nadia tidak menyukai kejutannya.”
“Mungkin dia belum siap, jangan terburu-buru, Ray. Kalian baru beberapa bulan menjalin hubungan, ‘kan? Take your time. Perempuan tidak suka kalau pacarnya terlalu kencang mengikatnya.”
Kata-kata Sofia terngiang di telinga Ray bahkan saat pria itu sudah berbaring di ranjang kamarnya. Perlahan Ray bangkit dari posisi tidur, duduk menyamping di tepian ranjang dan mengulurkan tangan untuk mengambil sesuatu dari dalam laci.
Selembar foto yang dia ambil dari kamar Samuel tepat setelah saudara tirinya itu meninggalkan rumah untuk menempuh pendidikan di luar negeri.
Kala itu Ray hanya iseng masuk ke dalam kamar Sam yang tidak terkunci. Tak banyak yang bisa dia lihat di sana kecuali deretan foto ibu kandung Sam yang dibiarkan tetap terpajang rapi memenuhi dinding kamar. Hanya itu permintaan Sam saat Armand memutuskan untuk menikah lagi. Dia hanya ingin foto-foto ibu kandungnya tidak di turunkan atau disimpan di dalam lemari.
Sam ingin menunjukkan pada ibu tiri dan saudara tirinya bahwa dia masih belum bisa menerima mereka sebagai bagian dari keluarnya. Dan hal itu membuat Ray merasa terluka. Apalagi perlakuan Armand yang tampak sekali lebih memperhatikan Sam dari pada dirinya. Hingga muncul kecemburuan di dalam hati Ray pada Samuel Widjaya.
Waktu itu, tanpa sengaja Ray menemukan selembar foto di dalam laci kamar Sam yang kosong karna ditinggal pergi oleh penghuninya. Selembar foto yang memperlihatkan seorang gadis cantik berseragam putih abu-abu tengah duduk di bangku taman dengan buku di pangkuannya.
Ray melihat sebuah nama tertulis di balik selembar foto itu. Nadia Prameswari. Seorang gadis yang berhasil mencuri perhatian Samuel Widjaya.
Tak disangka takdir mempertemukannya dengan gadis itu. Ray masih ingat saat Nadia datang mengantar ayahnya ke rumah sakit tempat Ray bekerja. Di sanalah mereka bertemu.
Bisa dibilang Ray sengaja mendekati Nadia karna dia pernah menemukan foto Nadia di kamar Sam. Gadis itu pasti sangat berarti bagi Sam hingga dia menyimpan fotonya di dalam laci kamar.
Kecantikan dan pesona Nadia bukanlah yang utama bagi Ray. Pria itu hanya ingin memiliki seseorang yang begitu berarti bagi Sam. Namun, setelah Ray mengetahui bahwa Sam kembali dari luar negeri, pria itu berubah pikiran.
Ray merasa posisinya semakin terancam. Karna itulah dia terus mendesak Nadia untuk meresmikan hubungan mereka ke jenjang pernikahan. Karna Ray takut Sam akan merebut gadis itu dari sisinya.
**
Nadia menatap amplop putih yang bertuliskan surat pengunduran diri dalam genggamannya. Kali ini dia benar-benar akan resign. Dia sudah tidak sanggup lagi menghadapi Sam setelah kejadian semalam.
Berani-beraninya Sam menciumnya tanpa ijin dan bersikap seolah-olah hal itu adalah kewajaran.
Apa selama ini Nadia sudah bersikap terlalu lunak padanya? Apa di mata Sam dia gadis yang gampangan? Ah, sial!
Sesaat sebelum membuka pintu apartemen, Nadia menarik napas panjang seolah hendak mengumpulkan kekuatan andai saja dia harus berpapasan dengan Sam di lobby atau ....
“Morning ....”
Nadia hampir saja memekik karna terkejut saat melihat Sam berdiri persis di sebelah pintu apartemennya yang baru saja terbuka.
Pria itu tampak sangat rapi dengan kemeja biru tua dan celana bahan. Aroma parfum mahal segera menguar dari tubuhnya saat Sam berjalan mendekati Nadia.
“Mau berangkat bareng?” tawarnya dengan senyum polos tanpa dosa. Seolah semalam tidak terjadi apa-apa di antara mereka. Wajah Sam tidak menampakkan penyesalan sama sekali dan hal itu membuat Nadia merasa kesal bukan main.
Tanpa menghiraukan ucapan Sam, gadis itu berbalik dan melangkah menjauh. Namun, Sam segera menyusulnya dengan langkah lebar-lebar. Jelas Nadia akan kalah karna tubuh Sam lebih tinggi dan lebih fit dari pada dirinya.
“Menjauhlah dariku,” dengus Nadia saat langkahnya terhenti di depan pintu lift. “Back off!”
“Kalau aku nggak mau?”
Nadia memicing. Menatap Sam dengan sorot mata paling menyeramkan yang pernah dia lakukan. Namun, hal itu sama sekali tidak mempan. Sam hanya tersenyum simpul saat ditatap dengan penuh amarah oleh Nadia.
“Kamu pikir aku lelucon? Apa tamparanku semalam tidak cukup membuatmu paham?”
Sam terdiam sesaat, lalu dengan gerakan cepat dia mencekal tangan Nadia yang hendak masuk ke dalam lift yang penuh. Lalu pria itu membawanya pergi ke dekat pintu darurat.
“Lepas!” teriak Nadia dengan napas memburu. “Apa kamu tidak tau kalau aku sudah punya pacar? Kenapa kamu masih berusaha mendekatiku? Apa kali kamu masih menganggapku mainan?”
“Aku nggak pernah menganggapmu mainan.”
“Bulshit!” Nadia membuang tatapan ke samping karna tak kuasa membalas tatapan Sam yang begitu dalam padanya. “I know you, Sam. Kamu nggak lebih dari cowok brengsek yang suka mainin cewek karna kamu merasa punya segalanya. Kamu pikir aku takut karna kamu putra dari Pak Armand Widjaya, pemilik perusahaan tempat kita bekerja? Iya, ‘kan?”
Seketika Sam terdiam saat mendengar ucapan Nadia barusan.
“Apa kamu tidak tau kalau aku menjalin hubungan dengan saudaramu? Ray itu kakakmu, ‘kan? Tapi, sifat kalian berdua benar-benar berbeda.” Gadis itu tersenyum miris. “Asal kamu tau, kalau orang tuamu bukan Pak Armand Widjaya, aku tidak akan bersikap sopan padamu. Bagiku kamu bukan siapa-siapa, Sam. You’re just nothing!”
Sam masih menatap Nadia, dia tak percaya bahwa gadis itu bisa mengucapkan kata-kata yang begitu menyakitkan padanya. Mungkin ini sepadan dengan apa yang pernah Sam lakukan pada Nadia dulu. Dan pada akhirnya Sam menyadari bahwa Nadia memang benar-benar membencinya.
Sementara Nadia semakin menaikkan dagunya seolah telah menang melawan pria di hadapannya itu. Dia tidak tau bahwa ucapannya hanya akan menambah luka yang selama ini berusaha Sam tutupi dari siapa pun.
Luka karna kematian ibunya, dan luka karna pernikahan ayahnya dengan Sofia yang telah membuat Sam harus pergi meninggalkan rumah.
“Aku memang bukan siapa-siapa, bahkan di mata ayahku sendiri,” desah Sam setelah lama terdiam. “Kalau kamu tidak suka aku bekerja di perusahaan itu, biar aku yang pergi. Bukan kamu,” katanya sambil menatap amplop di tangan Nadia.
“Kenapa kamu yang harus pergi? Bukankah itu perusahaan ayahmu? Aku nggak mau jadi penyebab retaknya hubungan keluarga kalian.”
“Jangan khawatir, hubungan kami sudah buruk sebelum aku mengenalmu.”
Nadia tampak mengernyit tak paham dengan ucapan Sam.
Namun, belum sempat Nadia bertanya, pria itu sudah berkata lagi. “Armand Widjaya memang ayahku. Tapi, perlu kamu tau, Ray itu bukan kakakku. Mungkin karna itulah sifat kita berbeda,” katanya sambil melenggang pergi dan tak menoleh lagi.
**
