Bab 2
Terlihat Desi dan mahasiswa baru di kumpulkan di lapangan. Mereka sudah lengkap dengan pakaian dan peralatan orientasi yang di perintahkan. Di sana juga terlihat Bara, Raka dan rekan-rekan lainnya. Desi bukannya mendengarkan pengarahan panitia, malah sibuk memperhatikan Bara yang sedang sibuk memberi pengarahan pada panitia lainnya.
Sore menjelang, terlihat Desi masih di beri pengarahan, dan terlihat Bara masih sibuk. Hingga akhirnya Adel memilih pulang terlebih dahulu. Adel berjalan sendiri masuk gang yang gak pernah selama ini dia berjalan untuk nyampe ke halte bus. Saat sedang berjalan sambil mendengarkan musik lewat hansfree, tiba-tiba saja ada motor lewat dan menyerempet tubuh Adel hingga ia terjatuh ke aspal dan kakinya terluka. Kemudian 2 orang laki-laki yg tadi menyerempet berhenti, dan berjalan menghampiri Adel yang berusaha bangun, tetapi tak mampu untuk berdiri, ia terus mencoba hingga berkali-kali terjatuh lagi.
"Aduh Neng maaf, kami gak sengaja. Apa lukanya parah? Ikut kita saja yuk untuk di obatin." Seru salah seorang pria yang tadi.
"Tidak usah, makasih bang. Aku tidak apa-apa kok," jawab Adel berusaha untuk berdiri dengan berpegangan pada lampu jalan.
"Tidak apa-apa gimana? Liat itu kakinya berdarah," seru pria yang lainnya.
"Sudahlah, ayo kita paksa saja, keburu ada orang lewat."
Kedua pria itu langsung menarik tangan Adel, membuat Adel semakin ketakutan. Sekuat tenaga ia menahan dan memberontak walau kakinya terasa sangat sakit. Adel terus berteriak meminta tolong. Tiba-tiba terdengar suara gerungan motor yang menghampiri mereka, dan dengan sigap pemuda dalam motor itu turun. Kemudian menghajar kedua laki-laki itu.
Terjadi baku hantam di sana membuat Adel ketakutan. Tetapi dengan keahlian pemuda tadi, kedua preman itu berhasil di kalahkan dan akhirnya mereka kabur dengan menggunakan motornya.
Pemuda tadi menoleh ke arah Adel yang ketakutan dan menangis memeluk tubuhnya sendiri.
"Lu gak apa-apa, Del?" tanya pemuda itu yang tak lain adalah Raka.
Adel secara spontan langsung memeluk sahabatnya itu, yang kini duduk rengkuh di depannya.
"Gue takut banget, Ka. Gue takut banget, Hikz..."
"Sssstt, mereka udah pergi. Lu jangan nangis lagi."
Adel melepas pelukannya.
"Lu kuat berdiri gak?" tanya Raka.
"Gue..." Adel berusaha berdiri di bantu Raka yang sudah berdiri terlebih dahulu tetapi ia menjerit kecil dan tak sanggup berdiri.
"Kaki lu sepertinya bengkak," gumam Raka melihat kondisi kaki Adel.
Raka langsung menggendong tubuh Adel ala bridal style dan membawanya menuju motor sport keluaran terbaru miliknya.
Raka membantu Adel untuk duduk di atas kursi penumpang dan ia segera menaiki motornya dan tanpa menunggu lama lagi menekan stater dan menekan gas motorya menuju rumah sakit AMI.
^^^
Adel telah melakukan pemeriksaan di AMI Hospital dan kini kakinya di gip.
"Laper gak?" tanya Raka saat sudah keluar dari rumah sakit.
"Lumayan," ucap Adel.
"Sebelum pulang kita makan dulu yah," serunya yang di angguki Adel.
Kini mereka sudah duduk berhadapan di sebuah cafe.
"Bagaimana sekarang kaki lu? Masih kerasa sakit?" tanya Raka setelah memesan makanan untuk mereka.
"Masih sedikit ngilu," jawab Adel.
"Sesuai kata Dokter tadi, lu harus istirahatin dulu dan jangan melakukan aktivitas apapun." Adel hanya mengangguk paham.
"Ngomong-ngomong tadi gue bersyukur banget lu datang, kalau gak ada lu, entah akan gimana nasib gue sekarang."
"Lagian lu sok berani banget jalan sendirian di tempat sepi begitu, memangnya kemana cowok lu?" tanya Raka.
"Ya mau bagaimana lagi, yang lain sudah pulang duluan dan Bara masih sibuk dengan kegiatannya."
"Lain kali hubungi gue kalau lu pulang sendirian, bahaya tau." Adel mengangguk paham.
***
Terlihat tante Fani, Desi, Adel dan Fram sedang menikmati santapan makan malamnya.
"Bagaimana MOS hari ini, Des?" tanya tante Fani seraya menyuapkan makanannya.
Acara makan malam memang ajang untuk penghuni rumah berbincang-bincang santai dan menceritakan kejadian hari ini.
"Aduh Mah, melelahkan sekali. Cape, panas, haus, lapar, ngantuk, pokoknya berbagai macam rasanya. Tapi lumayan menyenangkan juga sih," kekeh Desi saat membayangka wajah seseorang dalam pikirannya.
"Syukurlah kalau begitu," ucap tante Fani.
"Lagipula kegiatan ini tak akan lama, Des." Adel ikut berucap.
"Aku masuk ke kamar duluan yah," ucap Adel saat selesai menghabiskan makanannya.
"Iya sayang," ucap Fram.
"Selamat malam."
Adel beranjak dengan kaki pincangnya.
"Lho, kaki kamu kenapa, Del?" tanya Fram kaget melihat kaki Adel yang di perban.
"Kak Adel terluka?" tanya Desi yang juga kaget dan langsung melihat ke arah kaki Adel begitu juga dengan Fani. Mereka tak ada yang menyadari tadi.
"Tidak apa-apa, tadi Adel keserempet motor saat pulang kuliah," jawabnya tak menceritakan kejadian lengkapnya.
"Keserempet dimana?" tanya Fram penuh kekhawatiran.
"Ini Adel saja yang kurang hati-hati saat berjalan menuju halte bus," ucap Adel.
"Kenapa pulang pake Bus?"
"Tadi Bara masih sibuk," jawab Adel.
"Nanti kalau kamu pulang tidak di antar, hubungi Papa. Biar Papa jemput kamu," seru Fram tampak khawatir.
"Aku gak apa-apa kok Pa, Papa tenang saja," ucap Adel.
"Pokoknya kamu hubungi Papa, atau Papa antar jemput kamu setiap hari!"
"Eh?"
***
"Gimana kaki lu?" tanya Raka menghampiri bangku Adel.
"Sudah mendingan Ka."
"Kaki lu kenapa, Del?" tanya Mila langsung melihat ke arah kaki Adel yang di perban.
"Kemarin ke serempet motor," jawab Adel.
"Kok bisa sih? Gimana ceritanya?" tanya Rinrin.
Dan mengalirlah cerita dari Adel.
"Aduh ternyata ada seorang pahlawan kesiangan," ejek Jeta.
"Iya dong, sebagai sahabat, gue harus bermanfaat dong," seru Raka dengan berbangga diri.
"Trus cowok lu, si Bara. Tau gak kejadian ini?" tanya Dendi.
"Eh iya, tumben juga pagi ini dia gak datang," sahut Mila.
"Biasanya tiap hari datang tanpa absen yah buat ajakin Adel sarapan," seru Rinrin.
"Tim julid lagi berkomentar," seru Jeta membuat Adel dan Raka terkekeh.
"Kayak lu bukan tim julid ada," seru Dendi.
"Mungkin dia masih sibuk dengan kegiatannya," seru Adel.
"Udah biarin aja, nih gue bawain lu sarapan. Sandwich bikinan nyokap." Raka menyerahkan tempat bekalnya ke arah Adel.
"Wah enak nih," seru Adel membuka tutup bekalnya saja.
"Adel aja nih yang di bekelin," sindir Jeta.
"Kalau lu mau, beli," seru Raka.
"Dih si Raka pilih kasih ah," seru Rinrin.
"Raka pan menganak emaskan Adel, seperti ada sesuatu," seru Dendi.
"Ah bisa jadi bisa jadi. Jangan jangan ada udang di balik bakwan nih." Sahut Rinrin.
"Netijen yang maha benar," seru Raka menggelengkan kepalanya membuat yang lain terkekeh.
"Bagi dong," seru Jeta.
"Nih nih kita bagi lima, daripada kalian maki julid," kekeh Adel.
"Ya sudah gue ke ruang senat dulu yah," seru Raka dan berlalu pergi.
"Sono dah pergi, gak guna lu di sini juga," usir Dendi membuat Raka mencibir.
***
Adel datang ke lapangan basket dan terlihat Raka sedang asyik bermain basket sendiri. Adel langsung menyimpan tas dan berjalan untuk bergabung di lapangan. Ia merebut bola dari tangan Raka, membuat Raka tersentak kaget.
"Adel? Lu kok di sini? Kaki lu udah gak apa-apa, emang?" tanya Raka melihat Adel memainkan bola basketnya dengan kaki yang pincang.
"Udah mendingan," jawab Adel memasukkan bola ke dalam ring basket.
"Oh iya lu besok ikut kegiatan kemping di kampus?" tanya Adel.
"Nggak, gue males," jawab Raka. "Lu ikut?"
"Awalnya mau, tapi kondisi gue yang begini takutnya malah ngerepotin yang lain."
"Ya udah mending lu di sini aja," ucap Raka.
Mereka kembali bermain basket dengan Raka yang memilih mengalah dan membiarkan Adel yang bermain pelan.
"Ah!"
Adel berteriak saat kakinya terasa sakit hingga ia membungkuk dan sulit bergerak. Raka dengan sigap menggendog tubuh Adel dan membawanya ke kursi di sisi lapangan.
"Ssshhhh... sakit banget," ringis Adel.
"Lurusin kaki lu, biar gue pijitin pelan-pelan yah." Raka duduk rengkuh di depan Adel dan menyimpan kaki Adel di pahanya yang kemudian ia pijit perlahan.
Adel menatap wajah tampan Raka dengan penuh haru.
"Kenapa? Ada yang aneh di muka gue?" tanya Raka.
"Tidak," jawab Adel.
"Entah kenapa lu mirip banget sama mendiang nyokap gue. Dulu dia yang paling khawatir dan bergerak cepat untuk mengobati gue kalau gue jatuh atau terluka," seru Adel tampak sedih mengingat mendiang Ibunya.
"Ck, emangnya muka gue mirip emak emak?" canda Raka berusaha mencairkan suasana supaya Adel tak bersedih.
"Bukan itu, astaga. Gue Cuma seneng aja dengan kehadiran lu, gue jadi gak merasa kehilangan nyokap," ucap Adel.
Raka menyimpan kaki Adel di tanad dan beranjak dari duduknya. Ia mengambil duduk di samping Adel. Dan tanpa di sangka-sangka ia mencubit hidung mancung Adel.
"Sakit tau!" keluh Adel mengelus hidungnya.
"Gue seneng kalau bisa bermanfaat buat lu, sebagai sahabat gue berguna kan," kekehnya menatap manik mata Adel yang di balas tatapan oleh Adel dengan senyumanya.
***
