Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 2. Jiwa Baru

Kedua pengacara keluar dari ruang mediasi mereka langsung menolong Citra ketika melihat kliennya pingsan.

Pengacara Citra membawanya kerumah sakit ketika melihat kliennya jatuh pingsan di Pengadilan Agama.

"Jadi klien saya kenapa, Dok?" tanya Deena pengacara Citra.

"Ibu Citra saat ini sedang mengandung, itu sebabnya dia pingsan karena tensi darahnya ya rendah," jawab dokter menjelaskan sebabnya kenapa pasiennya pingsan.

"Sa-saya ha-mil, Dok? Be-berapa bulan?" tanya Citra terbata karena shock mendengar dirinya tengah hamil saat sadar dari pingsan.

"Menurut perhitungan saya ibu Citra hamil dua bulan, tapi untuk jelasnya kita harus USG untuk mengetahui lebih pastinya," jawab dokter.

Dan saat itu juga Citra meminta Dokter itu melakukan tindakan USG, karena dia juga mau tahu berapa usia kandunganya kini, dia mau tahu berapa usia janin yang tumbuh dirahimnya sekarang.

***

Air mata Citra kembali mengalir ketika melihat layar monitor memperlihatkan janin yang aktif bergerak dan sudah memiliki detak jantung itu.

Dokter mengatakan janin Citra kini sudah masuk usia 8 minggu itu berarti dua bulan sudah usia jiwa baru yang saat ini tumbuh dengan baik di rahim Citra.

Citra meminta pengacaranya merahasiakan ini semua dan tetap mengurus perceraiannya dengan Elang.

Sepanjang jalan di lorong rumah sakit Citra terus memandangi foto hasil USG yang menunjukan gambar janinnya.

"Sayang, maafin mama yah, karena ketika kamu lahir kedunia ini kamu hanya akan ditemani sama mama. Tidak ada papa yang akan mengadzani kamu. Kita hanya hidup berdua saja nanti," ucap Citra lirih sambil mengusap foto itu.

"Kalau memang ini sudah takdirMu untukku dan anakku, kuatkanlah kami hambaMu ini ya Allah." Doa Citra dalam hatinya.

***

Citra kembali kekampung halamannya guna menemui kedua orang tuanya dan meminta penjelasan dari mereka terutama dari Dewi-ibunya.

Pikirannya saat ini sedang kacau, semua pertanyaan berputar diotaknya, pertanyaan terbesar untuknya bagaimana bisa tadi Ambar bilang kalau Citra seperti kedua orangtuanya, apa mereka saling mengenal?

Sepanjang jalan menuju rumahnya dia hanya dapat menangis, sampai matanya bengkak dan pandangannya kabur karena tertutup air mata.

Dan hal terbesar yang saat ini dia baru ketahui dirinya sedang hamil buah cintanya dengan Elang.

***

Citra turun dari angkot yang terakhir dia naiki. Rumah kedua orang tuanya sedikit masuk dari jalan raya sehingga tidak ada angkot masuk ke sana, dan jalanannya sedikit sempit hanya motor dan sepeda yang bisa keluar masuk selain pejalan kaki.

Wanita yang tengah berbadan dua itu berjalan pelan sambil menenteng tasnya yang berisikan pakaiannya dan kebutuhannya.

Ditengah jalan dia bertemu seorang pria bernama Bintang. Pria yang soleh anak Kepala Desa yang sampai saat ini belum menikah juga, sudah lama dia menyukai Citra hanya saja wanita itu yang tidak meladeninya karena jarak usia mereka yang terpaut jauh. Bukan hanya usia yang berbeda, Citra merasa ilmu agamanya tidak seimbang dengan Bintang yang soleh. Citra minder jika di dekat pria itu padahal pria itu biasa saja, dia menerima Citra apa adanya.

"Assalamualaikum, Citra," panggil Bintang ketika dia melihat sosok wanita yang selama ini dia sukai, tapi cintanya bertepuk sebelah tangan.

Merasa namanya dipanggil, Citra berhenti dan menoleh kearah asal suara yang menyebut namannya.

"Citra," sekali lagi Bintang memanggil namannya karena Citra melanjutkan langkahnya ketika tahu siapa yang memanggil namannya tanpa menjawab salam yang dilontarkan pria itu.

"Citra, stop! Mengapa kamu menghindariku?" tanya Bintang yang berhasil mengejar wanita itu lalu menarik lengannya.

Langkah Citra terhenti karena lengannya ditarik pria itu.

"Maaf, Mas. Tapi aku sedang buru-buru," elak Citra berbohong.

"Baiklah, tapi bisakah aku minta nomer ponselmu? Aku akan mengirimmu pesan jika mau bertemu nanti setelah kamu sudah bertemu dengan kedua orang tuamu nanti," tanya Bintang dengan sopan.

"Iya, Mas Bintang datang saja kerumah besok," jawab Citra setelah dia memasukan nomer ponselnya pada ponsel Bintang.

Mendengar ucapan gadis yang dia cintai sejak lama akhirnya Bintang melepaskan Citra, dan membiarkan gadisnya itu pergi.

***

Sepanjang jalan Citra berfikir ulang, jika dia bertanya langsung pada ibunya otomatis dia membuka aibnya dan aib Elang. Dia menikah diam-diam dengan pria pilihannya tanpa restu kedua belah pihak. Kedua orang tuanya pasti sangatlah terpukul mengetahui kenyataan pahit ini. Citra dilema memikirkan masalahnya, tapi dia juga tidak dapat menyembunyikan kehamilannya. Perutnya akan semakin membesar seiring usia janinnya dan dia tidak bisa menutupinya.

Tidak terasa langkah Citra membawanya sampai di depan sebuah rumah dengan bangunan antik dan kuno. Rumah klasik yang tidak besar namun nyaman untuk pemiliknya tinggali.

"Assalamualaikum, Ibu," panggil Citra lirih ketika dia melihat ibunya sedang sibuk merapihkan sembako yang baru saja dia beli dari agen lalu merapihkannya di etalase warungnya.

"Waalaikumsalam, Citra," jawab Dewi dia terkejut melihat putrinya pulang.

"Masya Allah, putri kesayangan ibu akhirnya pulang juga, ibu kangen banget sama kamu, Nak," ucap Dewi lembut sambil memeluk dan mencium kedua pipi Citra.

"Kamu apa kabar, Sayang?" lanjut Dewi bertanya.

"Alhamdulillah aku baik, Bu," jawab Citra.

"Siapa Bu yang datang?" teriak Sakti dari dalam kamar menanyakan siapa tamu yang datang berkunjung kerumahnya.

"Citra pulang, Yah," jawab Dewi.

Mendengar nama putrinya disebut, Sakti langsung beranjak dari kasurnya dan menemui Citra di depan rumahnya.

Mata Sakti berkaca-kaca karena putri satu-satunya, kesayangan mereka akhirnya ingat pulang, dia ingat rumah dan kedua orangtuanya.

Citra langsung menarik tangan ayahnya dan mencium tangan yang sudah bekerja keras menghidupinya sampai dia besar, tangan yang sudah menyayanginya sedari bayi.

Dia menahan tangisnya dan masalahnya agar kedua orangtuanya tidak ikut bersedih.

"Ibu, putrinya pulang kenapa gak di ajak masuk?" sindir Sakti.

"Astaga, aku sampai lupa Ayah saking senangnya," jawab Dewi lalu dia mengajak Citra masuk dan Sakti membawakan tas milik sang putri.

Citra duduk disofa bersama Sakti sedangkan Dewi sibuk membuatkan es teh manis kesukaan Citra.

"Kamu pulang untuk selamanya atau hanya beberapa hari, Citra?" tanya Sakti.

"Ayah, orang baru sampai sudah ditanya begitu sih," protes Dewi sambil menaruh segelas es teh di meja dan secangkir teh panas untuk suaminya.

"Bukan begitu maksud ayah, Bu. Ayah lihat tas yang dibawa Citra itu sangat berat, isinya pakaian dia banyak berarti dia mau lama di sini, ayah cuma mau memastikan," balas Sakti.

"Aku mau tinggal di sini selamanya, Yah ... Bu ...," jawab Citra. Sontak senyum bahagia merekah diwajah Dewi. Tapi tidak dengan Sakti karena dia merasa curiga dengan kedatangan putrinya yang mendadak.

"Kontrak kerjaku di Jakarta sudah habis, dan aku gak tau lagi harus melamar kerja di mana karena semua kantor sedang mengurangi karyawan, jadi aku milih pulang kampung saja tinggal sama Ayah dan Ibu, siapa tau di sini aku bisa dapat pekerjaan," ucap Citra menjelaskan kepulangnnya karena dia melihat wajah ayahnya yang penuh tanda tanya.

"Kamu mau kerja apa di Desa seperti ini?" tanya Sakti sembari menyeruput teh yang disajikan istrinya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel