Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

4. Mainin Sayang

"Pacarku mau tau!" kata Mila sembari melepaskan tangan Ananda karena kesal.

"Emang punya pacar?" Ananda bertanya dengan senyum mengejek. Mila manyun lagi dengan permen di bibirnya.

"Nggak!"

Mereka tertawa bersama setelah Mila mengatakan tidak punya pacar.

Mereka sudah terbiasa saling menggoda satu sama lain. Tapi hari ini Ananda menang banyak.

"Oh iya An, yang antar kamu ke sekolah tadi siap? Kaya bukan Om Mizail deh."

"Kenapa kamu bisa bilang kalau bukan papa?" tanya Ananda walau kini dia meresa was-was.

Padahal saat dia turun dari mobil tadi tidak ada yang melihatnya selain Pak satpam, Taufik juga tidak keluar dari mobil. Bagaimana Mila bisa mengetahuinya.

"Soalnya kaya bukan mobil Om Mizail," kata Mila sembari mulutnya berusaha menggigit permen bundar dalam mulutnya

"Papa beli mobil baru."

Terpaksa Ananda berbohong, karena tidak ingin menyebarkan pernikahannya. Ananda harus terus menyembunyikan pernikahannya sebelum Ia berpisah dengan Taufik nanti.

Ananda tersenyum senang menunggu hari itu.

"Awww."

Pekikkan Mila membuat Ananda terkaget dari pikirannya.

"Kenapa Mil?"

Ananda segera menoleh kesamping di tempat Mila berada.

"Wiwirku An."

Mila mendekap mulutnya sehingga menghasilkan suara yang tidak jelas.

"Bibirmu kenapa Mel?"

Ananda membuka tangan Mila yang masih tetap menutup mulutnya.

"Astaga Mel, bibirmu berdarah. Kita ke UKS."

Ananda mengantar Mila ke UKS dan segera di periksa oleh petugas UKS.

~~~~

"Kok bisa luka sih Mel bibirmu itu?"

Saat ini mereka sudah keluar dari UKS dan kembali ke dalam kelas.

Kebetulan Gurunya berhalangan hadir, jadi mereka tidak tertinggal pelajaran.

"Ini karena permenmu itu tau!"

Kesal Mila sambil meringis merasakan sakit pada bibirnya saat berbicara.

"Kok jadi karena permenku sih!"

Ananda tidak terima permen pemberiannya disalahkan. Apa kaitannya coba?

"Iya! Ini gara-gara aku gigit permen sialan itu! Awww."

Mila meringis lagi karena marah-marah tidak jelas. Sudah tahu bibirnya sakit, masih juga menggerakkan bibirnya dengan cepat.

"Kalau gitu, permenku tidak salah. Mulutmu aja tuh, yang nggak bisa tenang makan permennya."

Dasar Mila! Dia sendiri yang salah malah menyalahkan permen yang tidak tahu apa-apa.

"Tap_ awww."

Ananda menjitak bibir Mila yang terluka membuat Mila kembali meringis.

"Sakit kan? Kalau tau sakit nggak usah banyak gerakin dulu. Nanti kalau bibirmu nggak sembuh! Mau? Bibirnya gitu terus?"

Mila hanya menggeleng sebagai jawaban, ia tidak ingin kecantikan dari pesona bibirnya menghilang.

Jangan tanya kenapa bibirnya sangat mempesona!

Karena banyak yang bilang senyum Mila itu amat cantik.

~~~~~

"Assalamualaikum."

Terdengar seseorang memberi salam sembari suara bel yang berbunyi.

Karena kebetulan Ananda lewat dekat pintu, akhirnya dia bisa mendengar salam tersebut.

"Waalaikumussalam."

Ananda membuka pintu tersebut menampakkan seorang wanita dengan seorang pria yang lebih muda dari wanita tersebut.

Sekilas Ananda dapat melihat pria tersebut hampir sama dengan wajah Taufik walau tidak sama persis dan masih dapat dilihat perbedaannya.

"Maaf, cari siapa ya?"

Wanita yang berumur 62 tahun itu tersenyum mendengar pertanyaan Ananda.

"Saya Sofia dan ini anak sulung saya Damar."

Wanita yang bernama Sofia itu memperkenalkan diri beserta pria di sampingnya.

Sepertinya Ananda tidak asing dan pernah mendengar nama tersebut, tapi Ananda lupa tepatnya kapan dan di siapa. Entahlah.

"Ada perlu apa ya? Maaf kalau mau mencari suami saya, beliau belum pulang."

Tutur Ananda.

"Saya mau bertemu dengan menantu saya."

Kata wanita tersebut sambil tersenyum melihat Ananda yang nampak bingung.

"Memangnya menantu nenek tinggal di sini?"

"Iya, namanya Ananda."

Sufia tersenyum geli mendapat panggilan nenek dari menantunya. Begitupun Damar yang mendekap mulutnya berusaha menahan tawa.

Ananda mulai sadar, apa mungkin?

Dua orang di depannya ini adalah Ibu dan Kakak Taufik.

Ananda baru ingat, Amel yang pernah menyebutkan nama Sufia dan Damar.

Mereka tidak bisa hadir dihari pernikahan 3 minggu lalu karena ada masalah perusahaan yang harus segera ditangani di Malaysia.

"Maaf sebelumnya, apa nenek ini ibu Om Taufik?"

Damar tertawa lepas mendengar sebutan Taufik dari istrinya.

Sebenarnya Sufiapun ingin tertawa tapi berusaha menahannya dan menyenggol lengan putranya agar mengkentikan tawanya.

"Iya. Maafkan Damar yaa, Tidak usah hiraukan dia. Apa kita akan terus berdiri disini."

Ananda baru tersadar, harusnya Ia mempersilahkan mereka masuk dari tadi.

"Eh iya, mari silahkan masuk."

Hahahahh ....

Taufik mempercepat langkahnya mendengar tawa yang menggema saat memasuki rumah.

Kakinya melangkah dengan lebar secara bergantian menuju ruang kelurga, dilihatnya di sana Ibu, saudara laki-lakinya serta istri kecilnya tengah bercengkrama riang tanpa menyadari kehadirannya.

Entah apa yang mereka perbincangkan sampai membuat mereka terlena seperti itu.

"Baru pulang Nak? Sini."

Sufia menepuk sofa di sebelahnya yang kosong saat menyadari keberadaan Taufik, meminta Taufik agar duduk di samping kirinya, sedangkan samping kanannya sudah di duduki oleh Ananda.

Ananda mengalihkan pandangannya pada orang yang dimaksud oleh Sufia.

"Om!"

Ananda segera bangkit dan berjalan untuk mengecup punggung tangan Taufik. Taufik, hanya mengacak rambut Ananda membuat pemilik rambut kesal.

"Ih, Om! Rambut Anna jadi kusut."

Taufik tidak menghiraukan kekesalan Ananda dan beralih memenuhi panggilan Sufia dan duduk di sampingnya. Ia menyapanya dan juga Damar yang juga ada di sana.

"Kalian membicarakan apa sampai ketawa kaya tadi?" tanya Taufik pada Sufia. Dan mendengar tawaan dari sampingnya, yaitu Ananda yang tertawa lucu mengingat ucapan Sufia tadi sebelum Taufik muncul.

Taufik memutar kepala melihat Ananda yang tertawa tanpa sebab.

"Kenapa?" tanya Taufik bingung dengan Ananda yang tiba-tiba tertawa.

"Om lucu ya pas kecil?"

Taufik melihat Sufia dan Damar mergantian setelah mendengar ucapan Ananda. Sudah pasti kedua orang ini mengatakan hal yang tidak-tidak.

"Kalian bicara apa pada Ananda."

Tatapan Taufik menajam pada Sufia terutama Damar.

"Ibu yang bocorin, Aku tidak tahu-menahu."

Dengan cepat Damar mengangkat kedua tangannya di udara, mencoba menyelamatkan diri dari Taufik yang sudah besar namun memberikannya tatapan tajam hanya karena hal sepele.

"Bu!"

Sufia hanya tertawa melihat kekesalan putranya.

Lucu rasanya melihat anak-anaknya yang sudah ber umur namun masih merengek seperti ini.

"Kenapa?"

Sufia bertanya seolah tak berdosa setelah menertawakan putranya.

Mereka tidak tahu saja.

Taufik sangat malu membayangkan apa yang sudah mereka katakan kepada istri kecilnya Ananda.

Mengingat dulu Sufia juga pernah mengatakan hal yang tidak-tidak pada istri dipernikahan pertamanya.

~~~~~~

"Benaran Om?" tanya Ananda pada Taufik.

"Apanya?"

Apa yang dimaksud oleh istri belianya ini?

"Om pernah kencing di celana karena nangis minta es kream?"

Mata Taufik membulat mendengar pertanyaan memalukan dari Ananda. Sudah pasti hal memalukan itu dari Damar datangnya.

Ya. Taufik pernah mengalami hal memalukan itu saat ber umur 7 tahun, saat itu Ia jalan bersama Damar, dan Damar membeli es criam di taman tanpa membaginya, sebenarnya bukan tidak mau membagi pada Taufik tapi Damar sengaja menggodanya, dan terjadilah 3 aliran secara bersamaan di depan beberapa orang lainnya selain Damar.

"Emm_ itu, hanya cerita bohong, tidak benar."

Dasar Damar sialan.

Mau ditaruh dimana harga diri Taufik jika Ia membenarkan partanyaan Ananda.

Ditambah perbedaan umur mereka yang semakin membuat Taufik marah pada saudaranya itu.

Awas saja nanti!

"Om bohong ya? Kok jawabnya gugup gitu. Ngaku aja Om."

Ananda semakin gentar mengejek Taufik.

Sepertinya Ananda melupakan hal penting, bahwa mengejek suami sendiri itu dosa besar.

Tapi sangat asik bila melakukan dosa itu, membuat Ananda ingin menambah yang lainnya lagi.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel