Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

9. Shocked

Davin berdiri tegak di depan cermin. Memandang pantulan dirinya sendiri yang tampak mengesankan dalam balutan tuxedo hitam dan dasi kupu-kupunya. Rambutnya baru saja selesai di-stylish bergaya undercut, mirip seorang penyanyi kenamaan Hollywood, Justin Timberlake.

"Wow! You look so great!" puji Chintya. Wanita berusia 35-an, seorang stylish dan penata busana yang biasa dipakai oleh Shelyn dalam setiap acara atau kegiatan penting.

Shelyn yang berdiri di belakangnya ikut memandang kagum saat Davin berbalik ke arahnya. Shelyn sendiri mengenakan gaun pendek berbahan satin brukat warna putih dengan potongan dada rendah dan sepatu heels. Kakinya yang jenjang terlihat sangat menggoda dari balik gaunnya tersebut. Shelyn memang sengaja berpenampilan sexy untuk menarik perhatian. Pastinya banyak wartawan yang akan hadir di pesta ulang tahun Elisa yang ke-21 malam ini.

"Thank you, Madam untuk malam ini," kata Shelyn pada Chintya.

Chintya tersenyum ramah, membereskan alat-alat make-up dibantu oleh asistennya. "Your welcome, Darling! Madam pulang dulu, ya. Enjoy your party tonight!"

Sebelum berjalan keluar, wanita itu mencubit pipi Davin dengan gemas. "Kamu cakep banget sih. Kalo Madam punya anak perempuan pasti udah Madam jodohin sama kamu.”

Davin hanya tersenyum tipis, sementara Shelyn cemberut mendengarnya.

"Jangan, Madam! Ini barang langka. Jangan dijodohin sama siapa-siapa.”

Chintya tergelak. "Shelyn, kamu beruntung bisa punya bodyguard setampan ini. Nanti kalau dia sudah nggak bekerja sama kamu lagi, kasih ke Madam, ya?"

Bibir Shelyn semakin manyun mendengar ucapan Chintya. Wanita itu tahu bahwa Shelyn pasti sangat menyukai Davin.

"Ya sudah, sampai ketemu lagi. Bye!" Chintya berjalan keluar dari ruang make-up seraya mengedipkan mata pada Davin.

"Ih, ganjen banget sih Madam!" gerutu Shelyn ketika wanita itu sudah menghilang dari balik pintu. Dia mengambil tas kecilnya yang tergeletak di atas meja, lalu menggandeng Davin untuk segera pergi.

Davin terkejut ketika Shelyn tiba-tiba memilih untuk duduk di depan bukan di belakang seperti biasanya.

"Nona, kenapa duduk di depan?"

"Nggak pa-pa kok. Males aja duduk di belakang. Mulai sekarang aku duduk di depan, ya sama kamu,” kata Shelyn, lalu memasang sabuk pengamannya dengan cepat.

Davin terdiam sejenak, kemudian ikut masuk ke mobil. Dia merasa sedikit canggung karena Shelyn duduk di sampingnya.

"Apa ada yang aneh? Kok kamu mandang aku begitu?" Shelyn membuyarkan lamunan Davin saat cowok itu sedang menatapnya.

Davin segera membuang pandangannya, lalu menjalankan mobil menuju tempat pesta. Shelyn meraih cermin kecil di dalam tas kecil yang dibawanya. Gadis itu memperhatikan wajahnya dengan seksama di cermin, takut kalau-kalau ada yang salah pada riasannya.

"Kamu cantik kok ...." Davin bergumam pelan, membuat Shelyn tersipu.

Gadis itu memasukan kembali cermin ke dalam tas, lalu menyelipkan rambutnya ke belakang telinga dengan gaya kalem. Entah itu hanya sekedar pujian atau memang perkataan jujur, ia begitu senang mendengarnya. Selama ini Davin adalah sosok yang tak banyak bicara. Ia selalu berbicara seperlunya dan Shelyn suka dengan sifatnya yang cool seperti itu.

Jalan raya di malam minggu ini begitu padat merayap. Beberapa pengamen dan penjual minuman berlalu lalang di setiap perempatan lampu merah. Shelyn menyalakan musik pada CD player mobilnya. Suara merdu Charlie Puth mengalun sendu dalam lagunya yang berjudul Dangerously.

"Besok aku mau pergi sama Bara. Kamu udah tahu, 'kan?" kata Shelyn.

Davin mengangguk. "Iya, Nona. Apa saya perlu ikut mengawal Nona?"

"Nggak usah. Besok kamu bisa libur. Bara pengen ngajak aku berdua aja." Shelyn mengamati wajah Davin, berharap cowok itu menunjukan ekspresi cemburu atau sedih. Namun, ternyata hanya ekspresi datar yang didapatinya.

"Oke, Nona." Davin mengangguk, lalu memarkirkan mobil ke sebuah rumah mewah yang sudah ramai oleh para tamu yang datang.

Mereka sudah sampai di kediaman Elisa. Suasana meriah menyambut kedatangan mereka. Seperti yang diperkirakan Shelyn bahwa wartawan sudah berkerumun di halaman depan untuk mewawancarai para tamu yang sebagian adalah model dan artis terkenal.

Davin turun dari mobil, lalu membukakan pintu untuk Shelyn. Gadis itu segera keluar dari dalam dengan gaya yang sangat anggun. Ia menggandeng Davin berjalan perlahan ke dalam rumah. Para wartawan terlihat sudah menantinya sejak tadi.

Pĕrtanyaan-pertanyaan seputar hubungan buruknya dengan Elisa langsung terlontar dari mulut pewarta berita tersebut. Shelyn tidak bicara apa-apa, ia merasa risih dengan berondongan pertanyaan-pertanyaan yang mengusik ranah pribadinya itu. Bahkan, Davin ikut kewalahan menjauhkan para wartawan tersebut dari Shelyn.

Mereka berdua menarik napas lega begitu berhasil masuk ke dalam rumah dan terlepas dari kerumunan tersebut.

Rara dan Poppy yang sudah lebih dulu datang, langsung menghampiri Shelyn dengan antusias. Rara mengenakan dress brukat abu-abu berlengan panjang, rambutnya yang pendek sebahu diberi aksesoris jepit tiara kecil yang membuat penampilannya semakin manis. Sementara Poppy mengenakan setelan jumpsuit, membuat penampilannya terlihat casual.

Kedua gadis itu menatap shelyn dan Davin bergantian, merasa kagum pada penampilan Davin yang tampan dan Shelyn yang sexy menawan.

"Vin, lo keren banget!" puji Rara pada Davin yang dibalas dengan senyuman oleh cowok itu.

"Gue yakin pasti si Elisa bakal nggak berkedip liat lo berdua. Apalagi liat Davin," sambung Poppy sambil cekikikan.

Shelyn balas tertawa geli. Mereka pun berjalan masuk ke halaman belakang rumah karena di sanalah tempat pesta diadakan.

Saat Shelyn dan Davin masuk, semua orang menatap ke arah mereka. Ada yang terkesima dan ada yang berbisik-bisik lirih. Shelyn menggandeng Davin dengan bangga, lalu menunjukannya di depan Elisa yang kala itu duduk di sebuah kursi sedang terperangah memandang ke arahnya dan Davin.

"Hai! Happy Birthday!" ucap Shelyn riang, menyerahkan sebuah kado kecil pada Elisa. Isinya adalah sebuah jam tangan merk terkenal. Ia memang sengaja membeli kado yang mahal untuk Elisa agar tidak ditertawakan jika memberi hadiah yang biasa saja.

Rara dan Poppy ikut menyerahkan kado mereka. Elisa menerimanya, matanya tak lepas memandang Davin dengan penuh minat.

"Thanks!" ucapnya, tersenyum pada Davin. Bola matanya berbinar. Davin diam saja tak membalas senyumnya. "Dia siapa? Apa bener ini bodyguard lo?"

Shelyn tersenyum penuh bangga. "Iya dong!"

Elisa mengulurkan tangannya hendak berkenalan pada Davin, tapi Shelyn segera menepisnya.

"Hei, gue cuma pengen tau namanya. Masa nggak boleh?" protesnya.

"Sori ... gue gak mau kejadian Mikho terulang."

"Lho, ini kan cuma bodyguard. Dia bukan pacar lo 'kan?"

"Walau bukan pacar, tapi dia milik gue. Lo nggak boleh sentuh dia!" Shelyn mengingatkan. “Lagian, lo kan udah punya bodyguard sendiri.”

Elisa mencibir. Tiba-tiba Mikho muncul menghampiri mereka. Ia terkejut ada Shelyn yang juga hadir bersama Davin.

"Hai, Shel!" sapanya kikuk dan melirik Davin sinis.

Shelyn cuma memutar bola mata tanpa membalas sapaannya. Mikho menatap Shelyn dari ujung kaki sampai ujung rambut, nampak sekali ada pikiran mesum yang tersirat dari kedua bola matanya. Davin bisa membaca pikiran cowok bertubuh tegap itu.

"Ayo, kita ke sana!" ajak Poppy pada Shelyn dan Rara, merasa jengah dengan kehadiran Mikho.

Mereka segera berlalu menuju tempat prasmanan. Mikho meneguk habis wine yang ada di gelas di atas meja, menatap nanar pada Shelyn yang berdiri sedang mengambil beberapa potong kue di sana. Davin terlihat melempar tatapan tajam ke arahnya dan Mikho segera membuang muka.

"Babe ... babe ...!" Ia memanggil Elisa dengan kesal. Gadis itu tengah memperhatikan Davin sampai tidak mendengar panggilannya. "Elisa!"

"Apaan sih?" Elisa menjawab ketus. Sebal karena kehadiran Mikho merusak suasana hatinya. Entah kenapa ia jadi kehilangan minatnya pada cowok itu sejak melihat Davin.

Mikho mendengus, berlalu begitu saja meninggalkan Elisa dengan hati geram. Elisa sendiri acuh dengan kepergiannya. Ia sibuk mengamati Davin sambil menyambut tamu-tamu yang hadir saat ini.

Davin berdiri diam di belakang Shelyn, Rara dan Poppy. Beberapa cowok yang berdiri di dekat mereka, berbisik-bisik sambil mengamati tubuh Shelyn yang mengenakan mini dress. Davin melototi para cowok mesum itu dengan tatapan marah. Dia bisa mendengar celotehan mereka tentang Shelyn yang membuat telinganya panas.

"Aku mau ke toilet dulu, ya." Shelyn memberitahu Davin tiba-tiba. Davin pun mengikuti gadis itu berjalam di belakangnya.

Sepanjang perjalanan mereka menuju toilet, cowok-cowok sontak memperhatikan Shelyn dengan tatapan nakal dan kagum. Davin bisa membaca pikiran sebagian besar para cowok itu. Gaun yang dipakai Shelyn memang sexy sekali. Menonjolkan bentuk lekuk tubuh serta kaki jenjangnya yang mulus dan putih. Davin merasa heran kenapa para gadis suka sekali memakai pakaian terbuka hanya karena ingin menarik perhatian.

Shelyn segera masuk ke dalam begitu tiba di toilet. Davin menunggu di luar sambil menatap ke sekeliling. Beberapa cewek yang lewat melambai padanya dan menebar senyum genit kala Davin membalas tatapan mereka. Ia diam saja, berdiri menyandarkan tubuh jangkungnya ke tembok.

Ponselnya tiba-tiba berbunyi. Nama Pak Mathias muncul dilayar. Ia segera menjawab panggilan itu, kemudian berjalan menjauh dari toilet agar Shelyn tak mendengar percakapan mereka.

Shelyn membasuh tangan di wastafel sambil menatap pantulan dirinya di depan cermin besar yang terpasang di dinding. Ia merasa puas bisa menunjukan pada Elisa bahwa ia memiliki Davin sekarang. Elisa pasti sudah tidak tertarik lagi pada Mikho ketika melihat Davin.

Setelah itu, ia berjalan menuju pintu dan membukanya. Rupanya Davin tak ada di sana. Gadis itu celingak-celinguk mengedarkan pandangan mencari keberadaan Davin. Mungkin Davin sudah berada di halaman belakang, pikirnya, karena terdengar dari kejauhan acara ulang tahun sudah dimulai. Para tamu sedang menyanyikan lagu happy birthday dan bertepuk tangan diiringi musik yang memekakan telinga.

Shelyn merapikan gaunnya, lalu berjalan pelan untuk kembali ke halaman belakang. Tiba-tiba Mikho muncul dari balik tembok dengan tatapan jahat. Shelyn merasa bergidik kala melihatnya. Cepat-cepat ia membuang muka dan memasang gestur tak acuh seraya meneruskan langkah. Namun, Mikho tak tinggal diam dan langsung menarik tangan Shelyn yang lewat di sisinya.

"Mau ke mana?" Cowok itu bertanya. Suaranya terdengar parau dan napasnya bau alkohol.

Shelyn mencoba melepaskan pegangan cowok itu, tapi cengkraman Mikho sangat kuat. "Lepasin gue!"

Mikho mendengus. Sebuah niat jahat muncul di pikirannya. Dia menarik paksa Shelyn masuk ke dalam toilet dan mengempaskan tubuh gadis itu ke tembok.

"Mau apa lo!" Shelyn berteriak marah, berusaha melepaskan diri dari cengkraman Mikho.

"Ssttt ... nanti banyak yang denger kita, Babe!" Mikho menempelkan jari telunjuknya ke bibir Shelyn seraya tertawa jahat. Matanya berkilat memandangi tubuh gadis itu dari atas ke bawah.

Shelyn merinding. Mikho pasti ingin berbuat jahat padanya. "Lo udah gila ya, Mik! Mau ngapain sih lo? Lepasin gue!"

"Nggak usah jual mahal lah! Kemarin lo masih ngejar-ngejar gue, sekarang pake pura-pura nggak mau lagi lo!" Cowok itu kemudian berbisik di telinganya, "Ayo, kita habiskan malam ini bersama ...."

Shelyn mendorong paksa tubuh Mikho yang semakin menekan tubuhnya ke tembok. Cowok itu bergeming, lalu tertawa mengejek karena Shelyn tidak bisa melepaskan diri. Ia mendekatkan wajahnya berusaha mencium gadis itu, tapi Shelyn berhasil berkelit.

"TOLONG! DAVIN! TOLONGIN GUE!" Shelyn berteriak sekuat tenaga. Sementara Mikho semakin beringas berusaha mencium dan menggerayangi tubuhnya yang tak berdaya.

Pintu toilet mendadak terbuka. Davin muncul dan langsung menghajar Mikho yang sedang kesetanan. Shelyn terpekik ketika Mikho ingin balas menendang Davin, tetapi tak berhasil. Davin menarik kerah baju Mikho dengan geram, lalu meninju wajahnya berkali-kali hingga babak belur.

"Jangan ganggu Nona Shelyn lagi kalo lo masih mau hidup! Dasar cowok brengsek!" Davin mengempaskan tubuh Mikho ke lantai.

Shelyn menutup mulutnya dengan tangan. Merasa ngeri atas apa yang terjadi barusan. Davin terlihat marah sekali. Cowok itu memeluk Shelyn ketika gadis itu menangis ketakutan. Orang-orang tahu-tahu berkerumun di depan pintu termasuk Elisa, Rara dan Poppy yang menyaksikan kejadian itu dengan terbalalak kaget. Nampaknya, mereka mendengar teriakan Shelyn dan berhamburan kemari.

Davin membuka jas hitamnya, lantas memakaikan ke tubuh Shelyn agar lebih tertutup. Lalu, menggandeng tangan gadis itu keluar dari toilet menuju mobil yang terparkir di halaman depan untuk segera pulang. Para wartawan yang masih hadir segera mengejar mereka saat keduanya muncul untuk bertanya apa yang terjadi.

Shelyn diam saja tak menjawab sepatah kata pun lantaran masih shock. Ia terduduk lemas dalam mobil. Davin membantunya memakaikan sabuk pengaman dan segera menjalankan mobil meninggalkan rumah itu.

"Maafkan saya, Nona. Tadi saya ada telepon penting, jadi harus meninggalkan Nona sebentar. Kalau saja tadi saya nggak pergi ...," ucap Davin merasa bersalah.

"Nggak, Vin ... Makasih kamu udah nolongin aku ...," kata Shelyn dengan suara bergetar. Wajahnya pucat seputih kertas, matanya sembab karena habis menangis.

Davin menghentikan laju mobilnya di sebuah minimarket. Ia membeli sebotol air mineral dan memberikannya pada Shelyn agar gadis itu bisa sedikit lebih tenang.

Shelyn meneguk air tersebut hingga tersisa separuh. Lalu, duduk menyandar pada jok mobil sambil terisak. Bayangan Mikho yang sedang tersenyum jahat berkelebat di benaknya. Gadis itu bergidik, merasa jijik. Tak menyangka Mikho bisa melakukan hal yang sangat tidak bermoral seperti itu.

Davin masuk kembali ke dalam mobil, menatap Shelyn dengan khawatir. Gadis itu hendak mengembalikan jas hitamnya, tapi Davin melarangnya.

"Pakai saja untuk Nona. Lain kali berpakaian yang lebih sopan. Jangan terlalu terbuka,” katanya sambil menjalankan mobil.

Shelyn memandang pakaiannya yang memang agak terbuka. Ia jadi merasa tidak enak sendiri.

"Thanks ya, Vin. Aku beruntung bisa punya kamu."

"Nggak apa-apa, Nona. Itu sudah tugas saya menjaga nona. Carilah laki-laki yang baik jika ingin berpacaran, Nona.”

Shelyn tertunduk. Rasa sesal tumbuh dihatinya karena dulu pernah berpacaran dengan cowok sial bernama Mikho itu. Kenapa Mikho bisa tega berbuat seperti itu padanya? Ia sama sekali tidak habis pikir.

"Andai yang jadi cowok aku itu adalah kamu, Vin," gumamnya lirih sambil memandang keluar jendela.

Davin mengerutkan alis karena tak mendengar ucapan Shelyn tadi. "Kenapa, Nona?"

"Nevermind." Shelyn bergumam pelan, menatap nanar pada lampu-lampu yang berpendar indah sepanjang jalan.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel