Sabar
Cinta diawali dari getaran yang merambat melalui aliran darah, memberikan efek kejut dan berdesir secara tiba-tiba. Mengantarkan senyawa bergejolak ke dalam rongga hati mengakibatkan gemuruh serta pemicu jantung berdetak melebihi batas normal.
-Teori absurd Reya-
"Apakah ion Na isoelektron dengan F-? Jika iya, mengapa? Jika tidak, mengapa?" Reya membaca soal kimia yang tengah ia kerjakan. "Lah, mana gue tahu Bambang. Lagian ngasih soal ribet banget sih, kenapa gak pake pilihan abcd aja biar gue bisa menyilang indah. Kalau gini, mana bisa mengarang indah. Arrrghh!" komentar Reya, saking kesalnya sejak tadi tak ada satu pun soal yang bisa ia kerjakan.
Reya menjedotkan kepalanya ke buku berulang kali, frustasi. Selama ini Reya memang tidak pernah belajar, ia juga jarang memperhatikan guru saat menjelaskan, makanya Reya sama sekali tak paham tentang pelajaran. Jangankan paham, terkadang ia juga tidak mau tahu.
"Udah ah, bodo amat. Gak usah gue kerjain aja, dari pada kepala gue jadi botak," gerutu Reya, ia membanting bolpoin dan mengambil ponsel yang ada di depannya.
Ia masuk ke obrolan grup, di mana chat sudah bertumpuk karena memang dari sore tidak Reya buka. Ia langsung bergabung ketika Mail mengirimkan sebuah pesan yang membuat emosinya mendidih.
BREAKING news
Ternyata oh ternyata, si betina burik kutukupret ponakannya mrs. Sadako
Ichi
Serius lo?
Rembo
Jangan ngadi-ngadi lo, Ismail bin Mail.
Upin
Pitnes gak tuh? Inget Il, pitnes lebih kejam dari pembunuhan.
Ipin
Betul, betul, betul.
Serius, demi gak kaleng-kaleng. Gue denger sendiri tadi siang.
Reya
Rika maksud lo?
Iya, siapa lagi kalau bukan si betina burik, pacarnya Rembo.
Ipin
Betul, betul, betul.
Rembo
Najis!
Gue santet lo, asal ngejeplak tuh mulut.
Mana mulut, orang gue ngetik pake jari. Wkwkw ?
Rembo
Santet terkirim, tanpa biaya ongkir tambahan. Langsung COD di tempat.
Ichi
Gak jelas lo semua ?
Reya
Gue kira apaan, gak penting banget.
Penting lah Reya, asal lo tahu aja. Jadi si mrs. Sadako tuh ternyata tantenya si Rika, gara-gara dia juga lo diskors. Emang lo kira siapa yang ngomporin kepala sekolah kalau bukan dia, gue denger sendiri tadi si Rika ngomong di kamar mandi. Makanya tuh betina kaga ikutan diskors.
Rembo
Wah jadi lo ngintipin si betina sampai kamar mandi.
Cek, cek, cek.
Kalau demen bilang bos, jangan gue dijadiin tumbal.
Upin
Wah si Mail, bahaya.
Ichi
Mail mesum ? bintitan ntar tuh mata.
Ipin
Betul, betul, betul.
Reya mengepalkan tangannya, jadi ini persekongkolan mereka? Emosinya tersulut, ia tak terima diperlakukan seperti ini. Lihat saja, Reya akan membuat perhitungan besok.
Baru saja Reya akan mengetikkan balasan di grup, tiba-tiba Gavin merebut ponselnya.
"Gavin!" Reya melotot. "Balikin!"
"Gak." Gavin mengangkat tangannya ketika Reya ingin merebut ponselnya kembali.
"Gavin, balikin gak," rengek Reya. Tangannya menggapai-gapai tangan Gavin, namun tak sampai karena tinggi badannya yang tak sepadan dengan Gavin yang lebih tinggi darinya.
"Emang PR lo dah selasai?" tanya Gavin.
Reya menggeleng pelan.
"Terus ngapain lo mainan HP?"
"Gue stress, gue butuh hiburan. Bisa gila gue mikir soal kimia yang gak ketemu jawabannya," jawab Reya.
Gavin menghela napas panjang, kemudian menarik lengan Reya, menyuruhnya duduk kembali ke kursi.
"Mana yang gak bisa?" Gavin menarik kursi ke samping Reya.
"Semua," ucap Reya, menunjukkan soal kimia yang belum dibikin satu pun.
Gavin mengembuskan napas kasar, berusaha sabar menghadapi Reya. Ia tidak mau darah tingginya naik karena terus-terusan emosi.
"Perhatiin." Gavin mengambil alih bolpoin dari tangan Reya, ia mulai menuliskan jawabannya di buku sambil menjelaskan. "Jadi jawabannya iya, karena mempunyai konfigurasi elektron sama.
"Ion Na , elektron =11-1= 10. Sementara ion F-, elektron = 9 1= 10. Oleh karena itu konfigurasi elektronnya sama = 2 8. Sampai sini paham?" Gavin menoleh karena Reya tidak menyahut.
Reya sendiri malah melamun sambil bertopang dagu, memperhatikan wajah Gavin yang menyita perhatian. Jadi sejak tadi Reya sama sekali tidak mendengarkan Gavin.
"Woy, kentang." Gavin menyentil kening Reya saking kesalnya karena diabaikan, padahal ia sudah capek-capek menjelaskan.
"Aduh, sakit," pekik Reya, mengusap-usap keningnya. "Apaan si lo, gak jelas banget."
"Lo yang gak jelas, udah gue jelasin panjang lebar malah ngelamun. Gue tahu kalau wajah gue tuh ganteng, tapi gak perlu lo liatin ampe segitunya juga kali. Kenapa lo suka sama gue?"
Reya melotot, ia tidak salah dengarkan?
Dirinya suka sama Gavin?
Gak mungkin!
"Gue?" Tunjuk Reya pada dirinya sendiri, "Suka sama lo? Wah jangan ngadi-ngadi lo. Gak sudi, No way!"
"Oh, ya?" Gavin maju ke depan Reya, mempersempit jarak diantara keduanya. "Yakin?"
"Ya ... ya-kin kok!" Reya gelagapan, tubuhnya meremang ketika tanpa sengaja tangan Gavin menyenggol lengannya. Memberikan efek sengatan, seolah darahnya dialiri listrik. Ditambah efek kejut yang membuat dadanya berdebar tak karuan.
Please, gue kenapa si?
Gavin mendengus, menjauhkan tubuhnya dari Reya. "Lihat saja nanti, cepet atau lambat lo bakalan suka sama gue."
"Gak akan, gak akan, gak akan!" Reya memalingkan wajahnya.
"Masa?" cibir Gavin.
"Eh, dengerin ya. Gavindra Pradipta, cowok narsis yang bawelnya ngalahin suara tukang tahu bulat. Asal lo tahu aja, gue Reyana Stronghold gak akan mungkin suka sama cowok ngeselin kaya lo!"
Tiba-tiba suara guntur menyambar, kilatnya masuk ke kamar Reya. Seketika Reya memeluk Gavin saking kagetnya. Ditambah ia memang takut dengan suara petir yang menggelegar.
Gavin tertegun, terdiam beberapa detik akibat reaksi tubuhnya saat bersentuhan dengan Reya. Jantungnya tiba-tiba berdetak tak karuan ketika Reya semakin erat memeluknya. Beruntung Gavin dapat mengendalikan dirinya kembali, sebelum Reya menyadari betapa deg-degannya Gavin barusan.
"Katanya gak suka, tapi kok meluk-meluk," celetuk Gavin.
Reya yang tersadar lantas melepaskan pelukannya dan segera menjauhkan diri dari Gavin. Reya merutuki dirinya sendiri. Bisa-bisanya ia memeluk Gavin, yang ada Gavin bisa besar kepala jadinya.
"Jadi ... lo suka sama gue?" goda Gavin. Entah kenapa ia suka saja kalau memancing kekesalan Reya, lucu.
"Gak!"
"Boong."
"Gue bilang gak, ya gak!"
"Ah, masa?"
"GAVINDRA PRADIPTA!!!" hardik Reya.
"Iya, baby."
Reya melongo, matanya melotot.
Dasar sinting!
"KELUAR LO!" usir Reya.
"Jangan dong, baby."
"KELUAR!!" Reya menyeret Gavin dari duduknya, lalu mendorong tubuh Gavin keluar dari kamarnya. "Minggat lo, jauh-jauh dari gue!" Reya membanting pintu, menguncinya dari dalam.
Terdengar suara tawa Gavin dari luar kamarnya. Cowok itu masih terus memanggil Reya dengan panggilan baby. Hal itu jelas memicu detak jantung Reya semakin berdetak tak karuan.
"Gavin nyebelin, gak ada ahlak!" Reya memegangi dadanya yang masih berdebar. "Kok gue deg-degan ya," gumamnya. "Jangan-jangan gue sakit jantung."
-------
Gavin melirik Reya yang duduk di sampingnya, Reya memiringkan tubuhnya menghadap ke jendela mobil. Sejak pagi, Reya memang terlihat menghindari Gavin. Bahkan saat di meja makan Reya terus menundukkan kepala tak berani menatap Gavin. Setiap kali tanpa sengaja mereka bersitatap, dengan cepat Reya akan memutus kontak mata lebih dulu.
Ada apa dengan Reya?
Gavin bertanya-tanya, pasalnya sikap Reya sangat aneh. Gak mungkin kan kalau Reya mulai baper gara-gara kejadian semalam?
Bagaimana kalau iya?
Terus Gavin sendiri?
Gavin sendiri tidak tahu, ia juga bingung dengan perasaannya yang tak karuan. Dibilang suka juga gak, dibilang benci juga gak. Tapi bayang-bayang Reya terus mengusik pikirannya sejak semalam. Emang kampret, kalau dipikir-pikir justru Gavin sendiri yang mulai baper.
Mobil Gavin berhenti di parkiran, Reya segera turun tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Namun suara Gavin berhasil menginterupsinya, mengurungkan Reya yang akan menutup pintu mobil.
Reya menoleh, menatap Gavin dengan ekspresi datar. Walaupun sejujurnya Reya sedang menahan gugup, tangannya saja sampai gemetar.
Ditatap seperti itu oleh Reya, membuat Gavin jadi salah tingkah. Ia jadi bingung sendiri, kenapa manggil Reya barusan. Gavin saja tidak tahu mau bicara apa, ia tampak berpikir sejenak.
"Jangan bikin ulah," ucap Gavin pada akhirnya.
What?
Cuma mau ngomong gitu doang? Batin Reya kesal.
Reya tak menyahut, ia membanting pintu mobil dengan kasar dan pergi begitu saja.
"Dasar cewek aneh, tengil, ngeselin, tapi gemesin ... eh." Gavin memukul mulutnya pelan, merutuki ucapannya barusan. Kampret emang!
Reya berjalan di sepanjang koridor, semua murid menatapnya dengan tatapan aneh, tak seperti biasanya. Entah apa yang mereka bicarakan, tapi Reya merasa jika dirinya tengah dijadikan bahan gibah.
Langkahnya memelan ketika melihat sosok yang paling ia benci saat ini, Rika tengah berdiri di dekat tangga bersama teman-temannya. Melihat Rika menatap sinis ke arahnya, jelas membuat Reya kesal bukan main. Tapi ia berusaha agar tidak terpancing emosinya.
"Ciye yang kena skors," celetuk Rika saat Reya melewatinya.
Reya berhenti, menoleh ke Rika. "Lo ngomongin gue?"
"Menurut lo?" Rika tersenyum sinis.
"Kenapa, lo iri ya?" Reya tersenyum meremehkan.
Rika tertawa mendengarnya. "Gue?" Rika menunjuk dirinya, "Iri sama lo?" Kemudian menunjuk Reya. "Gak mungkin lah." Rika kembali tertawa. "Lihat gaes, katanya gue iri sama dia." Teman-teman Rika ikutan tertawa.
"Pede banget njir," sahut temannya.
"Emang dia siapa? Gue gak kenal," timpal yang lain.
"Lo lihat? Mereka aja gak kenal lo, gimana bisa gue iri sama lo? Emang lo siapa? Artis? Anak presiden?" Rika mencemooh Reya.
Reya meremas boneka kelinci yang tergantung di tasnya. Menyalurkan emosi yang menggebu-gebu. Rasanya Reya ingin menerkam Rika saat ini, apalagi kalau ingat chat Michael semalam. Hasrat untuk membinasakan Rika semakin besar.
Reya melangkah maju, tindakannya membuat Rika dan teman-temannya berhenti tertawa. Mereka memasang ekspresi was-was, mengingat kejadian tempo lalu. Rika tampak ketakutan, jujur ia masih trauma.
"Mau apa lo?"
Reya tak menjawab, ia terus melangkah maju. Memangkas jaraknya dengan Rika.
"Jangan macam-macam lo! Gue bisa laporin lo ke---"
"Ke siapa? Tante lo?" sergah Reya.
Rika tampak terkejut, bagaimana Reya tahu kalau bu Siwi itu tantenya.
"Sayangnya gue gak peduli tuh," tukas Reya.
Gavin yang baru saja datang terkejut saat melihat Reya mencengkram bahu Rika. Tak ingin Reya berbuat onar lagi, Gavin pun berteriak. "Reya!"
Baik Reya maupun Rika dan teman-temannya menoleh ke Gavin. Tapi Reya tak menggubrisnya ia kembali menatap Rika. Reya mendekatkan wajahnya ke samping Rika, kemudian membisikkan sesuatu yang membuat Rika tegang seketika.
Reya mendengus geli saat melihat ekspresi Rika. Ia sangat puas karena berhasil membungkam mulut Rika. "Ingat, kunci mulut lo." Reya menarik satu garis lurus di depan bibirnya. "Kalau gak ...." Reya sengaja menjeda ucapannya.
"Kalau gak apa?" tantang Rika, sok berani. Padahal ia sudah gugup gara-gara Reya mengetahui skandalnya.
"Gimana kalau gue kasih tahu ke tante lo? Gue penasaran reaksinya?"
"Lo ...!" Rika sudah akan melayangkan tangannya ke pipi Reya, tapi tangannya tertahan di udara. Rika melotot saat melihat siapa yang menahan tangannya.
"Gavin!" pekik Reya, ketika mendongak dan mendapati Gavin sudah berdiri di belakangnya.
