Pustaka
Bahasa Indonesia

My Husband vs My Past

86.0K · Tamat
Yuwen Aqsa
73
Bab
46.0K
View
9.0
Rating

Ringkasan

Nova, wanita karir yang ditinggalkan oleh Reno(Kekasihnya) setelah berhasil menidurinya. Meninggalkan dengan alasan Nova sudah tidak perawan. Ya, hanya karna tak ada selaput darah, Reno menelantarkan Nova. Move on, itu sulit. Tapi saat dihadapkan dengan Choky, seorang lelaki tampan, CEO dari perusahaan terkemuka. Apakah Nova mampu membuka hatinya? lalu bagaimana dengan Reno yang kembali mengejar Nova? simak kisah Nova disini ya. SUAMIKU vs MASALALUKU.

PresdirRomansaIstriTuan MudaDewasaLove after MarriageKeluargaPernikahan

bab 1

"Yang sabar ya Nov."

"Elo pasti kuat Nov."

"Jangan sedih ya. Masih banyak cowok diluar sana."

**

Seperti itulah yang mereka ucapkan untuk menguatkan hatiku. Ditinggal nikah, aku ditinggalkan orang yang aku pacari selama 4 tahun lamanya. Tanpa alasan, tanpa penjelasan, dia menghilang. Nomor telfonnya tidak lagi aktif, akun sosial media juga tidak aktif.

Entah kemana pacarku itu pergi. Setelah kejadian hari minggu tanggal 24 november itu, dia menghilang.

Sebelumnya, dia datang ke kostku. Membawakanku sepasang cincin emas putih yang sangat cantik. Ada permata kecil di cincin itu.

"Beib, ini buat pertunangan kita ya. Rencanaku 1 bulan lagi, aku akan mengajakmu mengunjungi orangtuaku. Lalu aku akan mengajak orangtuaku untuk melamarmu." Ucap Reno waktu itu.

Reno Subastian, dia lelaki yang sangat sempurna dimataku. Dia tipe cowokku. Postur tubuhnya yang atletis, kulitnya yang putih, rambut lurus, dia juga humoris. Aku menyukai semua yang ada pada dirinya.

Aku sangat bahagia. Senyum merekah diwajahku. Bahkan wajahku terlihat merona saking bahagianya. Dia pakaikan cincin itu dijari manisku. Cantik sekali. Tapi dia lepaskan lagi cincin itu karna itu untuk acara pertunangan kita nanti. Kata dia begitu.

Hari minggu itu, kebetulan kami mengambil libur yang sama. Karna kami memang satu kerjaan, bahkan kami satu stand. Seharian dari pagi sampai sore Reno dikostku. Kami ngobrol-ngobrol bareng dan sedikit bermesra-mesraan. Saat dia pulang, dia meminta sesuatu yang paling berharga dalam diriku. Aku fikir, sebentar lagi kita akan menikah, jadi aku mengiyakannya. Kami melakukan zina itu dikamar kostku. Setelah kejadian itu, dia menghilang.

3 hari tanpa kabar, dan sekarang aku sudah menggenggam selembar undangan berwarna biru ditanganku. -Reno dan Vera- Begitulah sampul depan undangan itu. Aku lempar undangan itu kesembarang arah.

Rasanya seperti ada bom atom yang meledak didalam hatiku. Luluh lantah sudah semua harapanku. Dia memang harapanku. Aku begitu mendambakannya, mencintainya.

**

"Nov, lo yakin mau datang ke nikahannya Reno?" Tanya Lia teman satu kerjaanku, dia juga satu kost denganku. Kamar kost nya ada disebelahku.

"Iya, gw datang."

"Lo nggak apa?"

"Nggak papa. Emang kenapa?"

"Ya, gw khawatir aja." Ucapnya sambil nyengir.

"Elo pikir, gw bakalan ngehancurin pestanya? Gw akan mohon-mohon didepan Reno buat ngebatalin pernikahannya gitu?" Sahutku. Aku sudah tau isi kepala Lia. Semua orang tau aku dekat dengan Reno. "Gw masih waras Lia."

"Ya, syukur deh kalau gitu."

Kuhembuskan nafas kesalku. "Udah ah, lo pergi sana. Gw udah ngantuk pengen tidur." Aku mendorong tubuh Lia untuk keluar dari kamarku.

"Gw akan temenin elo, Nov. Gw nggak mau nanti elo bunuh diri, gantung diri dikamar." Ucapnya, tangannya masih berpeganggan erat dibibir pintu, padahal tubuhnya sudah ada diluar kamar.

"Nggak akan. Gw nggak gila. Udah pergi sana!" Aku tutup pintu kamarku rapat-rapat.

"Janji ya, Nov. Jangan bunuh diri. Elo cukup nangis semalaman aja, ya." Teriaknya dari luar.

Aku langsung merebahkan tubuhku keranjang, kutarik selimut hingga menutupi kepalaku. Aku benamkan kepalaku kebantal.

"Hhuuwaahaha ...." Aku menangis sekencang-kencangnya.

**

Mantan kekasihku

Jangan kau lupakan aku

Bila suatu saat nanti

Kau merindukanku

Datang datang padaku ho hey hey hey

Mantan ....

Suara nada dering telfon diponselku membangunkanku. Bahkan bunyi nyanyian itu hampir satu jam berdering. Dengan sangat malas, mata masih merem, aku raba-raba meja didekat ranjangku. Lalu kuambil ponselku. Asal geser.

"Hallo." Sapaku pada si penelfon. Suaraku yang masih serak-serak khas orang bangun tidur.

"Elo baru bangun? Mau datang ke nikahannya Reno nggak?" Tanya si penelfon.

Aku ucek-ucek mataku, agar bisa dengan jelas melihat tulisan dilayar ponsel. Tertera nama Erik si penelfon. Erik adalah teman satu kerjaan, sekaligus sahabat baiknya Reno.

"Iya datang." Jawabku kemudian.

"Gw jemput ya. Ini gw otw."

"Hah?" Dia bilang mau otw. Jam berapa sekarang. Dilayar ponselku tertulis 09.45. Buru-buru aku masuk kamar mandi untuk membersihkan diri. Mandi sekilat mungkin, lalu berdandan didepan cermin.

Gw akan tampil secantik mungkin. Gw nggak mau kalah cantik sama si pelakor. Setelah selesai merias wajah, aku mengambil dress warna hitam berbahan tile yang tersimpan dilemari. Dress yang baru saja aku beli sebulan yang lalu dengan Reno. Aku mengingat saat dia memilihkannya untukku. Dia mengeluarkan pujiannya saat aku mencobanya. Aahh ingat kenangan lagi. Membuatku hampir meneteskan air mata.

Mantan kekasihku

Jangan kau lupakan aku

Bila suatu saat nanti

Kau merindukanku

Datang datang padaku ho hey hey hey

Mantan ....

Ponselku berdering lagi. Aku ambil ponsel yang ada diatas ranjang. Tertera nama Erik yang sedang menelfon.

"Apa, Rik?" Sapaku.

"Gw udah didepan."

"Iya gw pakai sendal dulu." Lalu kumatikan telfonnya. Aku mengambil hills warna hitam yang lumayan tinggi. Hills pemberian dari Reno sebagai hadiah ulang tahunku yang ke 25 waktu itu. Setelah memakainya, aku kembali bercermin. Aku cantik, bahkan ini sangat cantik. Tapi kenapa Reno memilih menikahi orang lain?

"Nov, ayo. Erik udah didepan." Panggil Lia diluar kamar.

Aku mengambil tasku, lalu membuka pintu. Dia sudah berdiri dengan dandanannya yang sangat cantik.

"Nova, sumpah hari ini elo cantik banget." Pujinya dengan expresinya yang sok kagum.

"Ngejek kan lo!"

"Beneran. Elo cantik banget, dress warna hitam, hills hitam, taspun juga hitam. Elo mau kepesta apa lagi berduka cita?" Ledeknya lalu berlari menjauhiku.

"LIA !!!!!"

**

Beberapa menit berlalu, mobil hitam milik Erik memasuki parkiran hotel bintang 5. Dimana disinilah acara pesta pernikahan Reno dan Vera.

Sejak turun dari mobil sampai didalam pesta, Erik terus menggenggam tanganku. Begitu juga dengan Lia, walau dia bergandengan dengan Dodi pacarnya, dia tetap berdiri disampingku. Mungkin mereka takut aku akan guling-guling dilantai, memohon agar pernikahan mereka dibatalkan atau aku akan mencakar-cakar sang mempelai wanita. Tapi biarlah. Karna aku memang membutuhkan mereka. Mereka benar-benar ada saat aku butuh.

Kami ikut bergabung dengan teman-teman satu perusahaan. Ngobrol-ngobrol bareng, bercanda-canda bareng. Sesekali aku melirik pengantin yang sedang duduk diatas panggung kecil sambil menebar senyum pada setiap tamu undangan yang menatapnya.

Sekarang dia terlihat lebih sempurna, bahkan sangat mempesona, menggunakan setelan jas berwarna putih. Dia sangat tampan.

"Ini." Erik memberikan tissu kearahku.

Aku menatapnya, tapi dia melengos, mengalihakan pandangannya. Enggan menatapku. Aku mengelap ujung mataku. Menggagalkan bulir-bulir bening yang akan menetes merusak riasan wajah cantikku.

"Ayo kita pulang gaes." Ajak Pak Guntur. Kepala meneger dibagian Backoffice.

Semua mengikuti langkah kaki Pak Guntur. Naik keatas panggung dan memberi ucapan selamat pada mempelai. Hatiku tak karuan, bergemuruh sekali didalam sana. Sibuk menyusun kata-kata yang bahkan sangat mudah untuk diucapkan. Tibalah giliranku yang memberi ucapan selamat.

Dengan ragu aku menjabat tangan Reno. Aku tetap tersenyum. "Selamat ya Ren. Semoga langgeng." Aku berhasil mengucapkannya dengan sangat santai.

"Makasih ya, Nov, sudah meluangkan waktu." Balasnya. Rasanya aku ingin memeluknya. Bertanya, kenapa dia meninggalkanku. Tapi itu adalah hal yang sangat gila. Entah kenapa nafasku rasanya sangat sesak. Apalagi tangan Reno masih saja menggenggamku.

Dengan cepat Erik melepaskan tangan Reno dan menjabatnya.

"Selamat ya, Brow. Gw turut bahagia." Lalu dia menggangdeng tanganku turun dari panggung.

Menarik tanganku untuk cepat keluar dari pesta. Memasuki lif dan langsung masuk kedalam mobil. Dia menghela nafasnya. "Nih." Dia sodorkan tissu lagi kearahku.

Aku menepisnya. "Gw nggak papa kok, Rik."

"Jangan bohong. Gw tau kok. Gw tau lo cinta banget sama dia. Pasti rasanya sakit ya?"

Bukan sakit lagi, Rik. Rasanya separuh tubuhku sudah mati. Sakit, sakit dan sangat sakit. Melihat orang yang sangat aku cintai, yang hampir setiap hari selalu mengisi hari-hariku. Sekarang dia berdiri dipelaminan dengan wanita lain. Rasanya pengen gantung diri.

"Huwaaaaaahaa ...." Aku menangis didalam mobil.