Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 6

Besoknya, gue memutuskan untuk melupakan apa yang gue liat semalem di kamar Zeno. Gegara hal itu, gue sukses nggak tidur semalaman dan menghasilkan kelopak mata gue jadi item.

Sialan. Mata gue udah ternodai dengan kejadian semalem yang bikin gue susah tidur dan berakhir begadang sampe jam 5 pagi.

Gue menatap kesal ke arah balkon gue yang mana arah itu tepat langsung ke kamar Zeno. Gue mencibir lalu dengan kasar menggeser gorden untuk menutup pemandangan kamar Zeno.

Gue memilih langsung mandi dan berangkat sekolah lebih awal dari biasanya. Bahkan gue sampe rela jalan kaki dan naik angkot di persimpangan. Semua itu gue lakukan karena ada alesannya.

Gue nggak mau ntar pas berangkat kayak biasanya, gue malah ketemu Zeno dan bertatapan langsung. Gue nggak tau kenapa, tapi gue ngerasa malu kalo ketemu sama dia saat ini.

Dan juga, pasti Zeno lagi cari alasan buat jelasin kejadian semalem yang gue liat di kamarnya.

Gue berkedik ngeri.

Ingetan semalem sukses ngebuat gue merinding sekaligus jijik.

Ish! Bisa-bisanya gue ngeliat hal menjijikan begitu. Punya Zeno lagi. Dosa apa yang gue perbuat di masa lalu sampe bisa ngeliat anu nya Zeno.

Tau ah. Gue harus lupain itu.

Menggelikan. Gue nggak suka ingatan itu menghantui gue. Gue emang gay, tapi untuk suka Zeno apalagi tubuhnya? No, thanks.

Awal-awal mungkin ada gue rasa suka sama dia. SAAT PERTAMA KALI NGELIAT DIA DI RUMAHNYA. Tapi setelah tau sikapnya yang ngebuat gue kesel tingkat dewa. Gue udah pastiin hati gue, untuk anti menaruh perhatian sama orang macem dia.

Pokoknya nggak. Sekalipun di sodorin pemandangan kayak semalem sekali lagi. Gue nggak akan tetep goyah sama pendirian gue.

Zeno is my enemy.

Saat gue sampe kelas, tiba-tiba pandangan gue langsung gelap. Dan gue merasakan tubuh gue di seret yang di susul dengan suara pintu yang di tutup, sampai akhirnya tubuh gue bertabrakan dengan dinding baru pandangan gue perlahan kembali terlihat.

Dan saat proses itu berjalan, sosok Zeno yang tengah tersenyum langsung membuat gue sontak mengerinyit.

"Zeno! Apa-apaan sih lo. Nggak lucu, gue kira gue di culik tadi!" Ujar gue sedikit teriak, lalu dengan spontan gue mendorong tubuhnya menjauh dari gue.

Dia nggak mengindahkan ucapan gue. Dia malah terkekeh lalu duduk di meja yang gue lupa siapa pemiliknya.

"Siapa yang mau nyulik bencong kayak lo? Yang ada rugi tuh penculik." Ujarnya lalu kembali terkekeh.

Gue nggak peduliin ucapannya dan memilih untuk melihat sekitar dan zonk. Kelas ini sepi, dan cuma ada gue sama dia yang ada di kelas ini. Gue sontak melihat jam yang ada di tangan gue.

Jam 5.53 pagi.

Gue melirik Zeno lalu melipat kedua tangan gue di dada sambil memicing ke arahnya.

"Tumben lo ke sekolah jam segini? Ada apa?" Tanya gue, Zeno langsung menoleh dan mengedikkan bahunya.

"Terserah gue dong mau berangkat jam berapa." Ujarnya, gue cuma memutar kedua bola mata gue.

"Ya, terserah lo." Ujar gue malas, lalu mulai melangkah untuk menuju ke kursi gue yang berada di pojok depan dekat meja guru.

Namun baru 5 langkah gue berjalan, tiba-tiba suara Zeno sukses membuat gue berhenti di tempat.

"Soal kejadian semalem..."

Gue berbalik, lalu menatapnya dengan pandangan seakan-akan gue nggak tau.

"Semalem?" Tanya gue, dia mengangguk.

"Lo ngeliat gue dari awal? Lo denger sesuatu yang gue ucapin?" Tanyanya sedikit ragu. Gue yang melihat itu cuma mengerinyit bingung.

Gue menggeleng setelahnya, "Nggak." Ucap gue lalu menatap dia melotot.

"Jangan di bahas, gue geli kalo inget yang semalem. Bisa-bisanya lo coli nggak di kunci. Sumpah ya, gue sampe nggak berkata-kata karena ketololan lo." Ujar gue lalu berbalik dan melanjutkan langkah gue yang tertunda tadi.

Zeno mengikuti gue dari belakang, lalu berdiri di depan gue setelah gue duduk di kursi gue dengan nyaman.

Gue memicing menatapnya.

"Apa!" Ucap gue ketus.

Dia menggeleng, "Nggak, gue cuma bilang makasih karena lo mau lupainnya." Ujar Zeno lalu mengusak kepala gue dengan tangannya. Gue yang melihat itu sontak menjerit dan berdiri seketika.

"Ew! Jangan sentuh-sentuh gue dengan tangan lo itu. Gue jijik! Sana-sana, nggak perlu makasih-makasih segala. Udah pasti banget gue lupain itu. Untuk apa gue inget-inget." Ujar gue keras sambil mengusirnya. Dia cuma menanggapi gue dengan kekehannya.

"Dasar bencong. Gitu doang heboh." Ujarnya sambil terkekeh, lalu setelah itu dia pergi dari hadapan gue dan keluar dari kelas menyisahkan gue sendirian.

Melihat itu gue langsung kembali duduk dan menyentuh rambut gue yang abis di usapnya.

"Sialan. Rambut gue ternodai dengan tangan kotornya! Gue harus sampoan 12x untuk ngilangin kesialannya. Zeno jelek sialan!" Ujar gue mencak-mencak sendiri.

Dan setelah itu kelas pun mulai ramai dan pelajaran berlangsung dengan lancar.

***

Gue langsung bangkit dari duduk gue setelah semua peralatan sekolah udah gue beresin ke dalam tas.

"Ciee.. yang pulang bareng cogan." Celetuk Dian dari belakang gue. Gue cuma menoleh dan menjulurkan lidah gue ke arahnya.

"Kalo lo dapet WA-nya, bagi-bagi ke gue ya. Siapa tau di kecantol dengan keseksian gue." Sahut Shinta yang sudah berdiri di depan meja gue yang di susul Reta di sebelahnya.

"Gue udah dapet kok." Ujar Reta.

"Seriusan? Kok lo nggak bilang sama gue?" Ujar gue yang di angguki oleh dua temen gue.

Reta mendengus, "Enak aja, berusaha sendiri dong. Ini aja gue diem-diem ngambil dari hpnya Leo. Lagian, lo tinggal tanya aja pas pulang ntar. Baru deh lo bisa leluasa chattingan sama doi. Eh btw, lo yakin mau naksir sama Kak Wira?" Tanya Reta.

Mendengar itu gue cuma mengedikkan bahu.

"Belum tau gue. Gue aja baru ketemu dia kemarin. Kalo naksir pada pandangan pertama sih iya. Tapi kalo buat jadi gebetan sih, kayaknya gue harus mikir dulu. He's perfectly look like a really super straight." Ujar gue, yang di angguki ketiganya.

Setelah itu gue pun mulai keluar dari tempat kursi gue dan berjalan ke arah pintu kelas. Dan sampai di depannya, sosok Zeno sukses membuat gue melotot.

"Ngapain lo disini!?" Tanya gue nggak nyantai. Dia cuma mencibir.

"Dasar bencong. Mau pulang aja gosip dulu. Ayo pulang." Ujarnya lalu dengan seenak jidatnya narik tangan gue cepat.

Gue yang belum siap langsung terseret mengikuti langkahnya. Namun itu nggak berlangsung lama, karena gue segera berhenti dan menghempaskan genggamannya dari tangan gue.

"Apaan sih lo, narik-narik tangan gue!" Ujar gue, yang lagi-lagi cuma di balas cibirannya.

"Bunda nyuruh gue nganter lo pulang lagi." Ucapnya. Gue cuma menatapnya mengerinyit.

"Nggak percaya lagi? Nih gue kasih buktinya." Ujarnya lalu bersiap merogoh kantongnya. Namun segera gue potong pergerakannya dengan ucapan gue.

"Gue udah tau." Ujar gue, dia menatap gue dengan alis naik sebelah.

"Terus kenapa lo kayak nggak percaya gitu? Ayo pulang." Ujarnya, lalu mengulurkan tangannya untuk menarik tangan gue lagi. Gue sontak langsung menghindar mengingat kejadian semalem yang dia lakuin.

"Plis deh! Gue udah bilang jangan nyentuh-nyentuh dengan tangan lo yang bekas coli itu. Dan... gue nggak pulang bareng lo. Gue udah ada tumpangan pulang. Sebaiknya lo pulang sendiri, gue bisa WA Bunda nanti." Ujar gue, lalu tanpa menghiraukan tatapannya gue berbalik mendahuluinya menuju parkiran anak IPS.

Belum juga gue sampai di parkiran anak IPS, suara klakson motor sukses membuat gue berhenti di tempat. Gue menoleh ke asal suara klakson tersebut dan tersenyum melihat siapa pelakunya setelah orang tersebut membuka kaca helmnya.

"Ayo naik!" Ujarnya lalu memberikan helm satunya ke arah gue. Gue menerima helm tersebut lalu menggunakannya. Nggak lama setelah itu, gue langsung naik ke motornya.

"Udah?" Tanyanya dengan kepala yang menghadap belakang. Gue mengangguk sebagai jawaban.

Setelah itu motorpun berjalan perlahan ke arah jalan keluar sekolah. Namun sebelum kami benar-benar keluar sekolah, gue melihat Zeno lagi duduk di motornya di depan gerbang dan menatap gue yang juga menatapnya.

Gue yang melihat itu segera mengambil kesempatan untuk mengoloknya dengan menjulurkan lidah gue ke arahnya. Setelah itu, dia terlihat menggeram tanpa membalas gue.

Gue cuma tertawa senang dan mengabaikannya karena jarak gue dan dia udah sangat jauh bahkan sekolahan pun udah nggak kelihatan lagi.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel