2. Bisikan Misterius
Desisan itu tak hentinya terdengar di telinga Ervania, sehingga terkadang meredam suara-suara lain yang ada di sekitarnya.
Saat itu seharusnya Ervania menyimak penjelasan guru fisika yang ada di depan kelas, tetapi sedari tadi hanya ada dengungan halus yang berpusar di gendang telinganya.
Saghara yang duduk di meja belakang, sempat beberapa kali mendapati Ervania menggosok-gosok bagian belakang telinganya dengan tangan.
"Kamu kenapa sih, Van?" tanya Saghara ingin tahu saat jam istirahat pertama. "Kayak nggak konsen dengerin materi Pak Gun."
Ervania menoleh memandang pacarnya dan tidak segera menjawab, dia ragu-ragu untuk mengungkapkan apa yang sedang dia pikirkan sedari tadi.
"Mungkin aku masih kebawa jetlag," jawab Ervania sekenanya.
Namun, tentu saja Saghara tidak langsung mempercayai jawaban sang pacar.
Ervania kembali ke kelas setelah jajan di kantin bersama beberapa temannya, di sepanjang perjalanan dia sempat mendengar bisikan misterius itu lagi.
Kali ini suara itu terdengar lebih jelas di kepalanya.
Akhirnya saya menemukanmu.
Ervania sempat menghentikan langkah dan menoleh ke sekelilingnya, berharap ada teman yang sedang iseng kepadanya.
Namun, semua murid terlihat sedang sibuk sendiri-sendiri.
"Kenapa, Van?" tanya Neyva ingin tahu saat melihat Ervania berhenti berjalan.
"Kamu denger sesuatu nggak, Ney?" tanya Ervania dengan nada menyelidik.
"Dengerlah, orang pada berisik gini." Neyva menyahut. "Biasalah, kan lagi jam istirahat."
Mendengar jawaban Neyva, Ervania menyimpulkan bahwa sahabatnya itu tidak mendengar 'sesuatu' yang dia maksud.
Hari-hari berlalu dan Ervania tetap menjalani kehidupannya seperti biasa. Hampir tidak ada hal yang aneh dan mengganggunya, semuanya berlangsung normal-normal saja sampai saat itu tiba.
Ervania baru saja selesai berdandan karena dia akan pergi malam mingguan bersama Saghara dengan menonton film di bioskop. Ketika dia akan mengenakan sepatu hak tingginya, telinganya menangkap desisan aneh itu lagi.
Sebentar lagi kita akan bersama.
Ervania mengangkat kepalanya dan memandang berkeliling kamarnya yang terang benderang. Tidak ada sedikitpun keanehan yang tertangkap oleh lensa penglihatannya.
Suara dering ponsel berhasil mengalihkan fokus Ervania. Dia menyambar benda pipih itu dan menggeser layarnya setelah melihat nama kontak yang tertera.
"Halo, Gha?" sahut Ervania.
"Van, aku otewe ke rumah kamu ya?" ucap Saghara dari seberang. "Kamu udah siap buat nonton, kan?"
"Iya Gha, aku tunggu!" sahut Ervania, setelah itu dia memutus percakapannya.
Cewek itu menghela napas panjang, kemudian meraih kardigannya dan turun ke bawah.
"Ma, aku pergi nonton dulu ya?" pamit Ervania kepada sang ibu yang tengah asyik membuat kue.
"Sama Saghara?" tanya mama sambil lalu.
"Iya, masih di jalan dia." Ervania menjawab sambil membetulkan rambutnya. "Aku ke depan sekarang ya, Ma?"
Ervania mencium punggung tangan mamanya kemudian berjalan pergi ke depan rumah dan menunggu Saghara di sana.
Hanya berselang lima belas menit menunggu, motor Saghara meluncur masuk di halaman rumah Ervania.
"Mama kamu mana?" tanya Saghara ketika Ervania mendatanginya dan bersiap naik ke atas boncengan motor.
"Lagi bikin kue," jawab Ervania. "Kita langsung aja nggak apa-apa, daripada nanti telat ke bioskop."
Saghara tidak membantah karena dia juga memahami kesibukan mama Ervania yang sebagai orang tua tunggal harus berjuang ekstra untuk mendapatkan uang tambahan.
"Mau pamitan sama calon mertua kok nggak boleh," komentar Saghara saat Ervania memanjat naik ke boncengan.
"Kamu kan udah keseringan pamit!" sahut Ervania sambil tertawa kecil. "Buruan Gha, keburu filmnya main."
Saghara tidak menjawab dan segera mengemudikan motornya ke arah mal yang ada di pusat kota.
Malam itu Ervania dan Saghara ingin menonton film horor tentang boneka yang dikutuk. Sebagai pasangan kekasih, mereka sengaja memilih genre film yang tak biasa.
Setibanya di bioskop yang ada di lantai tiga sebuah mal, keduanya segera berbagi tugas.
Saghara membeli tiket untuk nonton sementara Ervania yang membeli minuman dan popcorn untuk bekal mereka selama menonton film diputar.
"Kelihatannya film ini bagus," bisik Ervania ketika mereka berjalan memasuki salah satu studio yang masih berpenerangan karena jadwal pemutaran film masih beberapa menit lagi.
"Oh ya?" sahut Saghara singkat karena dia harus mencocokkan nomor kursi yang dia pilih tadi.
"Aku udah lihat cuplikannya di iklan," angguk Ervania antusias.
Setelah mendapatkan kursi yang sesuai dengan nomor yang tercantum di tiket, Ervania dan Saghara duduk untuk menunggu jam pemutaran film yang seharusnya tinggal beberapa menit lagi.
Sementara layar besar di depan sedang menayangkan iklan, Ertania duduk bersandar dan sesekali menyomot minumannya.
Dan perlahan, suara desisan itu datang menyapa telinganya kembali. Kali ini kata-kata yang berdesis itu terdengar jelas sekali.
'Ikut denganku, maka kamu akan bahagia dan abadi di sana.'
Ervania menoleh ke samping untuk mencari sumber suara itu, tapi tidak terlihat hal yang mencurigakan selain orang-orang yang muncul untuk menonton film di studio yang sama.
Selanjutnya Ervania menoleh ke belakang dan tidak mendapati apa-apa kecuali beberapa orang yang sudah menempati kursi sesuai nomor.
"Kamu nyari siapa sih?" tanya Saghara yang lama-lama risi melihat tingkah Ervania yang mulai aneh. "Apa kamu janjian sama temen kita yang lain?"
Ervania memutar kepalanya dan menggeleng.
"Enggak kok, Gha. Tadi kamu denger ... ada yang ngomong gitu nggak sih?"
"Denger," jawab Saghara cepat. "Banyak yang ngomong tuh di sini, maklum aja karena filmnya belum tayang."
Ervania mengembuskan napas dan tidak menjelaskan maksud pertanyaannya dengan lebih rinci karena dia tahu kalau Saghara tidak akan mungkin percaya.
Sebenarnya Ervania sendiri juga menolak untuk percaya, tapi dia berani bersumpah demi apa pun bahwa dia mendengar bisikan yang mendesis dengan begitu jelas.
Memikirkan itu, alhasil dari mulai film diputar sampai akhirnya selesai, Ervania sama sekali tidak konsen menontonnya.
"Lumayan seru juga ternyata," komentar Saghara dengan nada puas saat dia dan Ervania berjalan keluar meninggalkan studio. "Aku jadi nggak sabar nunggu sekuelnya tayang."
Ervania tidak segera merespon dan hanya diam saja sampai mereka berdua tiba fi parkiran.
"Kamu kenapa sih?" tanya Saghara heran karena tidak biasanya Ervania membisu setelah menonton film bersamanya. "Kamu kurang suka sama film tadi? Kan kamu sendiri yang milih."
Ervania tersentak dan seolah baru menyadari keberadaan Saghara di depannya.
"Bagus kok," sahut Ervania sambil memaksakan senyum. "Aku cuma ... yah, kaget aja sama endingnya. Nggantung banget, tau nggak sih?"
Saghara tidak menjawab, tapi jelas dia merasa Ervania mulai menunjukkan gelagat yang tidak seperti biasanya.
'Pulang ... ayo cepat, pulang sekarang ...'
Ervania tersentak kaget. Desisan itu! pekiknya dalam hati, terdengar jelas sekali di tangannya padahal saat itu parkiran tidak terlalu ramai.
Hanya ada beberapa orang saja, termasuk Saghara dan dirinya.
Bersambung -
